Biasanya, seperti yang terjadi dari waktu ke waktu setiap kenaikan harga BBM, anggaran subsidi yang tadinya diperuntukkan bagi BBM, bisa dialihkan untuk membiayai sektor lain yang lebih produktif seperti pertanian, infrastruktur, perikanan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.Â
Dan di sisi lain, secara bersamaan dengan upaya pemerintah dalam mendorong program energi bersih, kejadian ini sebenarnya bisa dijadikan kesempatan untuk memotivasi masyarakat agar mau mulai melirik potensi dan pengembangan akan energi alternatif, seperti biofuel atau bahan bakar nabati.
 ( Sumber : "Kenaikan BBM Picu Ragam Reaksi, Adakah Dampak Positif dari Segi Ekonomi? (goodnewsfromindonesia.id)").
Â
Menurut pemerintah alasan dibalik kenaikan harga BBM bersubsidi adalah karena membengkaknya anggaran subsidi pada APBN negara tahun 2022 dengan jumlah Rp 502 triliun.
 Tidak hanya itu, statement Presiden Jokowi pada saat konferensi pers di istana Merdeka juga mengatakan, bahwa BBM bersubsidi dalam penerapannya tidak tepat sasaran di lapangan. Menurut Presiden Jokowi, 70% dari BBM bersubsidi dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu.
Berbagai alasan lainnya juga diberikan oleh pemerintah, namun hal itu tidak cukup untuk mengambil langkah dalam menaikkan BBM bersubsidi.
 Mengingat bahwa BBM subsidi adalah faktor utama sektor UKM dapat dijalankan, sehingga ketika BBM dinaikkan maka barang-barang kebutuhan pokok akan ikut mengalami kenaikan harga. Oleh sebab itu, ancaman inflasi justru berpotensi akan terjadi. Kenaikkan BBM bersubsidi menjadi polemik di tengah kondisi masyarakat yang baru lepas dari persoalan Covid-19. Sehingga langkah yang diambil oleh pemerintah kurang tepat.
(Sumber : "Kenaikan Harga BBM Bersubsidi: Solusi atau Ancaman? (suara.com)" ).
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H