Isu perubahan iklim menjadi salah satu bahasan utama dalam rangkaian acara G20. Di mana pengelolaan sampah pula menjadi pendukung utama pengendalian perubahan iklim yang harus dilakukan menuju industri hijau (green industry) atau industri berkelanjutan (sustainability industry).
Sebagai pemantik Industri Hijau adalah melaksanakan Extanded Produser Responsibility (EPR), sebuah kewajiban industri produk berkemasan untuk ikut bertanggungjawab atas sisa produknya yang menjadi sampah, baik dalam maupun di luar kawasan industrinya.
Termasuk kewajiban seluruh negara G20, secara sendiri maupun bersama harus ikut menjaga "lingkungan" di Indonesia sebagai paru-paru dunia, saatnya kepala-kepala negara G20 diingatkan untuk penuhi kewajibannya menjaga paru-paru dunia sebagai tanggungjawab bersama.
Industri multi nasional yang ada di Indonesia, sebagian besar investasi asing yang perlu diingatkan kewajibannya sebagai penghasil sampah di Indonesia. Jangan ragu, mereka sesungguhnya paham EPR, karena sudah lama diberlakukan di luar negeri untuk pembiayaan sampah.
Indonesia berperan besar dan memiliki kekuatan sebagai Presidensi G20 didalam memengaruhi dan menekan pelaksanaan EPR di Indonesia, khususnya bagi perbaikan ekonomi dan keuangan Indonesia, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia sedapatnya menjadi katalisator pelaksanaan atau penampung dana EPR sampah.
Presidensi G20 menjadi momentum untuk tunjukkan bahwa Indonesia is open for business. Harus mendorong pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan dari sumberdaya sampah, untuk didedikasikan pada dunia dan Indonesia, di mana sampai hari ini Indonesia masih kondisi darurat sampah karena belum menjalankan EPR.
EPR Akselerasi Industri Hijau
EPR merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diperluas, artinya sebuah kewajiban perusahaan atau industri produk untuk menarik kembali sisa produknya yang menjadi sampah. Sumber dana EPR berasal dari konsumen yang membeli produk, pemerintah dan Bank Indonesia harus hadir mengatur lalu lintas dana EPR sampah.
Nilai ekonomi EPR itu harus dikembalikan pada konsumen yang mengelola sampah atau yang menangkap sisa produk yang menjadi sampah, karena nilai EPR telah inklud dimasukkan dalam mekanisme harga produk, sebagaimana amanat regulasi sampah yang ada.
EPR ini seharusnya berlaku efektif tahun 2022, namun sampai sekarang belum dilaksanakan. Sepertinya pemerintah kurang perhatian, belum membuat sistem pelaksanaannya. Masyarakat perlu mendesak pemerintah atau perusahaan agar dana EPR segera dikembalikan ke rakyat (Baca: konsumen).