Kenapa banyak resistensi terhadap PLTSa Putri Cempo Solo, minimal Gibran sebagai Walikota Solo untuk sempatkan waktu baca berita, jangan semua dengar dari orang-orang dekatnya, agar tidak salah menanggapi protes masyarakat dan terlebih tidak salah mengeluarkan kebijakan.Â
Baca tulisan saya Mas Gibran di Kompasiana dan beberapa media, karena termasuk saya dan Walhi serta beberapa LSM menggugat Perpres 18/2016 PLTSa 7 Kota dan dicabut perpres tersebut. Buat kajian akademik yang obyektif terhadap Perpres 35/2015 PLTSa-PSEL yang penulis sebut sebagai perpres reinkarnasi dari perpres yang telah dicabut itu dan jangan buat kajian yang terkesan "pesanan" alias kajian ABS saja.
Gibran coba tanya ke Mahkamah Agung (MA) bahwa kenapa dicabut Perpres No.18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar...???
Pesan Untuk Walikota Solo Gibran
Sesungguhnya sejak lama dan jauh sebelum Gibran duduk di kursi Walikota Solo, penulis selalu mengingatkan kepada 7 kota (Perpres 18/2016) dan 12 kota (Perpres 35/2018) termasuk Kota Surakarta yang khusus disasar oleh Perpres 18 Tahun 2016 PLTSa yang telah dicabut MA.
Berdasar hal tersebut, merasa sangat penting penulis memberi pesan pada Mas Walikota Solo Gibran antara lain:Â
- Jangan terlalu bereaksi bila ada yang koreksi PLTSa Putri Cempo Solo, karena memang itu bukan solusi untuk sampah Indonesia.
- Sebagai putra presiden, jaga nama baik Presiden Jokowi agar ciptakan kesan baik dengan tidak memaksakan kehendaknya untuk ngotot melanjutkan PLTSa Putri Cempo.
- Segera jalankan amanat UUPS, itu solusi terbaik dan pro rakyat. Untuk penjelasan detail pada point 3 (tiga) ini silakan baca di Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia dan sampaikan secara dinas/pribadi pada Presiden Jokowi, agar beliau tidak sesat jalan memandu para menteri pembantunya dalam urusan sampah.
- Pacu produksi pupuk organik kompos berbasis kawasan (Pasal 12,13 dan 45 UUPS) untuk mendukung Nawacita Presiden Jokowi. Karena masih ada utang Nawacita yang tidak diperhatikan yaitu janji pembangunan 2000 Desa Organik di Indonesia.Â
- Membayar utang Nawacita 2000 Desa Organik, sama saja menyelesaikan sampah Indonesia dan menutup target subsidi pupuk organik 1 Juta Ton/Tahun, dimana target ini juga tidak dipenuhi oleh Menteri Pertanian era Presiden Jokowi, mengingat waktu berahirnya masa jabatan Presiden Jokowi tahun 2024 diambang pintu.
- Agar tidak sesat jalan dalam urusan sampah, harap Walikota Solo Gibran pelajari masalah sampah Indonesia, tolong baca tulisan saya di Kementerian Pertanian Gagal Membangun 1000 Desa Organik, Presiden Jokowi Absolut Melakukan Transformasi Bank Sampah dan TPS3R, Koperasi Sampah "PKPS" sebagai Poros Circular Ekonomi.
- Penolakan PLTSa-PSEL bukan karena alasan "pemulung kehilangan pekerjaan" tapi memang PLTSa-PSEL itu akan merusak sistem pengelolaan sampah yang diamanatkan UUPS dan/atau akan merusak semua rantai nilai ekonomi sampah.Â
Baca Juga:Â Imposible Listrik Sampah PLTSa-PSEL di Indonesia
Sebenarnya Walikota Solo Gibran keliru dan sangat tergesa-gesa melanjutkan PLTSa Putri Cempo itu, proyek itu peninggalan Walikota Solo yang lama dan gagal melanjutkan PLTSa karena melabrak UUPS.
Walikota Solo Gibran perlu ketahui bahwa, operasionalisasi PLTSa Putri Cempo itu harus didahului kerjasama regional antar daerah untuk pemenuhan bahan bakunya. Tapi itupun semua keliru, karena solusi sampah bukan sentralisasi tapi desentralisasi sebagaimana amanat UUPS.
Jadi sesungguhnya PLTSa Putri Cempo Solo itu wajib di Setop, kalaupun dipaksakan berjalan atau operasionalisasi maka sangat dipastikan akan mangkrak, seperti PLTSa-PSEL Merah Putih di TPA Bantargebang Bekasi milik Jakarta dan PLTSa-PSEL di TPA Benowo milik Surabaya. Padahal kedua PLTSa-PSEL itu kurang apa sampahnya, tapi masih juga stag, karena mengharap tipping fee yang tidak mampu dibayarkan oleh pemda. Kalaupun dipaksa bayar, tentu akan menjadi pintu masuk KPK.
Bila berdasar Perpres No. 35 Tahun 2018 itu bertujuan mempercepat investasi PLTSa di 12 kota (DKI Jakarta, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Palembang dan Kota Manado). Agar Pemerintah berharap pembangunan PLTSa di 12 kota tersebut menjadi percontohan bagi Pemda seluruh Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai Badan Usaha dalam menanggulangi problema persampahan di kotanya masing-masing. Tapi Perpres 35/2018 inipun sesungguhnya cacad, karena merupakan reinkarnasi dari Perpres 18/2016 yang telah dicabut oleh MA pada tahun 2016.