Hal itu hanya lebih pada maksud tertentu untuk pengalihan literasi atau prasa kalimat tanpa ada perubahan makna dan pola penanganan kebijakan di Toko-Toko ritel dan toko modern di seluruh Indonesia, bahwa kantong plastik itu tetap berbayar atau tidak gratis.Â
Oknum KLHK hanya akal-akalan saja untuk membohongi masyarakat (baca: konsumen). Penulis banyak kali menulis dan mengangkat masalah ini di media cetak dan online termasuk di medsos tanpa ada bantahan tertulis dari oknum yang diduga terlibat, harusnya bantah juga secara tertulis bila merasa benar.
Pertanyaannya, kenapa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atau Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tidak bersuara untuk membela konsumen pada masalah penjualan kantong plastik ini pada konsumen, dimana posisi mereka pada saat itu sangat strategis menolak kebijakan ini.
Sebenarnya pihak BPKN dan YLKI pada saat sebelum muncul Surat Edaran ke-2 KPB di Bulan Februari 2016 mutlak menolak, apabila KLHK tidak memperhatikan Surat Edaran ke-1 KPB di Bulan Desember 2015 dengan keharusan pelibatan Gubernur, Bupati/Walikota serta lintas menteri dan DPR-RI sebelum melakukan eksekusi KPB atau mulai menjual kantong plastik kresek pada tanggal 21 Februari 2016.
Baca Juga:Â Menteri LHK Tidak Mampu Urus Sampah?
Jadi keterlibatan bupati dan walikota sebagaimana substansi SE Â ke-1 KPB sangat penting mendengar suara dari pemerintah daerah (pemda). Apalagi Kantong plastik kresek itu sebagai wadah belanjaan yang menjadi kewajiban penjual sebagai fungsi service atau memberi pelayanan pada konsumen setelah membeli barang/produknya (Pasal 612 KUPerdata dan beberapa pasal lainnya). Lagi pula infrastruktur pelaksana kebijakan KPB-KPTG itu di daerah belum siap untuk melaksanakannya.
Apakah karena BPKN dan YLKI ada di dalam Surat Edaran KPB-KPTG tersebut, sehingga merasa serba salah? Tapi seharusnya BPKN harusnya tegas menolak sebagai lembaga yang ada di bawah Kementerian Perdagangan, semestinya membela masyarakat konsumen, bila memang YLKI memilih diam. Ataukah sama saja BPKN dan YLKI merasa bersalah juga sehingga memilih diam terhadap KPB-KPTG sampai sekarang. Namun pada dasarnya BPKN dan YLKI jangan diam donk. Harusnya bela konsumen sebagaimana eksistensi lembaganya.
Maka penulis dalam pantauan sejak 2016 sampai 2022 saat ini, seharusnya Menteri LHK melalui Dirjen PSLB3 KLHK melakukan evaluasi atas kebijakan KPB -KPTG tersebut, bila perlu buat keputusan untuk menyetop kebijakan KPB-KPTG dan cabut SE KPB-KPTG yang telah dikeluarkannya itu.
Jangan dibiarkan begitu saja berjalan memungut uang rakyat tanpa bertuan, ini ke depan akan memakan korban lebih besar bila aparat penegak hukum atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polisi dan Jaksa masuk ke dalam masalah ini melakukan investigasi atau langsung mengadakan penyelidikan dan penyidikan (lidik) atas dugaan terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga:Â Gubernur Jakarta dan Bali Keliru Sikapi Sampah Plastik
Masalah pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang ada dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang didorong oleh KLHK, sesungguhnya sangat keliru besar. Karena plastik sekali pakai ini bukan hanya kantong plastik kresek, tapi hampir semua kemasan tergolong atau masuk kategori plastik sekali pakai yang dilarang penerintah dan beberapa pemda di Indonesia.