Mohon tunggu...
Haura Awalin Nurista Devi
Haura Awalin Nurista Devi Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya Adalah Seorang Mahasiswa Semester 1 di UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

2022 Harga BBM Naik, Pemerintah Resmi Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak

18 September 2022   11:22 Diperbarui: 18 September 2022   11:49 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 3 September 2022, pemerintah akhirnya mengumumkan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar mengalami kenaikan. Hal tersebut diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. 

Dikutip dari keterangan Pertamina, harga minyak dunia melambung tinggi di atas US$ 100 per barel. Hal ini pun mendorong harga minyak mentah Indonesia atau ICP per 24 Maret 2022 tercatat US$ 114,55 per barel atau melonjak lebih dari 56% dari periode Desember 2021 yang sebesar US$ 73,36 per barel. Sementara harga ICP sesuai dengan asumsi APBN 2022 hanya mencapai US$ 63 per barel.

 Pertamina sendiri sudah menaikkan harga beberapa jenis BBM mulai 1 April 2022. Penyesuaian harga dilakukan secara selektif, hanya berlaku untuk BBM Non Subsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17% , dimana 14% merupakan jumlah konsumsi Pertamax dan 3% jumlah konsumsi Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.

Sedangkan BBM Subsidi seperti Pertalite dan Solar Subsidi yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83%, tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp 7.650 per liter (Pertalite) dan Rp 5.150 per liter (Solar Subsidi).

Berlaku mulai 1 April 2022 mulai pukul 00:00 waktu setempat, BBM Non Subsidi Gasoline RON 92 (Pertamax) disesuaikan harganya menjadi Rp 12.500 per liter (untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor/PBBKB 5%), dari harga sebelumnya Rp 9.000 per liter.


(sumber dari, "Harga BBM Naik, Menko Airlangga Bicara Penyebabnya" selengkapnya https://oto.detik.com/berita/d-6011739/harga-bbm-naik-menko-airlangga-bicara-penyebabnya.)

Kenaikan harga BBM ini sangat mempengaruhi masyarakat, khususnya ekonomi masyarakat menengah kebawah. Berikut ini beberapa penjelasan sigkatnya.


 Dampak Kenaikan Harga BBM Bagi Masyarakat Ekonomi Bawah


1. Penurunan Daya Beli
Timbul penurunan daya beli dalam jangka pendek karena income effect (dampak pendapatan) yang mengalami penurunan. Meski begitu, bebannya akan berbeda menurut kelas pendapatan rumah tangga.

2. Naiknya Harga Bahan Pokok
Selanjutnya, adalah kenaikan harga bahan pokok. Kenaikan harga ini akan sangat berdampak bagi masyarakat menengah ke bawah.

3. Peningkatan Angka Pengangguran
Kenaikan harga BBM juga berdampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satunya peningkatan angka pengangguran.

Pasalnya, BBM merupakan bahan dasar operasional perusahaan. Kenaikan harga BBM akan membebani biaya produksi. Akhirnya, perusahaan harus mempertimbangkan efisiensi produksi.

Maka pilihan yang harus diambil perusahaan adalah menghentikan proses perekrutan karyawan baru hingga terpaksa pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga berpotensi meningkatkan angka pengangguran  yang ada di Indonesia.

4. Kemiskinan
"Dengan meningkatnya angka pengangguran, maka akan berujung pada peningkatan juga tingkat kemiskinan Indonesia," tuturnya.

Data BPS per Maret 2022 menunjukkan garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975 persen dibandingkan September 2021 atau menjadi sekitar Rp 505.469.

(Sumber dari, "BBM Naik, Apa Dampaknya bagi Masyarakat Menengah ke Bawah? Ini Kata Dosen UM" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6275485/bbm-naik-apa-dampaknya-bagi-masyarakat-menengah-ke-bawah-ini-kata-dosen-um.)

Jika dilihat dari riwayatnya selama ini, kenaikan harga berbagai macam komoditas termasuk BBM sendiri adalah hal yang tak dapat dihindari. Dari tahun ke tahun, ini bukanlah pertama kalinya BBM mengalami kenaikan harga.

Namun, meski banyak disorot mengenai dampak negatif yang dapat menimbulkan kenaikan harga sejumlah komoditas karena meningkatnya biaya kirim atau distribusi barang, dampak positif juga didapatkan di segi perekonomian dari kejadian ini. 

Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Rofyanto Kurniawan, selaku Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada saat harga BBM juga pernah mengealami kenaikan di tahun 2013 silam.

“Memang ada dampak negatif kenaikan harga BBM, namun untuk secara keseluruhan dan jangka panjang, kenaikan harga BBM ini memberikan dampak positif kepada kondisi perekonomian” ujar Rofyanto, mengutip (https://www.antaranews.com/berita/383763/kenaikan-bbm-berdampak-positif-bagi-perekonomian) .

Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, kenaikan harga BBM juga akan menurunkan defisit anggaran, karena menurunnya pengeluaran negara yang selama ini dikeluarkan untuk kebutuhan subsidi BBM untuk masyarakat.

 Biasanya, seperti yang terjadi dari waktu ke waktu setiap kenaikan harga BBM, anggaran subsidi yang tadinya diperuntukkan bagi BBM, bisa dialihkan untuk membiayai sektor lain yang lebih produktif seperti pertanian, infrastruktur, perikanan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. 

Dan di sisi lain, secara bersamaan dengan upaya pemerintah dalam mendorong program energi bersih, kejadian ini sebenarnya bisa dijadikan kesempatan untuk memotivasi masyarakat agar mau mulai melirik potensi dan pengembangan akan energi alternatif, seperti biofuel atau bahan bakar nabati.

 ( Sumber : "Kenaikan BBM Picu Ragam Reaksi, Adakah Dampak Positif dari Segi Ekonomi? (goodnewsfromindonesia.id)").

 

Menurut pemerintah alasan dibalik kenaikan harga BBM bersubsidi adalah karena membengkaknya anggaran subsidi pada APBN negara tahun 2022 dengan jumlah Rp 502 triliun.

 Tidak hanya itu, statement Presiden Jokowi pada saat konferensi pers di istana Merdeka juga mengatakan, bahwa BBM bersubsidi dalam penerapannya tidak tepat sasaran di lapangan. Menurut Presiden Jokowi, 70% dari BBM bersubsidi dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu.

Berbagai alasan lainnya juga diberikan oleh pemerintah, namun hal itu tidak cukup untuk mengambil langkah dalam menaikkan BBM bersubsidi.

 Mengingat bahwa BBM subsidi adalah faktor utama sektor UKM dapat dijalankan, sehingga ketika BBM dinaikkan maka barang-barang kebutuhan pokok akan ikut mengalami kenaikan harga. Oleh sebab itu, ancaman inflasi justru berpotensi akan terjadi. Kenaikkan BBM bersubsidi menjadi polemik di tengah kondisi masyarakat yang baru lepas dari persoalan Covid-19. Sehingga langkah yang diambil oleh pemerintah kurang tepat.

(Sumber : "Kenaikan Harga BBM Bersubsidi: Solusi atau Ancaman? (suara.com)" ).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun