"Benar-benar bangsa Indonesia kebablasan dalam ruang kebebasannya sendiri, karena tidak mampu menempatkan kepentingan pada porsinya, seakan terjadi kebebasan tanpa batas logika lagi pasca reformasi." Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.
Bebas sebebasnya berbuat dan berserikat hanya mengejar nama atau power tanpa ada yang membangun qualitas sumber daya manusia (SDM) untuk handal berorganisasi demi eksistensinya sebagai organisasi yang profesional dalam mencapai tujuannya.
Organisasi profesi atau asosiasi-asosiasi perusahaan didirikan hanya dijadikan tameng sebagai sarana pencitraan untuk mendekatkan diri dengan penguasa dalam mendapatkan power, yang ujungnya berpotensi menjadi partner dalam menciptakan bancakan korupsi. Baik di perusahaan sendiri maupun di pemerintahan. Seakan organisasi berada pada ketiak oknum pemerintah saja.
Salah satu contoh misalnya, banyaknya permainan dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR), yang diduga dipermainkan atau terjadi konspirasi dengan mengatasnamakan asosiasi atau perusahaan (sebagai mediator) baik di dalam perusahaan pemilik CSR sendiri dan pada pemerintah maupun pada pemerintah daerah. Ahirnya dana CSR tidak sampai sepenuhnya pada penerima yang sah, yaitu rakyat.Â
Ingat dana CSR bukan milik pemerintah dan perusahaan CSR, tapi dana CSR itu adalah milik rakyat. Dana CSR tidak boleh dibelanja untuk kepentingan pemerintah atau negara, harus diberikan pada rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Penggunaan dana CSR harus berbasis masyarakat.Â
Baca Juga:Â KADIN Harus Kuatkan Asosiasi Persampahan
Presiden Jokowi Harus Turun Tangan
Sangat mengherankan, Presiden Jokowi yang juga mantan pengurus organisasi usaha di Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan organisasi lainnya, punya jam terbang tinggi di organisasi, harusnya memahami masalah kebuntuan pada organisasi profesi dan perusahaan.
Tapi kelihatannya malah tidak mampu merapikan organisasi profesi atau asosiasi perusahaan untuk mengawal atau mengaplikasi hasil pembangunan suprastruktur dan infrasutruktur yang dibangun oleh Presiden Jokowi sendiri.Â
Nampak jalan-jalan tol yang terbangun, belum bisa memberi kontribusi yang signifikan untuk mengangkat potensi sumber daya alam (SDA) yang di lewati jalan tol dan pelabuhan tol laut.