Hidayanto Budi Prasetyo, No. 53
Â
gigil rahimmu
tak kunjung singgah ia
pengendali barisan
--- senapan, meriam, ooo, bazoka
Â
tak berkecipak
Â
: menggigilkan usia
Â
ayo pancang dengan lantang
tapi kau letih mengulat daun-daun
wahai. engkau menggurat benih
meratui embun
Â
:cemas takbisa netas
Â
mungkin telah dia pinangkan
berbulan mukim
tak tak kunjung kautimangkan
buaian muhrim
Â
: ooo, untai selendangitu
Â
ini kalender ke berapa?
berkelebatkelebat begitu saja
tergugu di beranda
tak lagi ada siapasiapa
Â
: datang berkunjung dan menyapa
Â
Musim-musim bergerak beriring-iringan, tak dahulu-mendahului, kecuali menggenapkan yang terjadi sebelumnya menyempurnakan kejadian-kejadian sesudahnya. Membayangkan telah menjadi kodrati, kecuali kemudian ia begitu merindukan untuk bisa menulis sebuah surat pendek yang bakal dikirimkannya setelah melongok di ruang-ruang penuh bangku-bangku kecil berderet itu. Mengirimkannya kepada guru TK saat pernikahannya berusia enam tahun. Pula untuk guru-guru kelas I, II, III, saat usia pernikahannya 8,9,10 tahun. Padahal ia ingin sekali berkirim surat menanyakan tumbuh kembang – prestasi belajar di sekolah. Diingininya betul. Namun bukankah tak pernah sekalipun diterimanya dari klinik bersalin selembar surat kelahiran. Tak sekalipun, bahkan di usia pernikahannya yang ke sepuluh, dua bulan lalu.
 Â
mendingin kereta/ mengkristalkan air mata/ masa lalu membatu/ mimpi membiru/ Ooo yang menderak semua perjalanan/ hidup menjemputi ia yang terserak/ menghambur umur/ menakar sabar/
Â
 Â
Pesisir Grissee, 8 Juli 2015/ 21 Ramadhan 1436 H
Â
****
Â
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community  dengan judul: Inilah Hasil Karya Peserta Event Fiksi Fiksiana.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H