Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

LIPI dan GiF Beda Pandangan Soal Volume Sampah Saat PSBB dan WFH

30 Mei 2020   07:07 Diperbarui: 30 Mei 2020   07:44 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Belanja online makanan saat PSBB dan WFH. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta berbeda pendapat dengan hasil study penelitian online Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang mengatakan bahwa sampah plastik meningkat saat PSBB dan WFH. Tapi bagi GiF justru malah menurun dan produksi sampah hanya bergeser dari luar rumah ke dalam rumah. 

Perbandingan volume sampah saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kerja dari rumah (work from home) dan sebelum pandemi Covid-19 lebih kurang sama. Karena hanya terjadi perpindahan tempat produksi sampah. Bisa diperkirakan sampah dimasa pandemi jauh lebih berkurang bila dibandingkan pada hari-hari biasanya. 

Walau tidak ada data akurat yang mendukung, karena pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) pasti tidak memiliki data dan juga belum melakukan pendataan akurat di masa pandemi Covid-19. Sampai saat ini diketahui bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum memiliki data valid tentang volume timbulan sampah secara riil di seluruh Indonesia.

Begitu pula hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI di Jawa, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat pada 20 April--5 Mei 2020. Tidak bisa dijadikan acuan secara nasional apalagi hanya melalui survei online di beberapa provinsi saja (Kompas.Com: Sampah Plastik Saat PSBB dan WFH Meningkat, Ini 6 Hal yang Bisa Kita Lakukan)

Baca Juga: Studi: Jumlah Sampah Plastik Meningkat Sepanjang WFH dan PSBB

Mengurai masalah volume sampah tersebut berdasar logika atau depakto bahwa sampah di masa pandemi Covid-19 bisa dikatakan terjadi penurunan. Berdasar pada perolehan dan/atau terjadi pembatasan produksi sampah, karena minimnya aktifitas di luar rumah sebagai berikut:

  1. Masa di rumah saja berarti hampir semua kegiatan di luar bergeser ke rumah. Maka terjadi perpindahan produksi sampah. Ahirnya sampah di rumah bertambah, tapi di luar rumah zero sampah.
  2. Minim atau tidak ada produksi sampah di dalam perjalanan pergi-pulang antara kantor, sekolah dan kembali ke rumah.
  3. Toko/Mal, pasar tradisional dan modern terjadi penurunan pembelanjaan, berarti sampah kantong plastik dan sampah lainnya menurun drastis.
  4. Restoran/Cafe dan pusat-pusat kuliner lainnya hampir semua tutup, berarti produksi sampah berkurang drastis. 
  5. Kantor/Sekolah/Terminal dan lainnya juga tidak ada produksi sampah karena semua berdiam di rumah, hampir pasti tidak ada pergerakan di luar rumah.
  6. Pembelanjaan Online pasti meningkat, tapi bukan berarti meningkatkan volume sampah. Hanya bergeser ruang produksi. Karena disebabkan tidak ada aktifitas pada point diatas.

Baca Juga: Indonesia Bebas Sampah Plastik, Harus Dimulai dari Produsen

Keterangan Video: Sampah domestik masa PSBB Covid-19 di TPS Kelurahan Mananggal Kota Surabaya, Jawa Timur (20/5/20). Sumber: Dok Green Indonesia Foundation, Jakarta

Walau belanja online meningkat tapi belum bisa menyamakan produksi sampah bila belanja offline di super market atau pasar tradisional dan pasar modern ditutup atau tidak ada aktifitas di luar rumah.

Belanja secara offline tetap sampahnya lebih besar, karena belanja barangnya juga lebih banyak jenis atau item barang yang linear dengan produksi sampah. Jadi jelas sampah masa pandemi tetap berkurang, karena terjadi efisiensi belanja secara offline. 

Banyak warga yang tentu lebih memilih untuk belanja secara online mulai dari sayur-mayur sampai barang kebutuhan sehari-hari. Layanan pesan antar (delivery) pun meningkat saat PSBB. 

Namun sampah tetap berkurang karena terjadi pergeseran belanja dari pasar ke rumah. Hanya transaksi online yang meningkat, bukan volume sampah yang meningkat secara makro.

Baca Juga: Lingkaran Setan Solusi Sampah Plastik Indonesia

Belanja secara online juga masih tetap terbatas, tidak terlalu jauh berbeda dengan produksi sampah pada hari-hari sebelum pandemi Covid-19. Masih dalam kewajaran, karena cuma terjadi pergeseran tempat produksi sampah. 

Jadi pada prinsipnya sampah bisa saja berkurang pada masa pandemi Covid-19 bila dihitung secara total seluruh Indonesia dan terlebih di kota-kota besar. Terutama sampah restoran, sangat jelas tergerus oleh Corona. 

Sangat bisa dipastikan bahwa produksi sampah domestik khususnya di kota-kota besar pada masa pandemi Covid-19 pasti berkurang dibanding sebelumnya. Maka bumi untuk sementara aman dari serangan sampah, atas pengaruh hidup efisiensi dari pandemi.

Semua pusat-pusat perbelanjaan, kuliner, restoran, hotel dan destinasi wisata tidak ada kegiatan, berarti tidak ada sampah. Hanya sebagian produksi sampah di rumah meningkat karena kegiatan bergeser ke rumah.

Diharapkan bila lembaga pemerintah membuat sebuah data atau informasi agar benar-benar diteliti sedemikian rupa, agar tidak terjadi salah persepsi ahirnya menimbulkan perbedaan pendapat. 

Baca Juga: Kebijakan Hoaks Melarang Penggunaan Kantong Plastik

Terlebih bisa salah melangkah dalam menciptakan program berdasar data yang tidak valid. Apalagi dalam persoalan sampah, haruslah hati-hati karena banyak pendapat liar selama issu plastik menyeruak sejak Indonesia di klaim sebagai penghasil sampah terbesar kedua ke laut sesudah China. 

Begitu juga sepertinya LIPI keliru sikapi kemasan plastik, mengarahkan mengganti pembungkus non-plastik seperti kardus, kertas, plastik biodegradable, dan sebagainya. 

LIPI perlu ketahui bahwa anjuran tidak menggunakan atau mengurangi plastik itu sebuah kebijakan yang sangat keliru. Plastik adalah sebuah keniscayaan, murah dan bersifat massal. Juga tidak ada plastik ramah terhadap lingkungan, termasuk plastik biodegradable karena juga mengandung mikroplastik. 

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Jadi untuk solusi sampah domestik dan sampah plastik, GiF sarankan kepada LIPI untuk membaca regulasi sampah dengan benar dan tuntas. Jangan memberi pernyataan bila belum memahami masalah, bisa membawa pengaruh negatif terhadap pengelolaan sampah. Lain soal kalau LIPI hanya sebuah LSM/NGO.

Seharusnya LIPI adakan survey terhadap dampak negatif terhadap tenaga kerja, harga produk makanan berkemasan plastik atau adakan riset bahwa benarkah biodegradable masih mengandung plastik dan lainnya bila pelarangan plastik terus di dorong oleh pemerintah dengan menjaga lingkungan. 

Ingat bahwa ramah lingkungan versi regulasi sampah adalah kelola sampah dengan daur ulang, bukan melarang penggunaan produk kantong plastik. 

Surabaya, 30/5/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun