Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Sampah Laut (TKN PSL) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dalam menginisiasi peluncuran Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) dan Buku Panduan dan Khutbah Jumat Tata Kelola Sampah Menurut Ajaran Islam yang diselenggarakan secara hybrid pada Jumat, (30-04-2021). Beritanya pada website Kementerian Kordinator Bidang Maritim dan Investasi, bisa baca di Sini.
Pendekatan agama dengan konsep "sedekah" merupakan solusi yang tidak mendidik alias solusi asal-asalan yang tidak memahami masalah, dimana program tersebut didorong oleh TKN PSL dan MUI tersebut sepertinya keliru dengan penerapan sedekah sampah tersebut.
Pendekatan yang kurang elok, karena pastinya masyarakat juga tidak tertarik dengan program tersebut. Memang bukan pada tempatnya dengan pendekatan agama dalam konteks melakukan penekanan "jiwa atau paradigma" untuk sebuah perubahan paradigma kelola sampah tersebut. Pasti mati suri dan stag. Koq sampah mau disedekahkan, sangat tidak inovatif. Kelihatan para penyelenggara gerakan tersebut tidak memahami masalah persampahan.
Baca juga:Â Meluruskan Arah Bank Sampah sebagai Perekayasa Sosial dan Bisnis
Masyarakat pasti tidak tertarik melakukan "sedekah sampah" tersebut secara berkelanjutan. Karena memang bukan demikian solusi sampah. Seharusnya MUI sebagai lembaga swadaya yang dikelola para alim ulama, untuk mengingatkan para birokrat dan stakeholder lainnya untuk melaksanakan UUPS. Tapi jangan-jangan MUI sendiri tidak memahami hal ihwal persampahan. Tolong para kiyai-kiyai di MUI baca UUPS dengan cermat.
Terlebih lagi  masyarakat Indonesia yang sangat dikenal kental dengan gengsi yang tinggi, tentu mereka mempertahankan harga dirinya (gengsi) untuk tidak bersedekah sampah di masjid atau tempat lainnya, mana mau disebut bersedekah sampah. Bukan cara demikian merubah paradigma masyarakat dalam tata kelola sampah yang benar.
Baca juga:Â Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia
Solusi Cerdas, Sedekah Kompos
Seharusnya setiap program dalam tata kelola sampah mendahulukan edukasi. Seperti sedekah sampah, sangat tidak edukatif. Coba misalnya bila ingin memakai pendekatan agama dengan "sedekah" tersebut dengan memasukkan unsur edukasi dengan mendorong etos kerja di masyarakat.Â
Dahulukan proses kerja, yaitu Sedekah Kompos misalnya, artinya ada proses kerja yang dilakukan oleh masyarakat. Jadi bukan sampah yang disedekahkan tapi sebuah barang yang bernilai ekonomi.Â
Atau mau lebih besar skalanya dalam keterlibatan semua pemangku kepentingan (stakeholder) hulu hilir pengelolaan sampah (organik dan anorganik), kombain dengan program "Sedekah Sapu", banyak cara memberi edukasi yang edukatif di masyarakat yang bersifat positif bisa merubah paradigma kelola sampah.