Bima menutup tirai jendela kamarnya. Kotak coklat berpita merah masih dalam genggaman tangannya. Rasa kehilangan begitu mendalam, seperti hatinya ikut merasakan pedihnya . Di sana di tirai jendela seberang kamarnya sudah tak ada lagi yang membuatnya sering berada di depan tirai jendelanya. Dia sudah pergi. Tiada lagi rutinitas bertatap muka di pagi dan sore hari. Dia, Mawar telah pergi sebelum Bima menyatakan cintanya.
Masih teringat Bima pertama kali dia melihat Mawar duduk di balkon kamarnya. Cantik parasnya walau agak pucat. Entah mengapa semakin hari wajah Mawar semakin pucat. Bima selalu menatapnya sampai puas sebelum berangkat kerja dan saat pulang kerja Mawar berada di kamarnya. Tirai jendelanya selalu terbuka sehingga Bima bisa menatapnya.
"Masih saja kau menatap gadis cantik itu, Bima?" tanya ibunya.
"Ah, ibu. Gadis itu cantik ."
"Mawar, namanya,"tukas ibunya sambil menepuk bahu Bima. Semenjak itu Bima tahu nama gadis itu. Mawar. Bunga cantik secantik wajahnya.
"Jangan lama-lama kau tatap terus menerus Bima. Kalau kau suka datangi dia. Tinggal nyeberang rumah saja kok,"tukas ibunya. Bima tersenyum. Dia memang berniat untuk datang padanya. Tapi dia mau menunggu tanggal 14 Februari. Katanya pada tanggal itu hari istimewa, hari cinta. Alangkah indahnya saat menyatakan cinta pada saat yang tepat pada hari yang istimewa. Coklat atau bunga?
Apa yang pantas bagi Mawar. Bagi Bima coklatlah yang pantas untuknya. Bunga sudah identik dengan namanya. Betapa coklat banyak dijual dimana --mana dengan bentuk dan aneka rasa. Belum hiasan sebagai pemanis. Bima memilih coklat dengan pita merah. Sederhana tapi elegan.
"Jadi kau akan kasih ini buat Mawar?" tanya ibunya.
"Ah, semoga kau bsia diterima ya." Hati Bima mulai berdebar kencang. Semakin dekat dengan harinya, Bima merasakan ada hal yang aneh di wajah Mawar. Semakin pias sekali. Dan tubuhnya agak mnegurus. Tapi senyumnya tetap mempesona. Dan lambaian tangannya yang setiap Bima melihat dirinya, membuat Bima semakin yakin untuk menemuinya. Lambaian tangannya seperti semangat bagi dirinya. Tampak senyum manis yang selalu dia tujukan untuk dirinya.
Sudah tiga hari ini Bima tak melihat Mawar Di balkon maupun di kamarnya. Ada rindu yang menyesakan dadanya. Rindu yang begitu menghimpit jiwa. Ingin dia segera bisa memeluknya dalam pelukanya. Memandangi wajahnya setiap saat tanpa harus ada jarak. Tapi Masih dua hari lagi ke hari Valentine, tapi rindu ini begitu menyakitkan. Beberapa kali sore itu Bima menyibakan tirai jendela tapi Mawar tak tampak di dalam kamarnya. Kemana dia?
"Pergilah ke sana , daripada kau menduga-duga ,"tukas ibunya.