"Politik diciptakan dan dimanifestasikan berdasarkan filosofi dan tujuan untuk menyediakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia, tapi yang terjadi adalah sama sekali kebalikannya."-Emha Ainun Najib
Hiruk pikuk proses koalisi dan kandidasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 terus mengalir dan berputar bagaikan gasing bergerak tanpa henti oleh sang pemandu para tokoh politik.
Di sisi lain ada beberapa calon presiden sibuk mencari atau ingin memengaruhi partai politik (parpol) agar meliriknya menjadi jagoan capres dengan cara menurunkan massa, deklarasi sana-sini. Ini cara kuno di zaman milenial.Â
Kalau sekiranya Presiden Joko Widodo (Jokowi), Megawati dan Prabowo Subianto ingin membuat para elit kompetitornya stres. Maka dapat saja bertiga melakukan manuver untuk menarik parpol untuk satu paham secara dejure dan depakto.
Baca juga:Â PDIP-Gerindra Koalisi: Dua Paslon Pilpres 2024, Ini Ditakutkan SBY?
Dalam kondisi tersebut bila Partai NasDem tidak waspada, maka semua partai yang bakal bersama NasDem ditarik ke kubu Gerindra dan PDI-P. Otomatis Anies Baswedan tanpa miliki tiket menuju Pilpres 2024. Karena hanya Anies yang bakal jadi pesaing sengit Prabowo ataupun Ganjar, sekiranya berhasil dapat perahu.Â
Tapi menarik parpol agar tidak bersama NasDem hanya secara depakto, artinya ada parpol tidak masuk koalisi keduanya. Karena ada benteng dari UU No 7 Tentang Pemilu yang memiliki semangat menolak muncul satu paslon dalam Pilpres. Hal ini tertuang dalam Pasal 229. Begini bunyi pasalnya:
Pasal 229
(2) KPU menolak pendaftaran Pasangan Calon dalam hal: pendaftaran 1 (satu) Pasangan Calon diajukan oleh gabungan dari seluruh Partai Politik Peserta Pemilu; atau pendaftaran 1 (satu) Pasangan Calon diajukan oleh gabungan partai politik Peserta Pemilu yang mengakibatkan gabungan Partai Politik Peserta Pemilu lainnya tidak dapat mendaftarkan Pasangan Calon.
Pasal 235
(4) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon, KPU memperpanjang jadwal pendaftaran Pasangan Calon selama 2 (dua) x 7 (tujuh) hari.
(5) Dalam hal partai politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon tidak mengajukan bakal Pasangan Calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti Pemilu berikutnya.
Baca juga:Â Puan Maharani Capres, PDIP Potensi Kalah Pilpres 2024
Merujuk pada Pasal ini, ada konsekuensi yang harus diterima oleh parpol jika tak mengusung paslon capres padahal mereka mampu. Parpol yang tak mengusung paslon capres dikenai sanksi tak bisa menjadi menjadi peserta pemilu di periode selanjutnya.
Makanya dalam Pilpres tidak ada pilihan kotak kosong. Hal ini terjadi meskipun hanya terdapat 1 pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden, pilpres tetap dilanjutkan dengan perhitungan 50+1 persen dari total pemilih.
Mau tidak mau, parpol itu harus mengusungkan paslon. Di sinilah potensi terjadinya kongkalikong. Meskipun ada UU No. 7 Tahun 2017 memberi celah untuk tersedianya satu paslon capres, skenario ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi. Sebab, Indonesia merupakan negara demokrasi yang menganut sistem multipartai.
Baca juga:Â Skenario Gagalkan Anies Baswedan Dapat Tiket Pilpres 2024
Kotak kosong hanya dikenal dalam pemilihan kepala daerah. Kotak kosong sendiri merupakan pilihan yang sah berdasarkan undang-undang pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Tapi dalam pilpres tidak ada pilihan kotak kosong, namun pilpres tetap lanjut dengan mekanismenya telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Artinya skenario kotak kosong pilpres ini hanya ingin mendepak Anies Baswedan atau setidaknya Anies memiliki cawapres yang tidak membumi agar mudah dikalahkan dalam kontestasi Pilpres 2024, misalnya pasangan dengan AHY atau Aher.
Kelihatan ada kecenderungan pihak lawan Anies Baswedan di Partai NasDem untuk mengarah kotak kosong alias hanya ingin mengaburkan tiket Anies Baswedan menuju capres, trik menghindari lawan berat.Â
Baca juga:Â Mengulik Arah Dukungan Jokowi dan Sumber Keruwetan Kandidasi Pilpres
Tapi tentu Ketum NasDem Surya Paloh bersama Jusuf Kalla sebagai King Maker Anies Baswedan sudah menangkap gejala politik kandidasi ini.
Saat ini memang terjadi simpang siur yang penuh intrik dengan belum kokohnya Koalisi NasDem untuk kawal Anies Baswedan, karena antara Partai Demokrat dan PKS semua ngotot ingin menjadi cawapres.
Salah satu parpol calon partner NasDem saja hengkang, maka NasDem tidak punya tiket mengantar Anies Baswedan. Tapi mengherankan saja bila PKS tinggalkan Anies Baswedan? Namun kita tunggu apakah ini hanya trik PKS saja, agar kelihatan NasDem kacau balau, padahal aman-aman saja.Â
Baca juga:Â Bukan Manuver Ganjar, Pengamat Politik Keliru Analisa?
Maka potensi hanya satu paslon pada Pilpres 2024 sangat mungkin terjadi bila PDI-P bergabung Gerindra yang didukung Presiden Jokowi.
Tapi kalau Presiden Jokowi tetap ingin majukan Ganjar Pranowo, maka tidak mendukung koalisi PDI-P dan Gerindra, jadi akan maju Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan formasi Airlangga-Ganjar, atau sebaliknya.
Nah pada posisi atau potensi terjadinya kotak kosong atau satu paslon di Pilpres 2024, semua tergantung Presiden Jokowi. Maka bisa disimpulkan bahwa begitu stratejiknya posisi Presiden Jokowi pada Pilpres 2024.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 10 November 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H