"Sebuah penghargaan besar yang patut disyukuri bersama bagi bangsa Indonesia, bahwa di tengah Pandemi Covid-19 dipercaya sebagai Presidensi Group of Twenty atau G20."
Pada laman website Bank Indonesia, dijelaskan bahwa G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU), dengan merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.Â
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Indonesia 2022 adalah pertemuan ketujuh belas Kelompok Duapuluh. Rangkaian kegiatan dalam kurun waktu setahun, mulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT pada kuartal keempat tahun 2022. Sebagai puncak kegiatannya berlangsung tanggal 15-16 November 2022 di Bali.
Sebagai Presidensi G20, Indonesia mengusung semangat pulih bersama dengan tema "Recover Together, Recover Stronger". Sangat tepat di mana dunia dalam transisi akibat pandemi COVID-19, memerlukan suatu upaya bersama dan inklusif, mencari solusi pemulihan.
G20 harus hadir secara inklusif, untuk kepentingan dunia dalam pulih bersama. Presidensi G20 sebagai "bridge builder" dan "part of solution" yang sangat stratejik untuk perbaikan tatanan ekonomi dunia.
Anggota G20 terdiri dari Indonesia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Sisi positif Presidensi G20, dapat memantik pertumbuhan ekonomi dan keuangan melalui Investasi Hijau dalam akselerasi pemenuhan tanggangjawab perusahaan industri produk berkemasan khususnya atas sisa produknya yang berahir menjadi sampah.
Apresiasi kepada Bank Indonesia dan Kompasiana telah menyelenggarakan event G20 BI-Stronger Fest Article Writing Challenge. Diharapkan artikel ini sebagai sumbang saran pada G20, agar menjadi bagian dari sejarah percepatan pelaksanaan Industri Hijau di Indonesia.
Sampah dan Perubahan Iklim
Isu perubahan iklim menjadi salah satu bahasan utama dalam rangkaian acara G20. Di mana pengelolaan sampah pula menjadi pendukung utama pengendalian perubahan iklim yang harus dilakukan menuju industri hijau (green industry) atau industri berkelanjutan (sustainability industry).
Sebagai pemantik Industri Hijau adalah melaksanakan Extanded Produser Responsibility (EPR), sebuah kewajiban industri produk berkemasan untuk ikut bertanggungjawab atas sisa produknya yang menjadi sampah, baik dalam maupun di luar kawasan industrinya.
Termasuk kewajiban seluruh negara G20, secara sendiri maupun bersama harus ikut menjaga "lingkungan" di Indonesia sebagai paru-paru dunia, saatnya kepala-kepala negara G20 diingatkan untuk penuhi kewajibannya menjaga paru-paru dunia sebagai tanggungjawab bersama.
Industri multi nasional yang ada di Indonesia, sebagian besar investasi asing yang perlu diingatkan kewajibannya sebagai penghasil sampah di Indonesia. Jangan ragu, mereka sesungguhnya paham EPR, karena sudah lama diberlakukan di luar negeri untuk pembiayaan sampah.
Indonesia berperan besar dan memiliki kekuatan sebagai Presidensi G20 didalam memengaruhi dan menekan pelaksanaan EPR di Indonesia, khususnya bagi perbaikan ekonomi dan keuangan Indonesia, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia sedapatnya menjadi katalisator pelaksanaan atau penampung dana EPR sampah.
Presidensi G20 menjadi momentum untuk tunjukkan bahwa Indonesia is open for business. Harus mendorong pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan dari sumberdaya sampah, untuk didedikasikan pada dunia dan Indonesia, di mana sampai hari ini Indonesia masih kondisi darurat sampah karena belum menjalankan EPR.
EPR Akselerasi Industri Hijau
EPR merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diperluas, artinya sebuah kewajiban perusahaan atau industri produk untuk menarik kembali sisa produknya yang menjadi sampah. Sumber dana EPR berasal dari konsumen yang membeli produk, pemerintah dan Bank Indonesia harus hadir mengatur lalu lintas dana EPR sampah.
Nilai ekonomi EPR itu harus dikembalikan pada konsumen yang mengelola sampah atau yang menangkap sisa produk yang menjadi sampah, karena nilai EPR telah inklud dimasukkan dalam mekanisme harga produk, sebagaimana amanat regulasi sampah yang ada.
EPR ini seharusnya berlaku efektif tahun 2022, namun sampai sekarang belum dilaksanakan. Sepertinya pemerintah kurang perhatian, belum membuat sistem pelaksanaannya. Masyarakat perlu mendesak pemerintah atau perusahaan agar dana EPR segera dikembalikan ke rakyat (Baca: konsumen).
Dasar pelaksanaan EPR tertuang mandat Pasal 16 UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Tiga kementerian utama harus pro aktif melakukan persiapan pelaksanaan EPR sampah, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta Bank Indonesia (BI).
Diharapkan Bank Indonesia, sebagai bank central sedapatnya mengambil peran untuk memeditasi pelaksanaan EPR, ini merupakan dana sampah yang cukup besar manfaatnya bila dikelola dengan benar dan bertanggungjawab.
EPR adalah kunci utama solusi "pembiayaan" sampah di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Cuma berbeda di luar negeri, yang bayar EPR di Indonesia adalah konsumen. Sementara di luar negeri, EPR dibebankan pada perusahaan.
Indonesia Keliru Kelola Sampah
Selama ini terjadi kekeliruan besar dalam mengantisipasi sampah plastik di Indonesia. Karena bukan sistem tata kelola sampah yang diperbaiki, tapi produknya yang dilarang. Pelaksanaan solusi "pengurangan sampah"Â yang sangat keliru dilakukan oleh KLHK dan hampir semua pemangku kepentingan.
Diharapkan kepada pemerintah pusat dan daerah, hentikan cara-cara yang keliru melarang penggunaan kantong plastik atau plastik sekali pakai, karena menjadi pembelajaran buruk - pembohongan publik - sangat jelas bukan cara demikian mengantisipasi sampah.
Solusi sampah plastik bukan melarang penggunaan plastik, karena dampak negatifnya sangat besar terhadap pemasukan pajak, pemutusan hubungan kerja, mengganggu iklim usaha dan perdagangan serta merugikan konsumen.
Jadi, solusi sampah plastik dan sampah lainnya adalah dengan mengelola sampah pola EPR serta segala aturan yang mengikatnya. Macetnya solusi sampah di Indonesia, karena ada rantai proses yang terputus, EPR. Harus dijalankan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) EPR terlebih dahulu.
Pelaksanaan Industri Hijau jelas 99,9 persen akan terhambat bila EPR tidak dilaksanakan, karena sumber sampahnya berasal dari industri sebagai produsen sampah di hulu dan konsumen menjadi produsen sampah di hilir. Rantai produsen sampah perlu diketahui bersama agar bisa menemukan solusi berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan EPR secara sistematis, terstruktur dan masif, Indonesia perlu mengangkat isu EPR di KTT G20, Presiden Jokowi sebagai Presidensi G20 bisa memengaruhi atau mendorong perusahaan EPR lewat para kepala negara G20.
Langkah Pra KTT G20
Perlu ada langkah stratejik percepatan perumusan EPR oleh DPR RI dan Presiden Jokowi agar segera menerbitkan PP EPR berdasar mandat Pasal 16 UUPS, untuk melaksanakan Pasal 13,14 dan 15 UUPS.
Pasal 16 UUPS akan menentukan pedoman EPR, sebagai sistem pelaksanaan untuk pemangku kepentingan (stakeholder) EPR, khususnya perusahaan industri produk berkemasan agar tidak sesat jalan.
Sisa kemasan produk yang tidak diurus dengan PP EPR inilah yang ahirnya menjadi sampah, ada bernilai ekonomi tinggi (LDU) dan ekonomi rendah (BDU). Semua harus diatur dalam PP, karena sampah kemasan tersebut sudah dibayar konsumen, dimana uangnya sekarang?
Mandat Pasal 16 UUPS menjadi kunci terlaksananya circular economi sebagai pendukung Industri Hijau. Industri Hijau akan stag bila tidak ada circular ekonomi. Begitupun, tidak ada circular ekonomi bila pengelola sampah tidak menerima insentif (Pasal 21 UUPS).
Insentif sebagai motivasi perubahan paradigma kelola sampah. Lalu, tidak akan ada insentif dari proses circular ekonomi sampah tanpa menarik dana EPR dari perusahaan atas penjualan produknya.
Tanpa PP untuk melaksanakan tanggung jawab perusahaan atas EPR, sangat tidak mungkin terwujud. Karena Pasal 15 dilaksanakan atas dasar Pasal 14 dari perhitungan - pelabelan nilai ekonomi - kemasan yang menjadi sampah, sementara Pasal 13 adalah proses pemilahan dan pengumpulan sampah.
Sekaitan Pasal 15 UUPS, disanalah terjadi pelaksanaan kewajiban produsen industri berkemasan melakukan kewajiban dan tanggungjawabnya untuk mencegah sampah berserakan di bumi, sampai ahirnya ke danau, sungai dan laut.
Perlu diketahui bahwa hampir semua perusahaan multi nasional industri berkemasan dan non kemasan yang wajib melaksanakan EPR adalah investasi asing yang memiliki industri di seluruh Indonesia.
Semua perusahaan itu wajib hukumnya melaksanakan Industri Hijau, disinilah diharapkan Indonesia sebagai Presidensi G20 dapat mendesak perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia atau produk impor yang dijual ke Indonesia.
Penulis selaku Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya dan Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta serta Institut Teknologi Yogyakarta (ITY) telah menyusun draf PP EPR, yang sebentar lagi akan dibahas di DPR RI.
Semoga drafting PP EPR ini bisa segera diselesaikan oleh DPR RI sebelum acara puncak KTT G20 bulan November 2022, agar PP EPR bisa dijadikan kado oleh Presiden Jokowi kepada rakyat Indonesia sebagai buah manis Presidensi G20 Bali.
Sampah dan Industri Hijau
Prinsip Industri Hijau akan mencegah sampah atau limbah industri, sampah menjadi penghambat Industri Hijau -- Industri Hijau mengutamakan praktik sustainability (keberlanjutan) dan kedepannya akan lebih bertahan dibanding dengan industri yang tidak menerapkan prinsip sustainable atau business as usual dan akan runtuh, maka kelola sampah dengan EPR.
Hal itu penting untuk masa depan paru-paru dunia, prinsip menjaga keberlanjutan lingkungan menjadi hal utama. Mendorong penerapan Industri Hijau akan menjadi andalan pemerintah ke depan dalam mengurangi sampah di Indonesia.
Presiden Jokowi tahun 2021 telah memberi arahan untuk percepat pengembangan ekonomi Industri Hijau dan Biru serta percepat penguatan green economy, green technoligy dan green product.Â
Untuk memperkuat, pemerintah tentu bersama Bank Indonesia telah berkomitmen untuk memberi dukungan kebijakan dan infrastruktur serta pemberian fasilitas dalam pelaksanaan Industri Hijau.
Terus semangat mengawal Indonesia sebagai Presidensi G20, agar semangat pulih bersama menghadapi ekonomi dunia yang labil dalam situasi dan kondisi transisi pasca Pandemi Covid-19 kembali normal.
Jakarta, 16 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H