Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf uang menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf uang juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat. Namun istilah wakaf uang belum begitu familiar di tengah masyarakat Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman masyarakat Indonesia yang memandang wakaf hanya sebatas pada pemberian berbentuk barang tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu dan pendidikan semata.
Pemanfaatan benda wakaf masih berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta benda wakaf yang ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan. Padahal benda yang bergerak, seperti uang misalnya, pada hakikatnya juga merupakan salah satu bentuk instrumen wakaf yang memang diperbolehkan dalam Islam. Saat ini dikalangan masyarakat luas mulai muncul istilah cash waqf (wakaf uang) dipelopori oleh M.A. Mannan, seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh. Wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang mampu dikelola dan diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat membantu dalam mensejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat.[1]
Wakaf tunai atau uang sendiri, diperkenalkan oleh seorang pemerhati ekonomi masyarakat, Prof. Dr. M.A. Mannan, seorang berdarah Bangladesh. Lewat inovasi wakaf tunai sebagai salah satu instrument keungan Islam, ia mengembangkan operasionalisasi pasar modal melalui organisasi Social Investment Bank Ltd (SIBL) yang dibentuknya.[2] Yaitu seperti Waqf properties, development bond, cash waqf deposit certificate, dan puluhan lembaga bisnis lainnya.
Lebih jauh, Mannan menegaskan agar wakaf uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat sehingga legalitasnya semakin kuat. Dalam memenuhi target investasi, Mannan telah menempuh sedikitnya dalam empat bidang yaitu:[3]
- Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia akhirat).
- Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat).
- Pembangunan nasional
- Membangun masyarakat sejahtera.
Salah satu model yang dapat dikembangkan dalam mobilisasi wakaf tunai adalah model Dana Abadi. Yaitu, dana dihimpun dari berbagai sumber yang halal, kemudian dengan volume jumlah yang besar, lalu di investasikan dengan tingkat keamanan yang tinggi melalui lembaga penjamin syari'ah. Keamanan investasi paling tidak mencakup dua aspek. Pertama keamanan nilai pokok dana abadi sehingga tidak terjadi penyusutan. Kedua, investasi dana abadi tersebut harus produktif, yang mampu mendatangkan pendapatan (incoming Generating allocation).
Karena dengan pendapatan tersebut pembiayaan organisasi akan dilakukan dan sekaligus menjadi sumber utama pembiayaan. Alasan kongkrit yang lebih terperinci, dapat kita lihat:
- Dapat membantu menjaga keutuhan aset tunai dari wakaf.
- Dapat menjadi sumber pendanaan (source of financing) pada unit-unit
      usaha yang bersifat komersial maupun sosial.
- Cakupan target wakaf menjadi luas, terutama dari aspek mobilisasi maupun aspek alokasi dana wakaf.
Dalam penerapannya, wakaf tunai yang mengacu pada model dana abadi dapat menerbitkan sertifikat wakaf tunai dengan nominal yang berbeda beda disesuaikan dengan kemampuan target atau sasaran yang akan dituju. Disinilah letak keunggulan dari wakaf tunai, yaitu dapat menjangkau pada seluruh segmen masyarakat yang beragam. Dari segi manfaat utama wakaf tunai memiliki empat hal yakni sebagai berikut:[4]
- Wakaf tunai jumlahnya bisa variasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakaf
- Melalui wakaf tunai, aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung-gedung dan atau dikelola untuk lahan pertanian serta peternakan.
- Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga pendidikan Islam cash flow-nya terkadang kembang kempis.
- Umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu bergantung pada anggaran pendidikan Negara yang semakin lama semakin terbatas
Dalam penerapan wakaf tunai di Indonesia, pemerintah sendiri membentuk sebuah badan khusus yang mengelola dana wakaf yakni Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang mempunyai fungsi sangat strategis. Harapannya badan tersebut dapat membantu, baik dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap nadzir untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan administrasi pengelolaan secara nasional dan promosi program yang akan diadakan oleh BWI dalam rangka sosialisasi kepada umat Islam dan umat lainnya. Â Pola organisasi kelembagaan BWI harus merespon terhadap persoalan-persolalan yang dihadapi masyarakat pada umumnya dan umat Islam khususnya.[5]
Wakaf tunai bagi umat Islam Indonesia bisa dikatakan telah cukup lama diberlakukan. Hal ini terlihat dari peraturan yang mendasarinya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan fatwanya pada pertengahan Mei 2002. Sedangkan Undang-undang tentang wakaf disahkan pada tanggal 27 Oktober 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).[6]
Wakaf uang membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Tabungan orang-orang kaya dapat dimanfaatkan dengan menukarkannya dengan Cash-Waqf Certificate. Hasil pengembangan wakaf yang diperoleh dari sertifikat tersebut dapat dimanfaatkan  untuk tujuan-tujuan yang bermacam-macam seperti tujuan-tujuan wakaf itu sendiri. Kegunaan lain dari Cash Waqf Certificate adalah bahwa dia dapat mengubah kebiasaan lama di mana kesempatan wakaf seolah-olah hanya untuk orang-orang kaya saja. Secara konseptual, wakaf uang mempunyai peluang yang unik untuk menciptakan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan layanan sosial.[7]
Tabungan dari masyarakat yang mempunyai penghasilan menengah ke atas dapat dimanfaatkan melalui penukaran dengan Sertifikat Wakaf Uang (SWT), sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf uang dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan, di antaranya untuk pemeliharaan dan pengelolaan tanah wakaf.
Potensi pengembangan wakaf uang juga sangat besar. Mustofa Edwin Nasution memaparkan cara memanfaatkan potensi SWT yang digali di Indonesia, yakni:[8]
- Lingkup sasaran pemberi wakaf uang bisa menjadi sangat luas dibanding wakaf biasa.
- Sertifikat wakaf uang dapat dibuat berbagai macam pecahan, yang disesuaikan dengan segmen umat islam yang memungkinkan untuk membangkitkan semangat beramal jariyah, misalnya rp. 10.000,- dan rp. 25.000,-
Menurut perhitungan  Nasution tentang potensi wakaf di Indonesia dengan jumlah umat muslim dermawan diperkirakan sebesar 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan Rp. 500.000 hingga Rp. 10.000.000, maka paling tidak akan terkumpul dana per bulan sekitar Tiga Triliun Rupiah pertahun dari dana wakaf
Berdasarkan contoh perhitungan di atas maka terlihat bahwa keberhasilan lembaga untuk memobilisasi dana wakaf akan sangat menentukan manfaat keberadaan lembaga wakaf, yang menjadi masalah, uang tersebut tidak dapat langsung diberikan kepada mauquf 'alaih, tetapi nadzir harus mengelola dan mengembangkannya terlebih dahulu. Yang harus disampaikan kepada mauquf 'alaih adalah hasil investasi dana Rp. 3.000.000.000.000,00 tersebut, sedangkan uang wakafnya sendiri tidak boleh berkurang sedikit pun.[9]
Adapun Dana wakaf yang terkumpul ini selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nazhir ke  dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, misalnya membangun sebuah kawasan perdagangan yang sarana dan prasarananya dibangun di atas lahan wakaf dan dari dana wakaf. Proyek ini ditujukan bagi kaum miskin yang memiliki bakat bisnis untuk terlibat dalam perdagangan pada kawasan yang strategis dengan biaya sewa tempat yang relatif murah. Sehingga akan mendorong penguatan pengusaha muslim pribumi dan sekaligus menggerakkan sektor riil secara lebih massif. Kemudian, keuntungannya dapat  dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.
Wakaf yang ada di Indonesia dikelola oleh nazhir wakaf dibagi menjadi tiga kategori:[10]
- Nazhir perorangan, yaitu minimal terdiri dari 3 orang nazhir perorangan biasanya tidak memiliki kepengurusan yang jelas dan tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta notaris.
- Nazhir organisasi
- Nazhir badan hukum, yaitu organisasi atau badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Nazhir perorangan pada umumnya belum mampu mengembangkan dana wakaf yang ada di bawah tanggung jawabnya. Sedangkan nazhir badan hukum baru sedikit yang mampu mengembangkan wakaf secara produktif.
Potensi dari wakaf uang sangat besar jika mampu dikelola secara baik. Terutama jika dana itu diserahkan kepada pengelola profesional dan diinvestasikan di sektor yang produktif sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif dalam rangka membantu kaum dhuafa dan kepentingan ummat. Dengan demikian jumlah wakaf uang tidak akan berkurang, akan tetapi bertambah dan terus. Jika dana wakaf uang ditipkan di Bank Syari'ah dan setiap tahun diberikan bagi hasil sebesar 9 %, maka pada akhir tahun akan diperoleh dana hasil investasi sebesar Rp. 270.000.000.000.
Sebagai tindak lanjut dari lahirnya Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf, saat ini di Indonesia banyak perbankan syariah dan lembaga pengelola wakaf meluncurkan produk dan fasilitas yang menghimpun dana wakaf uang dari masyarakat. Seperti Baitul Mal Muamalat yang meluncurkan Waqf Uang Muamalat, Dompet Dhuafa Republika yang meluncurkan Tabung Wakaf Indonesia, dan lembaga wakaf nasional yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Wakaf pada tahun 2007 yaitu Badan Wakaf Indonesia.
Lembaga-lembaga di atas telah banyak membuat program untuk mewujudkan keadilan sosial yang dihasilkan dari investasi dana wakaf yang dihimpun dari masyarakat, seperti pembentukan rumah sakit, sekolah, dan kampung peternakan yang berpotensi mengembangkan wakaf uang untuk membangun kesejahteraan masyarakat secara luas dan berkesinambungan. Program-program yang telah dicanangkan oleh lembaga wakaf di Indonesia dengan mengelola dana wakaf uang dalam bentuk ini adalah dalam upaya agar harta wakaf lebih berkembang manfaat ekonomi dan sosialnya. Contohnya saja, penghimpunan dan pengelolaan dana wakaf uang pada Tabung Wakaf Indonesia yang hasil pengelolaannya disalurkan pada bidang pendidikan, ekonomi, dan bidang sosial. Selain itu, hasil pengelolaan yang di peroleh oleh Badan Wakaf Indonesia disalurkan pada bidang pendidikan dan kesehatan.[11]
Oleh karena itu strategi pengelolaan yang baik perlu diciptakan untuk mencapai tujuan di adakannya wakaf. Wakaf uang hendaknya dikelola dengan baik dan diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat banyak.
[1] Fahmi Medias, "Wakaf Produktif Dalam Perspektif Ekonomi Islam", La_Riba, Vol. IV No.I (Juli, 2010), hlm. 69.
[2] Muh. Fudhail Rahman, "Wakaf Dalam Islam", Al-Iqtishad, Vol. 1 Â No. 1 (Januari, 2009), hlm. 88.
[7] Fahmi Medias, Wakaf Produktif,.......,hlm. 36.
[11] Fahmi Medias, Wakaf Produktif,.......,hlm. 77.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H