Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Sedekah Sampah" Pendekatan Solusi Salah Kaprah

11 Agustus 2021   01:33 Diperbarui: 11 Agustus 2021   10:41 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penulis melakukan pendampingan pengelolaan sampah di masyarakat Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, Juli-Agustus 2020

Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Sampah Laut (TKN PSL) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dalam menginisiasi peluncuran Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) dan Buku Panduan dan Khutbah Jumat Tata Kelola Sampah Menurut Ajaran Islam yang diselenggarakan secara hybrid pada Jumat, (30-04-2021). Beritanya pada website Kementerian Kordinator Bidang Maritim dan Investasi, bisa baca di Sini.

Pendekatan agama dengan konsep "sedekah" merupakan solusi yang tidak mendidik alias solusi asal-asalan yang tidak memahami masalah, dimana program tersebut didorong oleh TKN PSL dan MUI tersebut sepertinya keliru dengan penerapan sedekah sampah tersebut.

Pendekatan yang kurang elok, karena pastinya masyarakat juga tidak tertarik dengan program tersebut. Memang bukan pada tempatnya dengan pendekatan agama dalam konteks melakukan penekanan "jiwa atau paradigma" untuk sebuah perubahan paradigma kelola sampah tersebut. Pasti mati suri dan stag. Koq sampah mau disedekahkan, sangat tidak inovatif. Kelihatan para penyelenggara gerakan tersebut tidak memahami masalah persampahan.

Baca juga: Meluruskan Arah Bank Sampah sebagai Perekayasa Sosial dan Bisnis

Masyarakat pasti tidak tertarik melakukan "sedekah sampah" tersebut secara berkelanjutan. Karena memang bukan demikian solusi sampah. Seharusnya MUI sebagai lembaga swadaya yang dikelola para alim ulama, untuk mengingatkan para birokrat dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan UUPS. Tapi jangan-jangan MUI sendiri tidak memahami hal ihwal persampahan. Tolong para kiyai-kiyai di MUI baca UUPS dengan cermat.

Terlebih lagi  masyarakat Indonesia yang sangat dikenal kental dengan gengsi yang tinggi, tentu mereka mempertahankan harga dirinya (gengsi) untuk tidak bersedekah sampah di masjid atau tempat lainnya, mana mau disebut bersedekah sampah. Bukan cara demikian merubah paradigma masyarakat dalam tata kelola sampah yang benar.

Baca juga: Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia

Solusi Cerdas, Sedekah Kompos

Seharusnya setiap program dalam tata kelola sampah mendahulukan edukasi. Seperti sedekah sampah, sangat tidak edukatif. Coba misalnya bila ingin memakai pendekatan agama dengan "sedekah" tersebut dengan memasukkan unsur edukasi dengan mendorong etos kerja di masyarakat. 

Dahulukan proses kerja, yaitu Sedekah Kompos misalnya, artinya ada proses kerja yang dilakukan oleh masyarakat. Jadi bukan sampah yang disedekahkan tapi sebuah barang yang bernilai ekonomi. 

Atau mau lebih besar skalanya dalam keterlibatan semua pemangku kepentingan (stakeholder) hulu hilir pengelolaan sampah (organik dan anorganik), kombain dengan program "Sedekah Sapu", banyak cara memberi edukasi yang edukatif di masyarakat yang bersifat positif bisa merubah paradigma kelola sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun