Memang selama ini industri berbahan baku daur ulang terlena, dengan mengabaikan bank sampah sebagai mitranya. Hanya ingin mengambil untung dibalik kesusahan usaha para pemulung sampah atau bank sampah. Asosiasi yang ada tidak bertindak atau tidak melaksanakan fungsinya sebagai mitra sejajar pemerintah. Kekuatan asosiasi tidak terpakai, karena tergerus kepentingan personal atau kelompok.Â
Termasuk para industri daur ulang tidak melakukan pendampingan secara terstruktur kepada para pemulung, pelapak atau bank sampah dan terkesan diabaikan. Termasuk menjadi pertanyaan apakah perusahaan industri daur ulang juga sudah mengeluarkan CSR untuk membantu pembinaan pengelolaan sampah ?
Baca Juga:Â Kemenkop dan UKM Dorong Pengelolaan Sampah Melalui PKPS
Industri daur ulang atau industri produk berkemasan semua selalu bicara peduli dan menjaga lingkungan melalui sistem circular economy, tapi senyatanya hanya pencitraan saja. Tidak ada pelaksaanaan circular economy. Mereka hanya membeli scrap plastik dan tidak ada perbaikan waste management. Faktanya tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia itu hanya sekitar 8-9 persen. Artinya, 80-90 persen sampah plastik jatuhnya ke sungai atau laut dan TPA.
Masalah yang diributkan di media adalah hanya jenis PET, bicara sampah itu bukan cuma PET. Tapi banyak ragam lainnya. Jadi adanya usaha PT. Coca Cola itu sebenarnya pertanda bahwa industri daur ulang dalam negeri diminta ikut bersaing sehat dan jujur. Serta tidak senaknya lagi menentukan atau mempermainkan harga.
Tidak ada aturan pula untuk melarang orang atau perusahaan besar asing datang ke Indonesia untuk berusaha dan mencari uang. Ya silakan sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan dari pemerintah dan pemda.
Semua kejadian tersebut merupakan sebuah koreksi yang menandakan industri daur ulang ini panik kedatangan saingan. Jangan menolak peradaban dan ingat ada perjanjian dunia atas perdagangan bebas (globalisasi dalam bidang ekonomi) yang sudah diterima dan disepakati oleh Indonesia.
Juga perlu diketahui para pihak bahwa urusan industri daur ulang dalam kaitan plastik PET di Indonesia belum berjalan dengan baik sesuai regulasi. Jangan karena dikatakan banyak yang beli dijadikan tolak ukur keberhasilan, justru malah merusak mindset pengelola sampah garda terdepan.Â
Fakta bahwa urusan sampah lainnya tidak menjadi daya tarik untuk dikelola termasuk sisi negatifnya adalah PET menjadi primadona dan dikerumuni pemulung sampai pengusaha seperti semut dan gula. Ingat PET adalah ex-produk lalu jadi sampah bercampur, maka jangan hanya bicara plastik PET saja.
Perusahaan sebesar apapun akan mendapat masalah bila hanya ingin mengelola sendiri sampah ex-produknya Tanpa ingin ikut mengelola atau melirik sampah lainnya.Â
Jadi harus melalui sistem yang diatur dalam regulasi, harus ada kolaborasi dalam membangun suprastruktur dan infrastruktur pengelolaan sampah yang berkeadilan. Makanya semua pelaku industri daur ulang kalau mau didukung oleh negara.