Kenapa seh Presiden Jokowi tidak bisa garang hadapi Menko Bidang Marves, Menteri LHK serta Menteri PUPR sebagaimana kerasnya Pak Jokowi menyuruh Menteri Hukum dan HAM suruh ganti dirjennya bila tidak mampu urus imigrasi.
Terlebih juga sama karakter pejabatnya ngeyel tidak menerima pendapat dan diskriminatif, juga sama suka menerima pendapat yang sifatnya ABS/AIS saja.
Maka ujungnya dipastikan para elit-elit itu tidak tenang tidur dan bekerja, ya tentu atas ulahnya sendiri yang abai regulasi persampahan. Semua berpotensi kelak berhubungan aparat hukum, karena diduga keras terjadi gratifikasi atau korupsi didalam pekerjaan sampah ini.
Kemarin saya sempat ketemu elit-elit kementerian yang saya sebut diatas itu di FGD LB3 Pasyankes di Kementerian Kesehatan disalah satu hotel di Jakarta. Kasian, mereka tidak mengerti sampah, kewalahan menghadapi pertanyaan para peserta.
Baca juga:Â Ketika Isu "Sampah" Mendadak Seksi di Kabinet Jokowi
Hancur dana sampah di Indonesia dipermainkan oknum pejabat pusat dan daerah. Apalagi pejabat di kementerian yang urus sampah, tidak lebih pintar daripada staf Kepala Desa, setara SDM di RT atau RW di tingkat dusun.
Maka jalan satu-satunya, aparat hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi dan Jaksa, segera melakukan penyelidikan dan penyidikan (lidik/sidik) tentang korupsi di sektor sampah. Mulai dari Kementerian dan Lembaga serta Pemda Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.
Setop-Moratorium Adipura
Melalui kesempatan ini pula, penulis minta sekali lagi kepada Presiden Jokowi agar menyetop penilaian Adipura.
Minimal lakukan moratorium sampai seluruh pemda melaksanakan pembangunan TPA Control Landfil dan Sanitary Landfil.Â