Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sandiaga Sulit Mengangkat Elektabilitas Gibran dan Bobby

8 Oktober 2020   16:15 Diperbarui: 8 Oktober 2020   16:12 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sandiaga Salahuddin Uno, Pengusaha dan Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sumber: IG SandiagaUno

"Ada limitasi akses warga negara pada posisi-posisi publik melalui konstestasi pemilu. Rekrutmen calon, baik politik dinasti ataupun calon tunggal, ini dilakukan cenderung tidak demokratis. Melainkan melalui sebuah skema yang eksklusif, tidak terbuka, dan minim partisipasi dari anggota, pengurus, maupun publik" Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan dan Demokrasi (Perludem)

Pengusaha dan Politikus serta mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno (Sandi) ikut mendukung dan menjadi juru kampanye (jurkam) Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Afif Nasution, yang merupakan anak sulung dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Pilkada 2020.

Menurut penulis bukan karena kesamaan visi dan lain sebagainya antara Sandi dan Gibran ataupun Bobby. Tapi semata bagi Sandi adalah menjalankan tugas atau perintah Partai Gerindra dimana Sandi sebagai kader partai besutan Prabowo Subianto, pada prinsipnya Sandi hanya menjadikan momentum itu sebagai strategi politis demi "kelancaran" menuju Pilpres 2024.

Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra dan juga sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Jokowi-Maruf, ikut mendukung pasangan Gibran-Teguh di Pilwakot Solo dan Bobby-Aulia di Pilwalkot Medan. Ya secara otomatis Sandi menjadi pendukung dan jurkam.

Tentu Sandi tidak akan sia-siakan untuk memanfaatkan momentum Pilkada 2020 tersebut demi "penyegaran" elektabilitas dirinya dengan cara ikut mendukung Gibran-Teguh dan Bobby-Aulia.

Sebuah strategi dan keberuntungan bagi Sandi dalam penyelarasan suasana politik atau pengkodisian strategi untuk menghadapi kompetitornya yang cukup lumayan berat nanti di tahap penjaringan Pilpres 2024 yang akan datang.

Sekaligus strategi Sandi mendekati pribadi Presiden Jokowi untuk masuk pintu -- rekomendasi -- agar mulus ke gerbang partai-partai lainnya yang bakalan menjadi kendaraan atau yang akan didekati Sandi pada Pilpres 2024.

Sandi menjadi jurkam Gibran dan Bobby juga tidak akan berpengaruh kuat menyakinkan masyarakat pemilih. Bisa jadi masyarakat menyambut Sandi hanya karena secara pribadi saja rakyat apresiasi terhadap cara silaturahmi Sandi yang cukup baik di hampir seluruh Indonesia, selain sebagai pengusaha sukses dan politikus yang low profile.

Termasuk tokoh elit politik lainnya yang akan turun menjadi jurkam Gibran dan Bobby tidak akan dapat memengaruhi perolehan suaranya di bilik TPS. 

Rakyat pemilih saat ini sudah sangat cerdas dalam menentukan pilihannya dan termasuk cerdas menolak kandidat, terlebih bila disodori calon yang berbasis politik dinasti. Rakyat sudah jenuh dengan dagelan politik murahan. 

Apalagi saat ini sedang panas-panasnya keadaan pasca paripurna persetujuan undang-undang Sapu Jagat -- Omnibus Law -- Cipta Kerja yang di protes oleh banyak LSM dan buruh. 

Presiden Jokowi dan DPR menuai protes keras akibat disetujuinya UUCK. Ini sangat bisa memengaruhi elektabilitas dan perolehan suara Gibran dan Bobby di Pilwakot 2020.

Ilustrasi: Sandiaga Salahuddin Uno menjadi Jurkam Gibran di Pilwalkot Solo dan Bobby di Pilwalkot Medan pada Pilkada Serentak 9/12/2020. Sumber: TindoNews
Ilustrasi: Sandiaga Salahuddin Uno menjadi Jurkam Gibran di Pilwalkot Solo dan Bobby di Pilwalkot Medan pada Pilkada Serentak 9/12/2020. Sumber: TindoNews
Apa Bisnis Andalan Gibran ?

Sebelum Gibran terjun ke dunia politik, ayah kandung Jan Ethes Srinarendra ini dikenal sebagai pebisnis di berbagai bidang usaha, tapi yang menonjol dikenal publik adalah bisnis kulinernya. 

Bisnis kuliner pertama yang dibangun Gibran adalah katering Chili Pari di Surakarta Solo. Katering yang sekaligus menjadi usaha pertama Gibran ini ia bangun saat berusi 23 tahun. 

Kemudian ia melebarkan sayapnya di kancah kuliner dengan merintis beberapa merek makanan lainnya. Seperti House of Knowledge, Martabak dan Cafe Markobar, Icolor, Mangkok Ku, Siap Mas, Goola.

Baru-baru ini bisnis startup Gibran mendapat suntikan modal senilai US$ 5 juta atau setara Rp 71 miliar dari firma modal ventura Alpha JWC Ventures (Sumber: Baca dan Klik di Sini) 

Berharap suntikan modal dari Alpha JWC Ventures, Gibran bakal merealisasikan target menjadi market leader di Indonesia dengan gerai di kota-kota besar dan kecil, serta memulai ekspansi ke negara-negara Asia Tenggara tahun depan.

Peluang Gibran dan Bobby ?

Sangat jelas bahwa Gibran dan Bobby memiliki beban berat pada Pilkada serentak yang hari "H" pada 9 Desember 2020, yang tidak lama lagi di gelar pesta demokrasi lima tahunan di tengah pandemi Covid-19 tersebut.

Tim sukses Gibran dan Bobby harus memaksa diri memenangkan jagoannya pada Pilwakot Solo dan Pilwakot Medan 2020. Berat memang, karena pertaruhan anak dan mantu presiden. 

Bila kalah, akan berefek sangat buruk pada Presiden Jokowi. Bisa diartikan masyarakat tidak senang pada Presiden Jokowi yang juga "seakan" ikut meramaikan "politik dinasti" di Indonesia.

Benar, sangat memalukan jika anak dan mantu Presiden Jokowi kalah di Pilkada, seharusnya Gibran dan Bobby menahan diri dulu -- sabar satu langkah -- maju di Pilkada 2020 sampai ahir masa tugas Presiden Jokowi 2024, mereka masih muda dan belum punya pengalaman mumpuni dalam politik dan kepartaian. 

Apalagi Gibran melawan si Tukang Jahit dan Ketua RW. Hal ini merupakan pertarungan nama dan harga diri keluarga Presiden Jokowi akan tercoreng jika Gibran dan Bobby kalah. 

Kalau pasangan Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) komperitor Gibran-Teguh tidak punya beban, justru jadi semangatnya bertambah melawan kubu yang super power segalanya.

Gibran-Teguh diprediksi akan kesulitan mengalahkan lawannya. Sebab, diketahui bahwa pasangan Bajo maju Pilkada Solo 2020 melalui jalur independen. 

Sebuah keputusan cerdas oleh Bajo tanpa bisa dipermainkan oleh partai dalam konteks penciptaan musuh dalam selimut, bila diusung oleh partai. Tim sukses pasangan Bajo yang hebat cara berpikir dan strateginya, siapa seh konsultan politik pasangan Bajo ??? 

Sebagai pasangan independen, itu merupakan langkah atau test awal -- pemanasan -- menguji konstituen sebelum Hari "H". Biasanya calon dari jalur independen mampu menyalip kandidat populer atau sekalipun incumbant. Pasangan Bajo bisa menambah simpati rakyat Solo karena sangat lemah dibanding lawannya. Lemah yang akan menjadi kuat di hati rakyat pemilih.

Banyak kalangan politis dan akademisi dan masyarakat menilai dan prediksi bahwa Gibran dan Bobby akan berjuang keras untuk memenangkan Pilkada 2020, demi harga diri Presiden Jokowi dan partai-partai besar yang mendukungnya. Juga sekaligus uji coba aspirasi rakyat atas partai besar pendukung putra sulung Presiden Jokowi tersebut setelah mendukung UUCK. 

Utamanya posisi Gibran sangat rawan dan diprediksi akan kalah dari kompetitornya si Tukang Jahit dan Ketua RW.  Dipahami bahwa ini adalah merupakan pertarungan akal sehat bagi masyarakat konstituen di Solo.

Bisa jadi masyarakat Solo akan bergeliat dan lebih menggunakan akal dan rasa untuk mendukung pasangan Bajo dan bisa jadi akan meninggalkan Gibran yang punya power sebagai anak presiden.

Kekuatan akal dan belas kasih yang bisa memenangkan si Tukang Jahit dan Ketua RW itu untuk sebuah perubahan di Solo dalam melawan dinasti politik.

Secara akal sehat memang masyarakat pemilih harus lebih cerdas untuk melakukan perubahan yang mendasar dalam setiap Pilkada di seluruh Indonesia. Agar dinasti politik ini bisa reda terkikis dan semua sadar lalu berhenti demi demokrasi dan kesejahteraan yang adil dan merata.

Perlu dicatat bahwa bukan berarti semua keluarga yang ikut dalam konteks pilkada disebut  masuk dalam dinasti politik. Tergantung kapasitas dan karir yang bersangkutan. 

Banyak keluarga politikus punya basis politik yang sama, memang dipersiapkan sejak dini. Bukan karbitan sebagaimana saat ini banyak dipertontonkan dalam setiap Pilkada atau Pemilu.

Tapi banyak pula kalangan, sesuai apa yang terjadi saat sekarang ini adalah semata aji mumpung saja dan sangat jelas tidak inginkan kekuasaan itu lepas dari rangkulan keluarga.

Lebih dari 20 tahun pasca reformasi, sejarah berulang. Geliat nepotisme dan politik dinasti kembali tampak dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.

Masa Orde Baru dinasti politik tidak menjadi hal biasa. Kecuali dinasti partai politik sudah lama terjadi dan itu sejak Orde Baru. 

Tapi masa Orde Reformasi, dinasti partai politik dan dinasti politik sudah sama selingkuh dan sudah menjadi kelaziman di Indonesia. Hal inilah yang merusak alam demokrasi kita yang perlu segera dilakukan perubahan mendasar.

Sama seperti Gibran, saat mendekati finalisasi penjaringan bacalon Walikota Solo baru masuk mendaftar dan menjadi kader PDIP. Masuk melalui DPD PDIP Jawa Tengah bukan melalui PDIP Solo.

Kondisi Gibran langsung menyalip calon PDIP lainnya dari Solo yang lebih berpengalaman dalam birokrasi. Tapi Megawati Soekarnoputri lebih memilih Gibran. Mungkin itu merupakan hadiah terahir Megawati kepada Presiden Jokowi, tapi entahlah karena itulah politik -- demokrasi -- model NKRI.

Menurut Gibran melalui wawancara dengan Najwa Shihab di Mata Najwa NarasiTV, "yakin tidak ada pengaruh dari Presiden Jokowi atas pencalonannya sebagai calon Walikota Solo" demikian Gibran. Tapi benarkah pengakuan Gibran tersebut.... ? Ingin ketawa, tapi nanti dosa.

Setelah Gibran bersama Teguh Prakosa mendaftar di PDIP jawa Tengah (4/9), lalu menjadi kader PDIP sekaligus niat ingin menjadi bacalon dari PDIP, berubah drastislah formasi calon Walikota Solo dari PDIP yang terlebih dahulu diunggulkan.

Semoga ini semua tidak menjadi pemicu resistensi yang bisa dijadikan catatan atau penilaian dari masyarakat pemilih di Solo. Sehingga bisa membahayakan posisi pemilih Gibran beralih ke Bajo.

Kalau sempat Gibran kalah di Solo, bukan cuma Presiden Jokowi yang akan menanggung malu yang sangat luar biasa, tapi seluruh keluarganya ikut malu dan sama saja kena tamparan dari warga kampungnya sendiri.

Penulis sendiri memprediksi Gibran akan kalah di Solo, itupun kalau seandainya menang, beda tipis suara saja. Tapi sepertinya Gibran tidak akan semulus perjalanan karir politiknya dengan sang ayah. Apalagi Gibran masih hijau dalam politik. Semoga menang saja, agar tidak stres berat keluarga Presiden Jokowi bila kalah. 

Titip saran buat Gibran dan Bobby, hadapilah kompetitormu secara - tampilan - sederhana tanpa kelihatan power yang super kuat itu. 

Tidak perlu turunkan elit-elit partai dan pengusaha dalam sosialisasi dan kampanye. Karena kesederhanaan itu yang akan mengantar keberhasilan karir politik Anda ke depan. Selamat berjuang anak muda.

Cirebon, 8 Oktober 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun