Hampir semua asosiasi-asosiasi di Indonesia pecah atau terjadi dualisme organisasi, ahirnya generasi-generasi saat ini hilang panutan, ahirnya ikut juga tidak mengerti bagaimana mengelola organisasi. Malah yang terjadi hanya mengcopy paste pendahulunya dalam mengelola organisasi yang salah, karena mendahulukan egoisme atau penempatan kepentingan yang subyektif.
Baca Juga: Industri Plastik dan Bank Sampah dalam Jangkauan Asosiasi dan Oemerintah
Egoisme terjadi karena kebablasan atau keliru dalam menjalankan kebebasan mengemukakan pendapat pasca reformasi. Ahirnya muncullah asosiasi-asosiasi tanpa roh lagi sebagai mitra pemerintah dan pengayom anggota, diduga banyak terjadi oknum asosiasi menjadi kaki tangan pejabat dalam melancarkan konsfirasi.Â
Organisasi kewartawanan juga sama tidak solidnya di internal, Dewan Pers juga kurang mampu menghadapi tumbuh berkembangnya media online dan jurnalis dadakan. Dewan Pers seakan tidak ada tajinya menghadapi para jurnalistik.
Hanya tersisa organisasi dokter di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang sejak lahirnya masih bisa disebut eksis dan belum terpecah belah, semoga dengan di keluarkannya Dokter Terawan dari IDI tidak menjadikan organisasi ini ikut pecah juga.
Begitu juga organisasi dan asosiasi-asosiasi di persampahan malah lebih bobrok lagi, umumnya kelihatan pengelola asosiasi tidak memahami keberadaannya sebagai mitra sejajar pemerintah.Â
Jadi jangan heran bila urusan sampah terus bermasalah di Indonesia. Karena pemerintah sendiri yang melemahkan partnernya demi kepentingan sesaat saja.
Baca Juga:Â KADIN Indonesia Harus Akreditasi Asosiasi Bidang Persampahan
Sampling APDESI
Selain asosiasi profesi atau perusahaan, juga ikut terimbas pecah-belah pada asosiasi di pemerintahan, misalnya Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi sudah tidak harmonis lagi secara internal.
Dimasa Kementerian Desa san PDTT saat dijabat oleh Menteri Eko Putro Sandjojo, APDESI sudah tidak solid lagi sampai sekarang, terpecah belah juga. Lebih parahnya pemerintah pusat dan daerah sepertinya membiarkan kekisruhan itu. Padahal tidak susah diselaraskan para anggota APDESI dari unsur kepala desa tersebut.