Kampanye di kampus, merupakan gagasan yang progresif untuk melakukan sosialisasi Pemilu dan Pilpres pada mahasiswa. Di luar negeri, hal kampanye di kampus atau perguruan tinggi sudah menjadi kebiasaan.
Jika berdasar sejarah, baik sebelum, pada masa dan sesudah kemerdekaan RI, mahasiswa memiliki peran yang sangat besar dalam memajukan Indonesia dengan keterlibatan di ranah politik.
Sebenarnya di kampuslah tempatnya cocok untuk kampaye, di sana diadu visi misi bakal Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) oleh mahasiswa.
Biarkan generasi muda kampus membedah habis mulai dari politik oligarki, politik polarisasi, politik uang atau money politics, politik identitas, sampai diskusi politik adu domba.
Hasil diskusi di kampus nantinya bisa dibawa ke ruang publik, biar rakyat bisa lebih menambah wawasan sebelum menjatuhkan pilihannya.
Namun tetap ikuti prosedur yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan Pengawas Pilpres, dan jangan sampai pula mengganggu kegiatan akademis.
Kalau hanya kampanye di publik non kampus, hampir pasti tidak membahas secara fokus atas visi misi Capres dan Cawapres. Hanya hura-hura saja, tanpa pemaparan dan sanggahan secara serius bila bukan di kampus. Ini sekaligus memberi ruang khusus pada mahasiswa untuk memgoreksi dan memberi sumnang saran pada Capres dan Cawapres.
Kampanye di kampus sesungguhnya diperbolehkan, sebagaimana penjelasan Pasal 280 ayat 1 point H Undang-undang Pemilu Tahun 2017.
Sebagaimana dimaklumi bersama, Pemilu dan Pilpres dua tahun lagi ini akan membutuhkan tenaga ekstra dan persiapan yang lebih matang agar menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Di antara persiapan yang urgen adalah peningkatan tingkat partisipasi publik dalam pemilu sebagai bentuk pengawalan demokrasi yang berkualitas.
Salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi publik dalam Pemilu adalah dengan melakukan sosialisasi secara masif. Termasuk di kampus, sebagai bagian dari pendidikan politik generasi muda (mahasiswa).