"Bila ingin sukses dalam penanganan sampah menuju Indonesia Bersih 2025, birokrasi perlu didorong untuk miliki daya juang, daya dorong, daya gerak, dan daya hidup yang bersendikan tata nilai kebaikan akhlak dan moral dalam diri manusia sebagai modal dasar membangun karakter." H. Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya.
Tantangan penanganan sampah kian berat karena Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, tentu linier sampahnya semakin bertambah.
Sementara dalam penanganan sampah di 514 kabupaten/kota Indonesia itu jalan di tempat, bahkan bisa disebut mundur beberapa langkah dan masih pola (mindset) konvensional atau berparadigma lama, yaitu fokus buang sampah di Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA).
Penanganan sampah masih cost center (biaya) yang seharusnya profit center (investasi). Karena sampah adalah sebuah sumber daya, maka otomatis pengelolaan sampah di sumber timbulannya, agar nilai ekonominya bisa dimunculkan.
Berdasarkan data Administrasi Kependudukan (Adminduk) 2021, jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 272 juta jiwa. Tentu sampahnya makin menumpuk, bila tidak di kelola dengan benar.
Baca Juga:Â Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia
Jumlah penduduk sebanyak itu berarti potensi volume sampah Indonesia tahun 2022 sekitar 190 ribu ton per hari, atau total produksi sampah Indonesia sebesar 68,6 juta ton per tahun.
Indonesia, sampai saat ini belum mampu mengurus sampahnya dengan benar dan berkeadilan sesuai aturan dan standar, padahal pedoman dalam regulasi sampah sudah sangat jelas arah dan capaian serta target yang akan diraih.
Sampah masih menjadi persoalan pelik di Indonesia. Sistem pengolahan sampah yang belum ada mengikuti arah
regulasi UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), nyata kaum birokrasi abai melaksanakan UUPS yang memberi mandat agar sampah di kelola di sumber timbulannya.
Padahal sangat jelas dalam sampah ada sumber daya (profit center), maka pihak birokrasi seharusnya menuntun arah profit yang sehat kepada para pihak untuk mendapatkan rezeki yang berkah. Bukan terjadi sebaliknya, berbiaya mahal atau cost center.