Sebelumnya, Pemerintah melalui Kemenaker RI telah menjadikan pelatihan vokasi sebagai program prioritas, yang tentunya akan lebih masif tercipta bibit SDM Indonesia yang berkualitas. Seiring dengan revolusi industri jilid keempat (industry 4.0) dan berkembangnya teknologi digital.
Persaingan bisnis dan pembangunan yang semula banyak bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam (SDA), kini telah bergeser pada persaingan pada penguasaan teknologi informasi (ICT) dan kompetensi angkatan kerja. Di sinilah pentingnya investasi SDM melalui Diklat Vokasi sebagaimana harapan Presiden Jokowi dengan merevisi Kepres Kursus Latihan Kerja dengan menerbitkan Perpres Revitalisasi Diklat Vokasi.
Dalam bidang ketenagakerjaan, Indonesia dihadapkan pada ketimpangan SDM angkatan kerja dimana 58,76 persen adalah lulusan SD dan SMP serta fakta miris mengenai mis-match (ketidakcocokan antara bidang ilmu dengan jenis pekerjaan yang ada sesuai tuntutan peradaban) yang hingga mencapai 63 persen. Dengan digalakkannya pelatihan vokasi, Kemenaker telah melakukan beberapa terobosan, yakni program secara besar-besaran terkait pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK), pemagangan terstruktur serta sertifikasi uji kompetensi.
Masifikasi pelatihan di BLK dengan memberikan triple skilling: skilling, up-skilling dan re-skilling. Skilling, berarti untuk angkatan kerja yang ingin memperoleh skill atau kecakapan. Up-skilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan skill agar lebih mahir, serta re-skilling untuk pekerja yang ingin mendapatkan atau mengasah keterampilan baru.
Kita semua harus waspada dan antisipasi, karena Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh di dunia. Namun capaian tersebut mengisyaratkan penduduk usia produktif yang memiliki skill harus mumpuni dengan kompetensi handal dan kualitas SDM yang potensial serta profesional.
Pada intinya, sekolah atau diklat vokasi harus benar-benar fokus diarahkan untuk mencetak manusia handal dengan lulusan (intrapreneur) yang siap bekerja dan mampu menciptakan pekerjaan (entrepreneurship) sesuai kebutuhan dunia kerja saat ini. Oleh sebab itulah sekitar 70 persen dari isi program pembelajaran merupakan praktik di industri atau dunia nyata non teori semata, Indonesia harus siap menjemput bonus demografi. Jangan sampai anak-cucu mencerca kita sebagai orang tua yang tidak tahu diri.
Pasuruan, 15 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H