"Pacar ingkar janji yang rugi cuma kita, presiden ingkar janji yang rugi seluruh rakyat Indonesia."
Pembaca; Rakyat, DPR dan Presiden Jokowi dipastikan marah besar bila tahu 16 Kementerian dan Lembaga (K/L) tidak mengerjakan masalah sampah sesuai Undang-undang dan perintah presiden, Siapa dan Apa Masalahnya? Ikuti penjelasannya:
Bila ada pertanyaan, protes atau saran dan kritik atas artikel ini atau aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan KPK) mau follow up, silakan tulis di komentar, atau hubungi penulis di 081287783331 (Asrul) atau bisa email di:Â hasrulhoesein@gmail.com
Warning:Â Perhatikan semua dokumen foto yang ada dalam artikel ini (hanya sebagian kecil dari yang ada), itu semua merupakan pembohongan dan pembodohan publik besar-besaran yang dilakukan oleh oknum birokrasi pusat dan daerah serta perusahaan produk berkemasan atau perusahaan CSR yang tidak bertanggungjawab sesuai regulasi.
Jangankan Presiden Jokowi, masyarakat dan pembaca artikel ini juga akan marah bila tahu masalah yang saya tulis di bawah ini, karena semuanya dirugikan oleh ulah oknum penguasa dan pengusaha yang korup dalam persampahan.Â
Kenapa?Â
Karena Anda - pembaca - termasuk salah satunya orang yang dibohongi atau dibodohi atau dirugikan oleh oknum pemerintah pusat dan daerah. Cuma Anda mungkin tidak tahu atau pura-pura tidak mau tahu.Â
Kenapa pembaca ikut dirugikan? Ya karena Anda termasuk pabrik atau penghasil sampah setiap hari.
Banyak pemberitaan yang menyatakan Presiden Jokowi berkomitmen kurangi sampah di Indonesia, antara lain pada berita di Kompas. (Baca: Jokowi: Indonesia Berkomitmen Kurangi 70 Persen Sampah Plastik di Laut).
Inilah sebab gagalnya 16 Kementerian dan Lembaga (K/L) era Presiden Jokowi urus sampah, ahirnya Indonesia darurat sampah. Karena UUPS hanya dibaca saja tapi diabaikan. Padahal bukan untuk dibaca saja, tapi diaplikasi di lapangan.
Tahun 2015, Presiden Jokowi sendiri mengatakan dalam Rapat Kabinet Terbatas bahwa "Di semua negara kayak di Jerman, di Singapura, di Korea, ada beberapa cara pengolahan sampah yang berbeda. Tetapi saya harus ngomong apa adanya, di negara kita belum ada"Â ujar Presiden Jokowi. [Baca di Sini].
Masyarakat perlu ketahui bahwa, apapun perintah Presiden Jokowi kepada para menteri-menterinya yang urus sampah, tidak ada yang peduli, bayangkan sudah 7 tahun (2015-2022).
Semua menteri terkait abaikan amanat Presiden Jokowi. Khususnya Dr. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup, full gagal sebagai leading sector dalam urusan sampah, hanya isapan jempol saja.
Baca juga:Â Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah?
Penulis pastikan, karena bukan tanpa data. Penulis sarat data, karena mengikuti langsung perjalanan panjang tentang pengelolaan sampah ini, sejak beberapa presiden sebelum Presiden Jokowi.
Coba mari kita telusuri, kenapa sampai Presiden Jokowi gagal dalam urusan sampah selama kurun waktu delapan tahun masa tugasnya, bagaimana kondisi kementerian dan lembaga yang diberi tugas dalam urusan sampah.
Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi mampu meletakkan dasar-dasar pengelolaan sampah di sisa masa jabatannya?Â
Khususnya pelaksanaan kewajiban perusahaan produk berkemasan untuk bertanggung-jawab atas kemasannya yang menjadi sampah, ini merupakan mandat undang-undang persampahan Pasal 16 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Sementara Pasal 15 UUPS, merupakan kewajiban perusahaan untuk menarik kembali kemasan produknya yang menjadi sampah.Â
Umumnya masyarakat tidak tahu bahwa mereka sebenarnya sudah bayar sampah itu, hanya saja perusahaan produk berkemasan abai dengan kewajibannya untuk mengembalikan uang rakyat itu.
Baca juga:Â Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia Tidak Ada Monev Presiden Jokowi
Presiden Jokowi seh juga terus langsung percaya saja apa yang dikatakan oleh para pembantunya, menteri-menteri. Tanpa upaya melakukan monitoring dan evaluasi (monev) oleh Staf Ahli Presiden atau intelijen presiden. Bisa melalui Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melacak.Â
Hal tidak adanya monev menjadi potensi berbuat subyektif para staf ahli Menteri, Dirjen, Deputi untuk menyampaikan apa saja menjadi keinginannya. Semua menjadi konsumsi menteri dan presiden. Makanya sering kewalahan para menteri di depan DPR RI.
Baik Presiden Jokowi maupun DPR RI di prank sama Menteri-menteri yang menangani sampah. Faktanya sampai DPR RI ingin merevisi UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), padahal regulasi sampah itu sudah sangat bagus.
Dimana sesungguhnya yang salah, yaitu Menko Marves dan Menteri LHK tidak menjalankan mandat UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 16, untuk menjalankan Pasal 13,14 dan 15 undang-undang sampah tersebut. Itu kesalahan fatal oleh Menteri Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Siti Nurbaya Bakar.
Baca juga:Â KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah
Laporan dari menteri apa saja untuk urusan sampah?. Ada datang dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) dan juga dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) atas urusan sampah, termasuk Menteri PUPR yang banyak mengurusi Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA).
Presiden Jokowi dan para pembaca artikel ini, bahwa kenapa tiga kementerian itu saya sebut dalam artikel ini (sementara dalam urusan sampah ada 16 kementerian dan lembaga yang diberi tugas), bukan tanpa sebab. Ikuti penjelasan saya dibawah sebagai berikut.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga atau disebut Jaktranas Sampah, menjadi pedoman kerja yang sudah digariskan oleh Presiden Jokowi.Â
Dalam Jaktranas Sampah ini disebut tupoksi 16 Kementerian dan Lembaga, tapi senyatanya tidak ada harmonisasi lintas kementerian dan lembaga.Â
Masing-masing berjalan parsial, ahirnya tidak ada yang berhasil. Semua program dan penganggaran sampah menjadi mangkrak.
Baca juga:Â Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?
Perpres Jaktranas Sampah itu tentu diterbitkan oleh Presiden Jokowi, berdasar atas adanya UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta kondisi ril Indonesia dalam keadaan darurat sampah.
Malah Presiden Jokowi sudah beberapa kali Rapat Terbatas Kabinet khusus membahas sampah, namun semua menterinya tidak ada yang mengikuti petunjuk Presiden Jokowi. Semua menteri bekerja secara parsial, ahirnya bisa dipastikan semua gagal.
Dalam Jaktranas Sampah tersebut, Presiden Jokowi menunjuk Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi sebagai Kordinator Nasional Jaktranas Sampah. Tapi senyatanya tidak mampu melakukan koordinasi lintas K/L agar terjadi harmonisasi.
Baca juga:Â Setop Piala Adipura: Hanya Pembohongan dan Pembodohan Publik
Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dipercaya oleh Presiden Jokowi sebagai Ketua Dewan Harian Jaktranas Sampah. Juga sama tidak ada pekerjaan yang berorientasi program, semua orientasi proyek. Sehingga terkesan hanya menghabiskan APBN saja.
Paling parah Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, terlalu masuk ke urusan teknis. Harusnya melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga untuk menerbitkan sebuah sistem terpadu.
Penulis sangat yakin bahwa kedua menteri tersebut tidak paham bahwa kerja anak buahnya (Dirjen pada KLHK dan Deputi pada Kemenko Marves) tidak benar dalam mengurus sampah.Â
Di depan menteri pasti cakap berbicara, karena menterinya tidak paham masalah sampah juga, jadi elit-elit dibawah menteri juga ikut bohongi menterinya.
Baca juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Satu contoh, Pak Luhut Binsar Panjaitan (Menko Bidang Marves) di depan Komisi IV DPR RI menyebut Deputinya sebagai pejabat yang jago urus sampah, apa tidak malu disebut jago tapi kerjanya nol.
Apalagi Presiden Jokowi pasti lebih tidak tahu lagi masalah sampah, karena hanya menerima informasi dari menteri yang sama tidak paham. Menteri membawa data bodong, karena hampir semua prasarana dan sarana yang sudah diproyekkan dengan milyaran mangkrak, diberbagai tempat di seluruh Indonesia.
Semuanya (Presiden dan Menteri) hanya menerima informasi yang sifatnya asal bapak senang (ABS) dan asal ibu senang (AIS) dari bawahannya, yaitu dari dirjen dan deputinya.
Baca juga:Â Apa Kabar Usia 12 Tahun UU Sampah
Menurut dugaan penulis, pejabat deputi dan dirjen sama sekali tidak paham masalah sampah, karena hanya menerima informasi dari bawahannya pula (Direktur atau Asisten Deputi) yang sama tidak paham atau diduga berbohong pada bosnya (Menteri dan Presiden) saja.
Jadi kalau demikian, bagaimana urusan sampah di Indonesia?. Ya, tetap saja darurat sampah dan hanya menjadi bancakan korupsi. Karena semua sudah menjadi sampah.
Oh ternyata sama semua tidak paham masalah, atau mereka paham tapi terlanjur salah dan tidak mau sportif akui kesalahannya, makan gaji buta donk, ya ialah.
Baca juga:Â "Human Error Birokrasi" Penyebab Darurat Sampah Indonesia
Kenapa seh Presiden Jokowi tidak bisa garang hadapi Menko Bidang Marves, Menteri LHK serta Menteri PUPR sebagaimana kerasnya Pak Jokowi menyuruh Menteri Hukum dan HAM suruh ganti dirjennya bila tidak mampu urus imigrasi.
Terlebih juga sama karakter pejabatnya ngeyel tidak menerima pendapat dan diskriminatif, juga sama suka menerima pendapat yang sifatnya ABS/AIS saja.
Maka ujungnya dipastikan para elit-elit itu tidak tenang tidur dan bekerja, ya tentu atas ulahnya sendiri yang abai regulasi persampahan. Semua berpotensi kelak berhubungan aparat hukum, karena diduga keras terjadi gratifikasi atau korupsi didalam pekerjaan sampah ini.
Kemarin saya sempat ketemu elit-elit kementerian yang saya sebut diatas itu di FGD LB3 Pasyankes di Kementerian Kesehatan disalah satu hotel di Jakarta. Kasian, mereka tidak mengerti sampah, kewalahan menghadapi pertanyaan para peserta.
Baca juga:Â Ketika Isu "Sampah" Mendadak Seksi di Kabinet Jokowi
Hancur dana sampah di Indonesia dipermainkan oknum pejabat pusat dan daerah. Apalagi pejabat di kementerian yang urus sampah, tidak lebih pintar daripada staf Kepala Desa, setara SDM di RT atau RW di tingkat dusun.
Maka jalan satu-satunya, aparat hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi dan Jaksa, segera melakukan penyelidikan dan penyidikan (lidik/sidik) tentang korupsi di sektor sampah. Mulai dari Kementerian dan Lembaga serta Pemda Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.
Setop-Moratorium Adipura
Melalui kesempatan ini pula, penulis minta sekali lagi kepada Presiden Jokowi agar menyetop penilaian Adipura.
Minimal lakukan moratorium sampai seluruh pemda melaksanakan pembangunan TPA Control Landfil dan Sanitary Landfil.Â
Ini sangat melanggar UUPS karena masih Pola Open Dumping pengelolaan sampah di TPA, seharusnya di setop sejak tahun 2013 sesuai amanat UUPS.
Bagaimana pendapat Anda?
Jakarta, 22 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H