"Oligark sebagai pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya." Jeffrey A Winters.
Oligarki merupakan struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, komunitas, agama, politik, atau kekuatan militer. Mereka yang masuk dalam oligarki disebut dengan oligark.
Sampai saat ini kelihatan pemilihan presiden (Pilpres) termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia masih didominasi adanya pengaruh keras terhadap campur tangan oligarki.
Sangat kelihatan pengaruh oligarki pada proses kandisasi calon presiden pilpres (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.
Baca juga:Â Jegal Menjegal Capres dalam Formasi Koalisi Partai Politik
Kenapa elektabilitas para capres maupun cawapres diabaikan oleh para king dan queen maker atau elit parpol karena kekuatan mereka dikendalikan oleh oligarki.
Semua bentuk pemerintahan, seperti demokrasi, teokrasi, dan monarki dapat dikendalikan oleh oligarki. Sistem ini sangat bertentangan dengan demokrasi yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakil, di Indonesia disebut DPR.
Adanya konstitusi atau piagam formatif serupa tidak menghalangi kemungkinan oligarki memegang kendali yang sebenarnya atas pemerintahan yang berjalan.
Baca juga:Â Surya Paloh Cengeng? Mau Beda Jokowi tapi Tidak Mau Terima Risiko
Begitu hebatnya pengaruh oligarki ini, bisa menguasai semua pilar demokrasi, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers atau jurnalis.Â
Tanpa mengenal golongan, semua mereka bisa dibeli oleh kekuatan oligarki. Nah Indonesia nampak seperti itu kondisinya, begitu lemahnya penegakan hukum.Â
Jadi pemimpin yang dikendalikan oleh oligarki tidak perlu kaya. Paling penting pemimpin itu dapat manut dan ikuti petunjuk oligarki.
Silakan perhatikan para bakal capres yang mengemuka saat ini, kelihatan mana yang mudah di setir oleh oligarki dan mana yang susah dipengaruhi oleh kaum oligarki.
Baca juga:Â Capres Pilihan Oligarki
Tata dan Perkecil Partai Politik
Berdasarkan pemahaman oligarki diatas, maka bisa kita perhatikan mulai dari kepengurusan partai politik (Parpol), dengan mengedepankan keluarga, mitra bisnis atau pengusaha dan lainnya.
Untuk menghilangkan oligarki dalam politik Pilpres dan Pilkada di Indonesia, memang sangat berat bila tidak dimulai dari pengetatan aturan dalam partai, sampai proses pencalonan anggota legislatif dan eksekutif (presiden, gubernur dan bupati/walikota)
Jelas bila ada kandidat calon presiden (capres) misalnya bukan dari kadernya, maka bisa diprediksi bahwa disana ada oligarki berkuasa.Â
Menghilangkan semua ini, menjadi persyaratan calon pemimpin adalah kader daripada partai yang punya elektabilitas tinggi. Jadi kaderisasi dalam partai harus berjalan dengan baik.Â
Begitupun dalam struktur pengurus parpol bila mendahulukan keluarganya, sementara yang bersangkutan belum memenuhi syarat, maka bisa pula diprediksi disana ada oligarki.
Baca juga:Â Skenario Tongkat Estapet Jokowi Mengarah Prabowo
Kalau di Indonesia ingin berjalan pemerintahan yang baik dan tidak dipengaruhi oleh oligarki, maka harus dimulai dari revisi UU Parpol dan termasuk UU Pemilu serta Pilpres/Pilkada.
Sepanjang UU Pemilu, Pilpres dan Pilkada di Indonesia ini tidak direvisi maka jalannya pemerintahan tidak akan stabil. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) akan tumbuh subur.
Efek buruk daripada oligarki ini, rakyat akan terus berada di posisi pesakitan. Jangan harap kita merdeka sentuhnya. Karena oligarki bisa hidup bersama demokrasi, namun oligarki yang punya kendali.
Misalnya satu contoh kecil yang sudah menjadi rahasia umum bahwa kontraktor proyek tidak akan mendapat pekerjaan bila tidak dekat pada keluarga si pemimpin, bisa jadi istri/suami/anak atau orang-orang dekat yang dipasang.
Baca juga:Â Jokowi Terjepit tapi Malah Menjepit, Rakyat Belajar Politik
Pemerintah Harus Biayai Parpol
Setelah revisi regulasi UU Pemilu, Parpol, Pilpres dan Pilkada. Selanjutnya pemerintah yang harus membiayai parpol, ini harga mati yang harus dilakukan bila ingin lenyap pengaruh oligarki dalam demokrasi di Indonesia.
Jangan biarkan parpol membiayai dirinya, inilah virus KKN yang maha dahsyat, karena semua kader yang terpilih baik di legislatif (DPR/D) dan terlebih yang di eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota) semua menjadi bendahara (sumber duit) para parpol.
Karena yang menjadi biang keladi korupsi adalah pemimpin itu sendiri yang berada dibawah bayang-bayang oligarki. Maka dimanfaatkanlah para pemimpin terpilih untuk memberi jalan terjadinya KKN, termasuk jual beli jabatan tidak lepas dari pengaruh oligarki.
Baca juga:Â Oligarki Vs People: Jokowi dan Megawati di Simpang Jalan
Dalam menghadapi Pemilu, Pilpres dan Pilkada kedepan karena masih nampak sangat keras akan pengaruh oligarki. Artinya tidak ada makan siang gratis, jangan sampai rakyat ikut makan gratis, ahirnya pikiran kritis akan hilang. Artinya kalau pemilih sudah diberikan duit, maka tidak bisa lagi kritis pada pemimpin yang dikendalikan oleh oligarki.Â
Maka yang terpenting adalah rakyat pemilih harus cerdas, cermat dan pandai-pandailah memilih yang sekiranya calon pemimpin tersebut minus pengaruh daripada oligarki dan coba perhatikan tanda-tanda yang telah disampaikan diatas tersebut sebelum jatuhkan pilihannya.
Hancur negara ini bila rakyat tidak kritis dan membiarkan politik oligarki tumbuh subur di negeri ini melalui parpol, karena pengaruhnya akan berimbas pada tata kelola pemerintahan, KKN akan semakin tumbuh dan berkembang serta pasti ekonomi tidak akan tumbuh.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 15 November 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H