Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kenapa Pupuk Kompos Sampah Harus Berstandar SNI?

7 Juli 2022   14:24 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:07 2671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis panen wortel organik menggunakan kompos di Dataran Tinggi Dieng Kab. Wonosobo. Sumber: DokPri

"Memenuhi sertifikasi organik, seluruh mata rantai proses suplai hulu-hilir harus disertifikasi, mulai dari lahan, bibit, pupuk, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, hingga tahap pemasaran dan distribusi."

Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, produsen hanya boleh mencantumkan klaim organik atau label organik di kemasannya apabila produknya telah memiliki sertifikasi organik yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi, syarat sah pemasaran.

Standar produk di Indonesia, harus dibuktikan dengan pemakaian logo Standar Nasional Indonesia (SNI) Organik. Namun tidak boleh asal cetak atau tempel saja pada kemasan produknya, tapi harus melalui sertifikasi terlebih dahulu oleh lembaga yang berwenang.

Baca Juga: 2000 Desa Organik, Janji Jokowi Belum Terpenuhi

Kompos dan Pangan Organik

Masyarakat para pengelola sampah organik domestik atau sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di seluruh Indonesia yang mengolah sampah atau limbah pertanian dan perkebunan serta jenis residu sampah organik dari industri menjadi kompos, perlu memperhatikan standar industri yang dipersyaratkan.

Pemerintah mengeluarkan standar industri kompos dari sampah organik domestik dengan nomor Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik. Karena begitu pentingnya SNI ini untuk produsen, konsumen dan terlebih demi keberlangsungan lingkungan yang sehat, khususnya untuk mem-backup syarat perolehan label produk organik.

Baca Juga: Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik

SNI 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik, disusun dalam rangka pengaturan mutu produk kompos sehingga dapat melindungi produsen dan konsumen serta mencegah pencemaran lingkungan. 

Jadi kebutuhan SNI Kompos sebenarnya untuk kebaikan bersama, termasuk melancarkan pemasaran. Artinya mutlak diperlukan, bila produknya ingin mendapat tempat di konsumen, bukan untuk mempersulit produsen atau masyarakat yang mengolah sampah menjadi pupuk kompos.

Standar kualifikasi SNI 19-7030-2004  kompos dari sampah organik domestik. Sumber: SNI Kompos
Standar kualifikasi SNI 19-7030-2004  kompos dari sampah organik domestik. Sumber: SNI Kompos

Jangan Asal Buat Kompos

Standar kualitas SNI 19-7030-2004 dapat digunakan sebagai acuan bagi produsen kompos dalam memproduksi kompos. Bukan hanya sekedar menjadikan sampah organik menjadi kompos tanpa harus memperhatikan unsur-unsur hara makro dan mikro yang ada dalam kompos tersebut.

Bila ingin memenuhi standar yang diamanatkan dalam SNI kompos sampah domestik organik, tidaklah sulit. Banyak tersedia bahan kebutuhan tersebut di sekitar kita untuk mendapatkan unsur hara makro-mikro dalam pengomposan atau dekomposisi sampah organik. Hanya dibutuhkan kejelian dan kemauan yang kuat untuk memenuhi standar produksi, demi kelancaran produksi dan pemasaran.

Baca Juga: Pemerintah Gagal Bangun Desa Organik dan Subsidi Pupuk Organik

Memang tidak dipungkiri, bahwa semua sampah organik yang diolah menjadi kompos pasti memberi pertumbuhan yang baik dan hijau pada tanaman, menurut penglihatan mata telanjang. Namun belum tentu hasil daripada produk tanaman tersebut mengandung nutrisi organik standar yang baik pada kesehatan manusia dan lingkungan. (Baca dan perhatikan standar kualitas kompos sesuai SNI pada dokumen foto di atas).

Walau tanpa SNI, bila kompos itu diaplikasi pada tanaman atau tumbuhan, memang kelihatan berdaun hijau dan subur dipandang mata. Karena kompos memberi ruang gerak pada akar tanaman, di mana tanah tempat tumbuhnya pohon atau tanaman akan menjadi gembur karena bercampur kompos yang mengandung  unsur serat tinggi serta mikroba yang ada dalam kompos. Tapi belum tentu memenuhi unsur kualitas SNI Kompos.

Baca Juga: Subsidi Pupuk Organik Menjadi Peluang dan Ancaman Menteri Pertanian

Tapi ingat bahwa produk dari tanaman tanpa SNI tersebut belum tentu mengandung vitamin atau nutrisi yang dibutuhkan tanaman dari tanah yang tidak mengandung unsur hara makro dan mikro. Maka dalam produksi kompos harus diperhatikan dan diikuti petunjuk kandungan kualitas yang ada dalam SNI Kompos.

"Pangan organik bukan hanya tentang pertanian atau produk makanan semata, tapi lebih bermakna pada kehidupan yang berkelanjutan - sustainable development - gaya hidup sehat untuk diri sendiri dan juga terhadap lingkungan." H. Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.

Ilustrasi: Tanah pertanian butuhkan kompos untuk kembalikan unsur hara tanah dan menekan biaya serta menambah produksi. Sumber: DokPri 
Ilustrasi: Tanah pertanian butuhkan kompos untuk kembalikan unsur hara tanah dan menekan biaya serta menambah produksi. Sumber: DokPri 

Syarat Pertanian Organik

Selain tujuan SNI Kompos untuk melindungi produsen dan konsumen serta mencegah pencemaran lingkungan. Juga akan mendukung budi daya pertanian organik. Karena syarat atau standar prosedur operasional (SOP) pertanian organik, harus menggunakan kompos yang ber SNI 19-7030-2004. Kalau komposnya tidak ber SNI, akan terganjal pada syarat sertifikasi produk organik.

Syarat budi daya pertanian untuk mendapatkan sertifikasi produk organik harus didukung oleh pemupukan yang menggunakan pupuk organik dan kompos yang memiliki sertifikasi pupuk kompos ber SNI, merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi dalam budi daya pada pertanian organik.

Baca Juga: Subsidi Pupuk Organik Menjadi Peluang dan Ancaman Menteri Pertanian

Jadi manfaat produksi sampah menjadi kompos dalam mengikuti aturan sertifikasi produk ber SNI, bukan mengada-ada atau akan mempersulit masyarakat atau khususnya produsen sampah organik menjadi pupuk organik padat dan cair, justru SNI tersebut akan lebih membantu mengembangkan dan mengamankan usaha produksi kompos dari sampah.

Sisi positif SNI pada produk kompos dari sampah organik, akan memudahkan pemasaran yang berkelanjutan, di samping menjaga kualitas kesehatan tanaman dan produk oleh para konsumen daripada pupuk kompos itu sendiri, serta menjamin keberlanjutan usaha masyarakat dan petani dalam pengelolaan sampah, efek multi guna.

Kompos suplemen untuk memenuhi standar SNI Kompos dari sampah organik. Sumber: DokPri
Kompos suplemen untuk memenuhi standar SNI Kompos dari sampah organik. Sumber: DokPri

Baca Juga: Bangun Pertanian Organik Indonesia

Karena kurangnya sosialisasi SNI Kompos, maka banyak pengusaha tanaman (nurseri) atau penjual kebutuhan pehobbyes tanaman dan kebun buah-buahan menjual kompos tanpa memperhatikan kualitas atas kompos itu sendiri. 

Akhirnya tidak terlalu diminati oleh konsumen, karena tidak mendapatkan efek yang signifikan pada tanaman dari penggunaan kompos non SNI.

Termasuk masyarakat ataupun petani yang menggunakan kompos kurang memahami pentingnya kompos dari sampah yang berkualifikasi mengikuti SNI Kompos dari sampah organik. Sehingga daya tarik petani menggunakan kompos kurang terlihat, malah antipati karena tidak berpengaruh pada tanaman. 

Padahal kalau petani paham, maka pasti akan produksi sendiri dari bahan baku yang mudah diperoleh dari rumah tangga, biaya operasional murah dan hasil produksinya berlipat ganda.

Juga banyak kalangan yang keliru dalam mengaplikasi kompos, banyak yang menabur saja. Padahal seharusnya kompos itu diaduk bersama tanah pertanian atau perkebunan, termasuk di dalam wadah pot. Misalnya dalam sawah bisa di mix sekitar 5-10 ton/ha (ideal), atau dalam wadah pot di mix antara 80% kompos dan 20% tanah.

Baca Juga: Sampah sebagai Pendukung Utama Pertanian Organik Indonesia

Banyak muncul pendapat di masyarakat ataupun petani yang mengklaim bahwa pupuk kompos itu tidak bagus. Karena memang komposnya yang tidak berkualitas, artinya tidak mengikuti norma pengomposan yang benar serta cara pemakaian yang keliru. Juga celakanya, para penyuluh pertanian kita tidak dibekali ilmu tentang kompos dari sampah tersebut.

Umumnya pupuk kompos yang banyak diproduksi dan dijual di pasaran tersebut sebenarnya tidak memenuhi standar kualitas pembuatan kompos yang mengikuti pedoman SNI 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik. Akhirnya banyak menumpuk karena tidak laku di pasaran.

Baca Juga: Aneh, Kementerian Pertanian Tak Masuk Dalam Jaktranas Sampah

Kompos yang baik bisa dipastikan kondisinya tidak kering, tapi lembab karena mengandung mikroba. Bila menemukan kompos yang kering, bisa dipastikan bahwa proses dekomposisinya tidak baik atau kurang mengandung mikroba pengurai dan suplemen kompos serta bahan baku utamanya bukan dari sampah rumah tangga.

Dasar atau bahan baku utama dalam melakukan dekomposisi sampah organik atau produksi sampah organik menjadi pupuk kompos yang baik adalah menggunakan sampah domestik rumah tangga atau sampah sejenis sampah rumah tangga, yang memang sudah 'ditakdirkan' untuk tidak merepotkan produsennya dalam produksi yang mendekati kualitas kompos ber SNI.

Baca Juga: Asrul Hoesein: Koperasi Sampah Penggerak Circular Ekonomi Indonesia Bersih

Artinya bahan baku utama produksi kompos yang paling baik dan berkualitas berasal dari dapur atau sampah organik rumah tangga atau sejenis sampah rumah tangga, termasuk pasar basah yang banyak mengandung kotoran-kotoran atau darah ikan, kotoran ayam, limbah sayuran dan buah-buahan.

Walau bahan dasar utama tersebut, juga masih perlu ditambahkan atau dilengkapi dengan unsur hara makro dan mikro dengan mengikuti petunjuk kualitas dari SNI Kompos Sampah Organik. Karena memang bahan baku tambahan tersebut ada di sekitar wilayah pengomposan, begitu adilnya Tuhan YMK, subahanallah.

Baca Juga: Indonesia Bersih Hanya Jargon Jika Sampah Rumah Tangga Tak Dikelola

Yaksindo dalam pendampingan program CSR pengolahan sampah menjadi kompos di Dieng Wonosobo. Sumber:DokPri
Yaksindo dalam pendampingan program CSR pengolahan sampah menjadi kompos di Dieng Wonosobo. Sumber:DokPri

Syarat Pertanian Organik

Suatu produk pertanian dan perkebunan bisa bersertifikasi organik apabila seluruh proses produksi hulu-hilir dipenuhi, mulai dari budi daya (penggunaan pupuk kompos organik harus berstandar SNI), panen, pascapanen, pengolahan produk, pengemasan, pelabelan, penyimpanan, hingga distribusi logistik sudah memenuhi kaidah-kaidah organik.

Baca Juga: Dampingi Wilayah Destinasi Wisata Kelola Sampah

Hal tersebut bisa dibuktikan dengan lolos proses inspeksi dari lembaga sertifikasi secara rutin setiap tahunnya, guna memastikan integritas keorganikan dapat dipertanggungjawabkan. Begitu pula bila produk organik akan di ekspor, tetap harus memiliki SNI dan Standar Produksi Internasional yang dikeluarkan oleh berbagai negara.

Tanah pertanian organik dan non organik absolut mempergunakan pupuk kompos sebagai basis lahan tani dan kebun yang ideal, karena akan mengembalikan unsur hara dan menggemburkan tanah yang jenuh dengan pupuk kimia.

Di samping tujuan utama kompos adalah menyimpan atau menabung air, sehingga dapat mengurangi frekuensi penyiraman pada tanaman (efisiensi air), artinya prinsip pertanian organik itu kedap air serta produksi kompos berefek ganda pada kebersihan dan kesehatan lingkungan menuju Indonesia Bersih dan Sehat.

Surabaya, 7 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun