"Antitesis itu sesungguhnya muncul dari dalam, bukan dari luar. Artinya ada tesis maka lahir antitesis."
Ternyata elit-elit PDI-P belum piawai berpolitik, masih terpengaruh atau terbawa perasaan (baper) menghadapi manuver lawannya.
Hampir semua berita dan pendapat, termasuk elit PDI-P sendiri mengatakan bahwa Anies adalah antitesis Presiden Jokowi. Namun menurut penulis, semua itu keliru.
Sebenarnya PDI-P tidak perlu resah dan menohok NasDem, bila Anies disebut sebagai antites Jokowi. Salah prediksi dan analisa melihat fakta.
Antitesis itu sesungguhnya muncul dari dalam, bukan dari luar. Artinya ada tesis dan lahir antitesis. Malah justru PDI-P sebenarnya merupakan antitesis Jokowi.
Buktinya mana? Presiden Jokowi nyata inginkan Ganjar Pranowo sebagai suksesor, bukan Puan Maharani. Sementara PDI-P dorong Puan, itulah disebut antitesis atau berbeda haluan dengan Presiden Jokowi.
Jadi nyata bahwa Puan atau PDI-P lah yang menjadi antitesis Presiden Jokowi. Ini yang harus disadari PDI-P sebelum menohok lawannya, agar tidak dibuat malu.
Justru Presiden Jokowi lebih percaya dan yakin pada Ganjar bisa melanjutkan apa yang telah dilakukan selama dua periode.
Begitu pula kalau Anies katakan bahwa dirinya akan melakukan continuity dan ada change atau melanjutkan sekaligus melakukan perubahan.
Kalimat melanjutkan atau continuity itu karena Anies pernah menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi. Artinya Anies dan NasDem tidak melupakan Jokowi.
Selanjutnya dengan kata perubahan atau change, itu benar adanya Anies katakan sebagai klaim akan menjadi pemimpin perubahan, kalau tidak berubah apa yang ditonjolkan Anies untuk merebut hati pemilih?.
Lalu makna kata change dari Anies tersebut juga merupakan antitesis daripada calon lawannya, Prabowo Subianto. Itulah cara Anies untuk menghadapi Prabowo sebagai pembeda dan terserah pemilih mau dengan siapa.
Karena nyata Prabowo dengan tegas menyebut bahwa dirinya akan melanjutkan apa program Presiden Jokowi tanpa mengatakan change dan hanya sebut continuity artinya melanjutkan.
Sebenarnya Anies satu langkah di depan dalam strategi dibanding Prabowo, Anies menonjolkan perubahan, sementara Prabowo status quo.
Prabowo juga wajar tidak mengatakan change, karena masih berusaha ingin merebut hati dan dukungan dari Presiden Jokowi dan Megawati.
Jadi semua tidak ada yang salah antara Anies dan Prabowo, PDI-P saja kegerahan menyaksikan manuver teman koalisi pendukung Jokowi.
Sementara PDI-P sebenarnya dalam politik bisa disebut tersandera dengan mengabaikan Ganjar. Tidak seharusnya Megawati memperlakukan Ganjar dengan cara-cara yang terkesan benci, karena sama saja perlakukan hal yang sama pada Jokowi.
Kerena sesungguhnya Prabowo masih mencari celah untuk menaklukkan hati Megawati untuk mendorong Puan sebagai cawapres Prabowo.
Sebenarnya Megawati masih berpikir ada kemungkinan memasang Puan sebagai cawapres. Ini masih tarik ulur di tingkat rasa, belum terucap ke Prabowo dan Jokowi.
Anies dan NasDem berani sebut change atau perubahan, karena sudah nyata bersebelahan dengan Jokowi.Â
Jadi itulah strategi NasDem untuk "menjual" Anies ke publik. Membuat lawan jadi stres, ahirnya bisa kacau balau. Karena lawan hilang konsentrasi.
Jadi konteks yang sebenarnya disoroti Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto sangat keliru, harusnya Hasto santai saja.Â
Jadi mungkin Hasto kegerahan saja, partainya stres calonkan Puan, elektabilitas tidak goyang-goyang pada papan bawah.Â
Padahal hati kecil dan kalkulasi politik Hasto, pasti tidak setuju juga Puan dimajukan sebagai Capres PDI-P. sehingga efek kesalnya ke reshufle.
Tidak ada senjata lain yang bisa menembak NasDem kecuali sorot NasDem agar menarik tiga menterinya di Kabinet Indonesia Maju.Â
Semrntara NasDem tidak merasa meninggalkan Jokowi, karena Surya Paloh minta izin sama Jokowi untuk unggulkan Anies.
Kubu Anies sebenarnya yang paling diperhitungkan akan menjadi lawan berat adalah Prabowo, bukan Puan Maharani.
Sebenarnya kalkulasi politik dan hitungan Surya Paloh dan Jusuf Kalla, yang dianggap lawan terberat adalah Prabowo dan Ganjar Pranowo.
Nah, NasDem sudah membuat satu manuver yang cukup berani, dengan mengamputasi kekuatan Ganjar di PDI-P dengan gencarnya PDI-P mendukung Puan ketimbang Ganjar.
Artinya sekarang, NasDem tinggal dua langkah lagi, perkuat atau dapatkan koalisi permanen dan cari pasangan untuk Anies yang bisa libas Prabowo.
Kalau Megawati ingin tetap berjaya dan bisa melawan Anies dan Prabowo, ya jadikan pasangan Ganjar-Puan, berarti tiga pasangan calon presiden di Pilpres 2024.
Bila Megawati ingin lebih kemenangan ditangan, mundur selangkah dengan berkoalisi Gerindra untuk paketkan Prabowo-Puan, berarti Pilres 2024, terjadi head to head antara Prabowo dan Anies.
Namun, perlu waspada jangan sampai ada kuda hitam di luar daeipada Prabowo, Puam, Anies dan Ganjar yang tiba-tiba muncul. Bisa Sandiaga Uno atau Airlangga Hartarto bersama Ganjar.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 16 Oktober 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI