Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Peluang Putra-Putri Pendiri Parpol menuju Indonesia Satu

12 Mei 2020   03:31 Diperbarui: 12 Mei 2020   03:41 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak-anak membawa bendera merah putih di desa pesisir pulau Ndao, Rote, Nusa Tenggara Timur, Kamis (13/8). Minimnya lahan bermain anak di daerah pesisir tersebut membuat mereka memanfaatkan pantai dan dermaga sebagai tempat berkumpul dan bermain. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/pd/15.

"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia." Bung Karno.

Melanjutkan artikel sebelumnya "Peluang AHY dan Puan Maharani Menuju Pilpres 2024"(24/3) tertulis disana bahwa "Penentuan regenerasi yang tepat akan membawa organisasi ke arah yang lebih baik lagi, tapi sebaliknya bila dalam penentuan regenerasi ada perbedaan visi, kurangnya kekompakan, perbedaan kualitas dan masalah lainnya dapat saja merusak bahkan menghacurkan organisasi".

Dalam artikel ini, penulis mencoba melebarkan ruang bahasan selain Puan Maharani (PM) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Hanafi Rais (HR) dan Penanda Surya Paloh (PSP). Usia mereka tidak terpaut jauh berbeda, kecuali PSP yang paling muda. 

PM lahir di Jakarta, 6 September 1973, AHY lahir di Bandung 10 Agustus 1978, HR lahir di Chicago, Amerika Serikat, 10 September 1979, PSP lahir di Singapura, 21 September 1988.

Baca Juga: Peluang AHY dan Puan Maharani Menuju Pilpres 2024

Sudahlah, kita positif thinking saja, bahwa ke empat putra-putri para Tokoh senior politik Indonesia, Megawati (Mega), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Amien Rais (AR) dan Surya Paloh (SP). Jelas sudah menjadi target pertama untuk menjadi penerus cita-citanya.

Semua founding fathers partai politik (parpol) tersebut telah berjuang mendirikan dan membesarkan partainya masing-masing. PDIP oleh Mega, Partai Demokrat oleh SBY, PAN oleh AR dan Partai NasDem oleh SP. 

Tidak dipungkiri, bahwa siapapun juga pasti punya ambisi dan cita-cita pribadi ingin mendorong generasinya dari internal putera-puteri sendiri. Itu masih wajar dan patut diterima sebagai realita kehidupan. Termasuk dalam dunia politik. 

"Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia".Bung Karno.

AHY dan Partai Demokrat 

Baru SBY yang sukses mengantar Sang Putera Mahkota AHY menuju puncak partai, AHY dengan aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (17 Mar 2020) menggantikan dirinya sebagai ketum. 

Itupun melalui jalan sedikit berliku seorang AHY karena bukan politikus murni. Karena sebelumnya mundur dari TNI karena menjadi syarat mutlak untuk ikut Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 dan AHY gagal pada putaran pertama. 

AHY terhitung sangat baru dan bisa disebut lugu dalam berpolitik. Namun AHY sadar dengan kekurangannya, setelah gagal dalam Pilkada DKI Jakarta. AHY malah justru bangkit, dengan memperkuat dan menjalan silaturahmi dengan lawan-lawan politik SBY. 

Termasuk mendekati Pemerintah Jokowi, datang menemui Ketum PDIP Megawati yang menjadi seteru SBY. AHY terus menerus sosialisasi dan menjadi narasumber dimana-mana. AHY mengasah nyalinya di depan publik.

Hanya saja, bila AHY ingin maju dan besar bersama Partai Demokrat. Harus meninggalkan bayang-bayang SBY. Harus menjadi diri sendiri, penulis rasa AHY patut diperhitungkan dalam alih generasi kepemimpinan di NKRI ke depan.

Baca Juga: Hanafi Rais Mundur dari PAN, Keluarga Amien dan Zulhas Bakal Pecah 

PM dan PDIP 

Beda sedikit dengan Mega dalam mengawal anaknya (PM) untuk memegang tampuk kepemimpinan PDIP. Sepertinya Mega masih berat menghadapi kenyataan alias malu-malu kucing2an mendorong PM menjadi Ketum PDIP. Karena tentu Mega sadar bahwa banyak kader PDIP yang bisa menggantikan dirinya dan bukan sang putri mahkota PM.

Maka Mega memilih jalan melingkar, tetap memegang posisi Ketum PDIP, sambil menunggu kematangan dan status PM untuk bisa diperhitungkan. Malang melintang jabatan PM. Selain menteri juga saat ini sebagai Ketua DPR-RI. Sebenarnya kans PM sudah bisa duduk sebagai Ketum PDIP untuk mulus menjadi calon presiden 2024.

Tapi apakah dengan pengalaman dan jabatan PM tersebut, Mega sudah mudah mengantar dan menaklukkan kader PDIP yang umumnya piawai dalam politik. Tentu PM masih susah duduk sebagai Ketum PDIP menggantikan Mega. Karena kondisi ini pasti sudah terbaca oleh para kader potensi di PDIP untuk menghadang PM.

Baca Juga: Jadi Caleg, 4 Anak Petinggi Parpol Ini Diprediksi Lolos ke Senayan

PSP dan NasDem 

Nah bagaimana dengan SP di Partai NasDem, analisa secara tersirat dan tersurat. SP hampir mengalami hal yang sama dengan Mega untuk mendongkrak sang putera mahkotanya PSP untuk duduk menggantikan posisi sang ayah sebagai Ketum Partai NasDem. Walau PSP sudah berada pada semi puncak politik sebagai Anggota DPR-RI.

Sedikit tentang Partai NasDem, awalnya Pasti NasDem dipegang oleh Patrice Rio Capella (PRC) sebagai Ketum Partai NasDem dan ahirnya diambil alih lagi oleh SP dan sampai sekarang. 

Mungkin SP membaca situasi bahwa kelak ada potensi terhambat untuk kawal PSP menuju puncak Partai Nasdem, bila bukan dirinya yang kawal sebagai Ketum Partai NasDem. Mungkin peralihannya dianggap susah bila tidak kawal PSP, sebagaimana kondisi Mega di PDIP.

Baca Juga: Mantan Ketum Nasdem: Restorasi Sudah Berubah Jadi Restoran Politik

HR dan PAN 

Beda lagi dengan AR di PAN, AR dalam mengawal PAN sejak berdirinya, tidak pernah stabil juga. Dimulai kisruh saat AR sebagai Ketum PAN dengan mantan Sekjen Faisal Basri (FB), imbasnya FB saat itu tidak punya posisi di eksekutif dan legislatif. Malah kelihatan waktu itu almarhum AM. Fatwa sebagai Waketum PAN yang lebih dominan. Ahirnya FB keluar pula dari PAN meninggalkan AR.

Setelah AR tidak punya kuasa terlalu besar lagi pasca sebagai Ketum PAN, justru juga AR banyak bersinggungan dengan pemerintah. Jadi otomatis AR menghadapi musuh internal PAN dan eksternal Pemerintah. 

Dalam kondisi demikian, sangat beratlah AR mengawal sang putera andalannya HR untuk duduk di puncak Partai PAN, walau si HR punya pendidikan dan pengetahuan politik lebih daripada PM, AHY dan PSP.

Lebih parah kondisi politik AR, saat Zulkifli Hasan (Zulhas) menjadi Ketum PAN. padahal seharusnya momentum itu sangat bagus menata strategi mendorong HR (mungkin HR lebih potensi dibanding adiknya Mumtaz Rais - MR). MR adalah menantu Zulhas, yang kini berseberangan dengan HR. Wah, jangan-jangan MR ingin juga duduk sebagai Ketum PAN untuk estafet dari sang mertua Zulhas ?.

Baca Juga: Apa Keinginan Amien Rais Belum Tercapai

"Walaupun jembatan emas di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama ratap sama tangis." Bung Karno

Jadi AR dan Zulhas, dalam posisi besanan sangat stratejik untuk mengatur siasat strategi mengawal putera-puteri mereka. Tapi sepertinya ada egosentris dalam keluarga besar mereka yang tidak se visi dalam peralihan generasi, atau memang sang orang tua masih punya syahwat politik yang kuat atau ada kepentingan lain. Banyak yang menduga Zulhas dekati Presiden Jokowi, karena ingin dapat pembelian atas urusannya dengan KPK.

Ahirnya terjadi pecah kongsi partai dan pecah keluarga, yang ditandai sejak perbedaan pra dan pasca Kongres PAN Kendari. Lalu HR mundur dari PAN dan DPR-RI, sebuah signal kuat dalam analisa politik praktis, bahwa Zulhas lebih mendukung MR, disini mungkin perbedaan pendapat antara Zulhas dan AR.

Dalam kaca mata politik regenerasi, AR dan Zulhas gagal total membesarkan PAN dan mengawal karir politik sang putra-putri, yang telah mereka bangun sendiri dengan susah payah. Penuh keringat dan air mata, telah saling mendukung sesama keluarga. Ahirnya mereka sendiri yang luluh lantahkan, karena salah meramu taktik dalam masa paceklik demokrasi.

Dalam kekisruhan AR dan Zulhas serta mundurnya HR dari PAN, terbaca dengan mata analisa, bahwa AR sesungguhnya belum piawai dalam berpolitik. Tidak cerdas mengatur ritme strategi. Kelihatan AR hanya berani bicara saja, tanpa mampu meramu taktik dan strategi mengalahkan musuh tanpa harus berperang.

Baca Juga: Kubu Mulfachri Yakin Sejak Awal Amien Rais Disingkirkan dalam Kepengurusan PAN

Kekisruhan dan kegagalan PAN akan lebih parah bila kemelut antara AR dan Zulhas tidak segera rekonsiliasi, baik internal keluarga dan maupun eksternal PAN. AR dan Zulhas akan ketinggalan kereta oleh PDIP, Partai NasDem dan terlebih Partai Demokrat. Dalam target politik mendorong HR. AR dan HR terlambat bila melalui partai baru. Zulhas juga demikian, akan susah payah membesarkan partai bila pecah dengan AR serta HR.

Ibarat sebuah transaksi jual-beli, AR sebagai panutan PAN perlu menurunkan harga permintaannya pada PAN dan Zulhas sebagai Ketum PAN perlu mendengar pula atau menaikkan sedikit rasa hormatnya pada AR. Semua demi generasinya serta pembelajaran politik yang cerdas bagi rakyat Indonesia.

Dalam uraian perjalanan politik putera-puteri para pendiri parpol, kelihatan bahwa AHY yang paling siap perahunya dan kesiapan nyali dirinya untuk menuju Indonesia Satu, disusul PM. Karena HR dan PSP sepertinya berat ikuti kedua pesaingnya tersebut.  

Surabaya, 11 Mei 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun