"Yang bisa dilakukan wartawan adalah mencari sumber lain. Misalnya kursi kosong itu. Keterangan sumber lain itu, termasuk keterangan kursi kosong, justru bisa merugikan pejabat publik tersebut" demikian Dahlan (FB Catatan Dahlan Iskan 4 Oktober 2020)
Menurut Najwa, kehadiran pejabat seperti Menkes Dr. Terawan sangat diperlukan untuk memberi penjelasan kepada publik terkait situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi" kata Najwa, sebagaimana diberitakan oleh Kompas.Com (29/9/2020).
Najwa Tetaplah Professional
Banyak yang menyorot Najwa juga karena diduga hanya memberi kursi atau panggung kepada orang-orang tertentu, sebut misalnya seperti Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta yang dianggap lawan atau musuh Presiden Jokowi.
Ternyata terjawab sudah melalui "Drama Kursi Kosong" bahwa Najwa tidak pilih kasih menghadirkan narasumber untuk diberikan ruang. Tetap memberi waktu dan panggung pada Presiden Jokowi melalui Menkes Dr. Terawan. Artinya Najwa tetap menunjukkan integritasnya selaku jurnalis professional, tergantung momentum atau issu yang hangat pasti diangkatnya.
Sensitifitas Pejabat Publik
Pejabat publik itu harus bekerja dan berkomunikasi dengan baik. Karena bekerja bagus dan komunikasi buruk, ya hasilnya akan minus alias rusak. Publik pasti antipati dan kecewa. Jabatan publik harusnya memiliki sensitifitas komunikasi yang baik kepada publik.
Begitu pula para pembela atau pendukung Dr. Terawan terkesan subyektifitas dalam membela dan memberi pernyataan yang ingin memojokkan Najwa, kelirulah bila orang membully Najwa.
Najwa sebagai jurnalis, sah-sah saja menggunakan berbagai cara atau strategi mengejar narasumber. Itulah kepiawaian Najwa yang bekerja secara professional.
Pertanyaannya "Memangnya kenapa Dokter Terawan tidak mau hadiri undangan Najwa" Adakah yang salah dilakukan oleh Anda selaku Menkes, khususnya dalam menyikapi pandemi Covid-19 ???