Kebetulan penulis diberi amanah oleh Tuhan Ymk, sehingga menemukan solusi sampah di Indonesia melalui PKPS itu. PKPS itu bukan untuk penulis, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia.
PKPS sudah berdiri dan sementara berdiri di daerah-daerah. Akan berdiri satu PKPS per kabupaten dan kota di Indonesia dan nantinya PKPS akan berdiri di setiap negara yang ada Kedubes di luar negeri.
Alasan penulis berhenti berbisnis di sektor sampah, demi mengawal UUPS dan PKPS secara independen, tanpa ada kepentingan lagi dibalik perbaikan tata kelola sampah di Indonesia.
Kalau penulis mengawal UUPS dan PKPS tanpa berhenti berbisnis di sampah, maka potensi berbohong sangat kuat, karena bertaut dengan kepentingan bisnis. Itulah penulis sebut diatas, bahwa harus tegas memilih bisnis dan sosial.
Artinya penulis memotong kepentingan pribadi demi menghindari kebohongan, belajar untuk jujur.
Demi menghindari kebohongan yang sistemis, maka penulis dengan berat hati meninggalkan habitat bisnis sebagai entrepreneur, demi membangun UMKM dan menciptakan pengusaha baru yang handal di seluruh Indonesia, berbasis sampah.
Tahun 2015, penulis mendirikan lembaga nirlaba di Jakarta, Green Indonesia Foundation (GiF). Lalu tahun 2020, mendirikan Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) di Surabaya. Semua lembaga nir laba itu untuk mengawal tata kelola sampah di Indonesia.
Dalam perjalanan di urusan sampah ini, saat masih berbisnis belum begitu mengamati karakter para pengelola atau pemerhati sampah di Indonesia. Baik pebisnis sampah, maupun pemerhati sampah.
Sosial dan Bisnis Berbaur
Setelah mengamati lebih jauh, ternyata yang menjadi motivasi orang berbohong di persampahan, karena terjadinya pertautan urusan sosial dan bisnis yang tidak diberi garis yang tegas.