Stoikisme, melalui filsuf Romawi seperti Marcus Aurelius dan Seneca, ditulis dalam bahasa Latin dan Yunani, yang merupakan dasar dari banyak bahasa modern di Eropa. Karya-karya mereka mudah diakses oleh para pembaca Barat dan telah diterjemahkan ke banyak bahasa sejak era Pencerahan.
Sebaliknya, banyak teks Tasawuf ditulis dalam bahasa Arab, Persia, atau bahasa daerah di wilayah Muslim. Meskipun ada terjemahan ke bahasa lain, pengaruh Tasawuf di luar dunia Islam masih relatif terbatas. Penghalang bahasa dan budaya ini mungkin membatasi penyebaran ajaran Tasawuf ke audiens global yang lebih luas.
Persamaan tasawuf dan stoikisme
Tasawuf dan Stoikisme, meskipun berasal dari tradisi yang berbeda---Tasawuf dari dimensi spiritual Islam dan Stoikisme dari filosofi Yunani kuno---memiliki beberapa kesamaan yang mencolok dalam prinsip-prinsip inti yang mereka ajarkan. Berikut adalah beberapa persamaan antara Tasawuf dan Stoikisme:
- Pengendalian Diri (Mengendalikan Hawa Nafsu)
Baik dalam Tasawuf maupun Stoikisme, pengendalian diri adalah konsep yang sangat penting. Keduanya menekankan pentingnya mengendalikan emosi dan hawa nafsu agar tidak dikuasai oleh dorongan-dorongan duniawi yang dapat merusak kedamaian batin.
- Dalam Tasawuf, pengendalian diri disebut sebagai mujahadah, yakni perjuangan melawan nafsu untuk mencapai kesucian hati dan kedekatan dengan Allah.
- Dalam Stoikisme, konsep ini disebut apateia, yang berarti ketenangan pikiran dan kebebasan dari emosi yang berlebihan seperti kemarahan, ketakutan, atau hasrat yang tidak terkendali.
- Mencapai Kedamaian Batin
Kedua ajaran ini memandang bahwa kebahagiaan sejati dan kedamaian batin tidak berasal dari dunia luar atau kekayaan material, melainkan dari dalam diri sendiri. Keduanya mengajarkan bahwa seseorang akan menemukan ketenangan hanya jika mereka bisa melepaskan diri dari keinginan duniawi dan menjalani hidup dengan bijaksana.
- Dalam Tasawuf, kebahagiaan datang dari kedekatan dengan Allah dan cinta kepada-Nya. Sufi menghindari ketergantungan pada hal-hal duniawi untuk mencapai ketenangan.
- Dalam Stoikisme, kedamaian batin dicapai dengan memahami dan menerima keadaan alamiah hidup dan dengan menjalani kehidupan yang sesuai dengan kebajikan dan rasionalitas.
- Penerimaan Takdir (Amor Fati dan Tawakal)
Tasawuf dan Stoikisme sama-sama mengajarkan penerimaan terhadap takdir dan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, baik itu nasib baik atau buruk.
- Dalam Tasawuf, konsep ini disebut tawakal, yaitu sikap berserah diri kepada Allah setelah melakukan upaya maksimal. Seorang sufi percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, dan manusia harus menerimanya dengan ikhlas.
- Dalam Stoikisme, konsep ini dikenal sebagai amor fati, atau cinta terhadap takdir. Stoik percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana alam semesta, dan mereka harus menerimanya tanpa perlawanan atau keluhan.
- Menahan Diri dari Reaksi Emosional Berlebihan
Kedua ajaran ini mengajarkan untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup, baik itu hal-hal yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
- Dalam Tasawuf, pengendalian emosi terjadi karena kesadaran bahwa segala sesuatu adalah bagian dari kehendak Allah. Sufi diajarkan untuk selalu bersikap sabar (sabr) dan tidak mudah marah atau tersinggung oleh peristiwa duniawi.
- Dalam Stoikisme, pentingnya mengendalikan reaksi emosional adalah salah satu prinsip utama. Stoik diajarkan untuk menghadapi segala sesuatu dengan tenang dan rasional, tidak terombang-ambing oleh kegembiraan atau kesedihan yang berlebihan.
- Pembersihan Hati dan Pikiran
Keduanya juga berfokus pada penyucian batin dari hal-hal yang dapat menghalangi kedamaian atau kebahagiaan sejati.
- Dalam Tasawuf, pembersihan hati disebut tazkiyah an-nafs, di mana sufi berusaha menghilangkan sifat-sifat buruk dalam dirinya, seperti kesombongan dan kecintaan berlebihan pada dunia.
- Dalam Stoikisme, ini diterjemahkan sebagai pengendalian pikiran dan pemurnian diri dari emosi negatif, serta fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup.
Tasawuf dan Stoikisme memiliki banyak kesamaan dalam ajaran tentang pengendalian diri, kesederhanaan hidup, penerimaan takdir, dan pencarian kedamaian batin. Meskipun keduanya berasal dari tradisi yang sangat berbeda, tujuan akhir mereka serupa: mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan sejati melalui pengendalian diri, kebajikan, dan penerimaan terhadap kenyataan.
Tasawuf dan Stoikisme, meskipun berasal dari tradisi yang berbeda---Tasawuf dari Islam dan Stoikisme dari Yunani kuno---memiliki banyak kesamaan dalam pandangan hidup. Keduanya menekankan pentingnya pengendalian diri, kesederhanaan, penerimaan takdir, dan pencapaian kedamaian batin.