Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rakyat Menggugat: Potret Paradoks Citayam Fashion Week

29 Juli 2022   08:02 Diperbarui: 29 Juli 2022   08:05 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vincent, remaja SCBD di Citayam Fashion Week berjalan bak model di zebra cross kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Sumber: KOMPAS.COM / DINNO BASKORO

"Generasi muda memiliki keingintahuan berbeda yang lebih visual, sudah waktunya bagi orang tua untuk mengajari anak muda sejak dini bahwa dalam keanekaragaman ada keindahan dan ada kekuatan, yang sekaligus punya kelemahan"

Fenomena anak muda yang unjuk diri di Citayam Fashion Week - CFW - Dukuh Atas Jalan Sudirman Jakarta sebenarnya bukanlah hal yang baru di Indonesia.[1]

Jangan euforia, tidak akan berlangsung lama. Tapi petik ide dari momentum CFW untuk berpikir - introspeksi - sekaligus ruang untuk menciptakan ide dan solusi.

Bahwa ada yang keliru di dalam pelayanan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) pada rakyat dan bangsa. Juga, terlebih sebagai orang tua. Sepertinya ada yang perlu direhabilitasi dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada keluarga.

Hanya saja ada perbedaan yang signifikan antara fenomena CFW dan Lintas Melawai era tahun 80an. CFW lebih egaliter atau merakyat dibandingkan Lintas Melawai yang banyak dari kalangan menengah atas, itu saja perbedaannya. Selain pengaruh era komunikasi (digitalisasi) sehingga alur penyebarannya serba cepat.

Baca juga: Ruang Terbuka di DKI Jakarta Belum Akomodasi Kegiatan Unjuk Diri, Ini Saran Pengamat

Adakah pejabat, pengusaha, orang tua, terlebih pada Presiden Jokowi, membaca bahwa semua yang terjadi di CFW itu adalah bukti keresahan masyarakat atas pelayanan terhadap mereka yang tidak stabil, pincang. Coba kita potret CFW ini secara paradoks, agar dapat hikmah dibalik geliat anak rakyat CFW. [2]

Mari kita jujur, bahwa keresahan itu muncul secara natural. Mungkin bisa disebut sebagai fenomena alam atau hukum alam datang menegur melalui geliat rakyat di CFW.

Menguji anak manusia, menguji sekaligus menegur Indonesia, menegur pemerintah, menegur kita semua. Apakah kita sudah siap menghadapi tahun bonus demografi 2030?.

Sebuah pesan Tuhan Ymk, melalui unjuk diri hamba-Nya dalam menggugah atau menggugat sebuah tanggung jawab yang dilalaikan oleh pemerintah dan kita semua sebagai orang tua - kelihatan - ada yang tidak beres dalam memanage bumi dan segala isinya, korupsi dan ego sentris terlalu mendominasi bangsa Indonesia.

Baca juga: Cabut Pendaftaran HAKI "Citayam Fashion Week" dan Minta Maaf, Baim Wong: Saya Enggak Seambisius Itu..

Berpikir dan Bertindak Paradoks

Fenomena CFW merupakan ekspresi rakyat, masyarakat menengah bawah, yang harus "dibaca dan terbaca" oleh pemerintah, pemda, politikus, artis, kaum cerdik-cendikia dan khususnya para orang tua. Secara paradoks, dalam menghadapi dunia yang menggeliat cepat dan dinamis.

Warning.... bahwa bukan diperuntukkan untuk datang disana, CFW. Seakan ikut memanfaatkan ruang untuk pencitraan. Jangan hanya dicermati secara linier sebagai mode fashion show milenial semata, bukan disana membacanya.

Semua ini adalah teguran Tuhan Ymk, bahwa ada hak-hak masyarakat kecil yang semakin terabaikan dan terdesak atas ruang unjuk diri mereka di daerahnya, sudah jenuh, karena dirampok dan dibajak oleh kapitalisme serakah.

Habitat mereka yang sudah habis karena dihabisi oleh para mafia tanah dan bisnis konglomerat serakah dalam membangun proyek mewah tanpa memperhatikan habitat dan kondisi daerah.

Baca juga: Baca juga: Viral Fenomena SCBD, Apa Arti Fashion Week Sebenarnya?

Memang benar bahwa di daerah-daerah juga sudah tersedia fasilitas bagaikan kota megapolitan Jakarta atau kota-kota besar metropolitan lainnya di Indonesia. Tapi habitat kehidupan mereka - rakyat - bukan disana yang serba wah. Tetap yang bersahaya, namun memiliki nilai edukasi yang prima mengikuti peradaban.

Seakan masyarakat menengah bawah dipaksa untuk menghadapi kehidupan mewah, modernisasi kebablasan atau kepekaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak seimbang dengan kepekaan emosi dan spritual. Semua ini melabrak nilai-nilai luhur Pancasila.

RTH Mal-nya Rakyat

Termasuk misalnya, habitat tempat bermain masyarakat menengah bawah itu adalah ruang terbuka, yang murah dan meriah. Artinya Mal rakyat itu adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang bebas dan gratis, di sana harus difasilitasi.

Baca juga: Penumpang KRL dari Bogor ke Sudirman Melonjak, Gara-gara Citayam Fashion Week?

Solusi Revitalisasi RTH

Segera revitalisasi RTH dengan melengkapi sarana dan prasarana (sapras) yang memadai untuk area unjuk diri anak-anak rakyat milenial skala masyarakat umum yang terjangkau.

Suasana standar RTH untuk unjuk diri yang aman dari segala potensi gangguan keamanan dan ketertiban, sekaligus ruang pengembangan usaha ekonomi kreatif rakyat yang tertata rapi dan kondusif untuk berusaha dalam melayani pengunjung pada area ruang terbuka.

Ruang terbuka untuk unjuk diri, bukan di jalan umum. Masih banyak wilayah pengembangan yang bisa ditata rapi oleh pemerintah, pemda atau pihak swasta.

Diharapkan kepada pemda, setop adopsi pola CFW yang mempergunakan jalan raya sebagai arena unjuk diri. Banyak daerah sudah mulai copas gaya hidup CFW.

Seperti di Surabaya, Jawa Timur malah pemda memberi ruang di Jalan Tunjungan. Ini sudah tidak kreatif dan keliru. Wah gawat bila daerah-daerah adopsi bulat-bulat CFW seperti ini. [2]

Baca juga: Kemenkumham: 4 Orang Daftarkan Merek "Citayam Fashion Week", 1 Pemohon Cabut Pendaftaran

Begitu juga kepada para pengusaha, artis atau para "sultan-sultan" yang katanya peduli dan ingin CFW mendapatkan hak kekayaan intelektual (HAKI), agar menangkap pesan tersirat ini untuk menata RTH yang bisa dijadikan tempat fashion week. [3]

Bagi yang punya kesempatan berlebih untuk kembangkan lokasi baru yang lebih aman untuk anak-anak berkreasi. Seperti contoh Baim Wong-Paula Verhoeven dan influencer Indigo Aditya Nugraha.

Sebaiknya kerja sama dengan pemda, untuk bantu revitalisasi RTH yang memungkinkan difasilitasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah bawah.[4]

Dasar konsepnya adalah, sebagai pusat edukasi dan ekonomi kreatif di RTH tersebut, maka anak-anak milenial diajak atau dikawal secara baik dan sehat dengan cara disiapkan area unjuk diri mereka.

Sambil mengasah kreatifitas atau bakat mereka yang terpendam akibat minim tempat penyaluran hobbyes dan kreatifitas yang murah atau gratis.

Baca juga: DLH Jakpus: Sampah di Kawasan Citayam Fashion Week 1,5 Ton Per Hari

Usul Khusus Baim Wong

Sekedar usul kalau Baim Wong dan artis-artis yang suka "pencitraan" dalam urusan sampah dan butuh konten YouTube yang edukatif. Bila tidak punya lokasi RTH yang bagus, dan untuk memudahkan jangkauan masyarakat Jabodetabek. 

Buat fasilitas fashion week di area aman - zona pasif - pada Tempat Pengolahan sampah Ahir (TPA) TPST Bantargebang Bekasi, Jawa Barat, milik Pemprov. DKI Jakarta. Begitupun untuk daerah lainnya.

Sebutlah nanti namanya Baim Wong Bantargebang Fashion Week (BBFW), kembangkan disana. bila perlu selain daftar HAKI, sekalian sertifikatkan saja (baca: beli) supaya punya kekuatan keberlanjutan usaha pada lokasi di TPA sesuai area yang dibutuhkan.

Baca juga: Saat TPST Bantargebang Diusulkan Disulap Jadi Lapangan Golf seperti TPA di Korea Selatan...

Nah dilokasi TPA BBFW, direvitalisasi menjadi pusat edukasi secara umum termasuk pusat kuliner bagi UMKM selain edukasi pengelolaan sampah, yang tentu nantinya dikompilasi dengan berbagai event show, kompetisi busana semacam CFW dan lain sebagainya.

Itu lebih berguna dilakukan oleh para artis, pejabat, pengusaha, politikus yang sudah pernah ikut - manggung - atau unjuk diri atau unjuk pencitraan alias cari panggung gratis - politis- di CFW.

Tangkaplah keinginan masyarakat atau generasi milenial di CFW dengan cara paradoks, sebagai bentuk peringatan, bahwa Indonesia butuh semacam RTH bagi yang ingin unjuk diri dan gratis seperti CFW, tapi bukan di jalan raya, arahkan bakat-bakat mereka dengan contoh yang baik.

Baca juga: Citayam Fashion Week akan Pindah? Ini 6 Opsi Lokasi Usulan Pemprov DKI, Mana Saja?

Pemprov DKI sudah banyak membangun ruang publik atau Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) sekitar 300an titik se DKI Jakarta. Arahkan kegiatan unjuk diri seperti CFW di sana. [5]

Jadi kesimpulan, bahwa usulan penulis untuk merevitalisasi TPA Bantargebang Bekasi, untuk copas gaya CFW. Bukan mengada-ada, riel.

Seperti area TPA Sundakwon di Korea Selatan, dengan fasilitas macam-macam di area sekitar 2000 ribu hektar. Ada sekolah, mal, lapangan golf, stadion olahraga, bioskop, kuliner dan lainnya. [6]

Bagaimana pendapat Anda?

Jakarta, 29 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun