Tertuju : berulang MAI
Aku mengintipmu, mai. dari kaca jendela
yang berembun
kabut terakhir bulan mei. Kusentuh pelan
remang sore sepi, seadanya itu sederhana.
Tak habis sekali disisa hujan.
Sempurna buram, pekat
menyekat imaji menyelinap suram
melupa begitu saja perjamuan secangkir cokelat
hangat, saat sore membawa sisa hujan menuju malam.
Waktu tak akan melambat,
Atau menyepat menggiring kita segera terbenam.
Pada sore sisa hujan, kamu menulis keinginan
di muka genangan air, itu sulit kumengerti,
nalarku gagal berpikir, dan menimbang perasaan
kian meruncing tajam menghunus hati.
Ibarat teka-teki
terlepas makna,
dengan ujung telunjuk tangan kanan
kamu menulis bimbang,
kusimak penuh teliti
tetap saja tak dapat kubaca,
huruf-huruf sirna menjadi
gelombang, di genangan sisa hujan.
Tanyaku memindah gerak langkah
kamu, di balik kaca ku berdiri sejarak lima inci,
kulihat wajah terlalu resah,
ujung jarimu menari
pada kaca berembun
kamu menulis dengan jelas kubaca.
“jangan merindukanku, pergilah!”
mai, kamu terlalu beramarah
Hingga tak bisa tenang oleh aroma tanah basah.
Kartasura, 04 Juni 2015
H.B Purnomo