Contoh-contoh gejala negatif:
- Pendataran afektif. Berkurangnya ekspresi emosional.
- Avolisi. Berkurang atau tidak adanya motivasi. Katatonia. Tetap tidak bergerak, sering kali dalam posisi aneh, dalam waktu lama.[1]
Dalam perspektif islam Skizofrenia merupakan fenomena yang hampir mirip karena beberapa gejala-gejala seperti; memiliki kemampuan untuk mengetahui, menyaksikan perkara yang tersembunyi. Kasyf melalui hati nuraninya dalam menyingkap tabir yang tersembunyi bagi manusia umumnya.Â
Kasyf dalam tasawuf yakni tersingkap tirai ketuhanan dan terbuka dinding kegaiban. Dalam kenyataan mengetahui perkara-perkara gaib itu bisa saja terjadi selain lewathati nurani. Yaitu lewat pendengaran, penglihatan mata kepala, dan bertemu secara langsung atau melalui mimpi. Â Faedah kasyf bagi pemiliknya ialah: Dia tahu saat kematiannya, musibah dan keberuntungan, serta yakin kepada Allah dan terbuka baginya ilmu hikmah. macammacam kasyf itu, yakni:
- Al-Kasyf al-kaunî, yaitu terbuka rahasia unsur yang diciptakan. Ketersingkapan ini menjelma ke dalam bentuk mimpi yang benar dan kewaspadaan.
- Al-Kasyf al-Ilâhî, adalah tersingkap rahasia ketuhanan, merupakan hasil ibadah dan pembersihan hati secara terus menerus, sehinga ia dapat melihat rahasia atau memahami pemikiran-pemikiran yang tersembunyi.
- Al-kasyfal-aqlî adalah terbuka rahasia akal pikiran yang merupakan pengetahuan intuitif, paling rendah. Hal ini dapat dicapai dengan membersihkan perilaku tercela yang dialami ahli batin dan para filusuf
- Al-kasyf-al-îmânî adalah terbuka rahasia melalui kepercayaan, karena buah dari iman sempurna setelah mendekati kesempurnaan kenabian.[2]
Kebanyakan orang awam terhadap kepercayaan islam menganggap Kasfy merupakan gangguan mental karenal hal-hal yang tidak logis untuk diikuti.Â
Umumnya Kasfy hanya diperoleh keistiqamahan seseorang pada Allah SWT sehingga menuju iman yang sempurna dan memperoleh keistimewaan sebagai bukti cinta Allah kepada sang hamba yang mencintainya. Semakin meningkat keimanan dan pengamalan ajaran agama, maka semakin tinggi pula hâl yang dimiliki.Â
Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara pengalaman spiritual yang sah dan gejala skizofrenia yang membutuhkan perawatan medis. Meskipun beberapa gejalanya mungkin mirip dengan pengalaman spiritual atau metafisik yang disebut kasyf dalam tasawuf, penting untuk memahami bahwa skizofrenia adalah kondisi medis yang memerlukan perawatan medis dan dukungan profesional. Selain itu, pentingnya memahami bahwa tidak semua hal yang logis dianggap sebagai gejala mental yang perlu ditangani secara medis.
Teori Dopamin Untuk Skizofrenia
Teori dopamin untuk skizofrenia teori bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya dopamin dan sebaliknya. Teori yang mendasari ini menjelaskan apakah peningkatan aktivitas dopaminergik disebabkan oleh pelepasan dopamin yang berlebihan, kelebihan reseptor dopamin, hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin, atau kombinasi dari mekanisme.Â
Jalur dopaminergik otak yang terlibat juga tidak dirinci dalam teori ini, tetapi jalur otak tengah dan limbik lebih sering dikutip. Dopamin memainkan peran penting dalam patofisiologi. Skizofrenia dapat disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan atau penurunan aktivitas dopaminergik di area tertentu di otak dan reseptor dopamin yang abnormal. Overaktivitas reseptor dermal dopamin (DA) dikaitkan dengan perkembangan gejala positif. Di sisi lain, penurunan aktivitas reseptor dopamin (DA) di korteks prefrontal dikaitkan dengan perkembangan gejala negatif.[3]
Obat Yang Perlu DikonsumsiÂ
Antipsikotik merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif mengobati skizofrenia (Jarut dkk, 2013). Antipsikotik adalah obat yang dapat menekan fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berfikir dan berkelakuan normal. Antipsikotik ini dapat meredakan emosi, agresif dan dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan jiwa seperti impian buruk, halusinasi serta menormalkan perilaku (Tjay dkk, 2015). Antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu antipsikotik tipikal (generasike-1) dan atipikal (generasi ke-2) (Katona et all, 2012). Antipsikotik generasi pertama secara umum bekerja dengan cara memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaps neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sisitem ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor antagonis).[4]