Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Hardiknas | Pemulung Sampah Butuh Edukasi, Bukan Pembodohan

2 Mei 2020   15:55 Diperbarui: 2 Mei 2020   15:56 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Survey sampah di pesisir Pantai Tanjung Bira Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (7/3). Sumber: Dok. GiF | ASRUL HOESEIN

Sekaligus mengajak semua pihak pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengambil hikmah dari Hardiknas dan Covid-19. Sebagai langkah awal dari basis terjadinya perubahan paradigma, mulai hari ini, GiF mengganti nama "pemulung" sampah menjadi "pekerja" sampah.

Kenapa terjadi Indonesia darurat sampah karena adanya kesengajaan atau kekeliruan sikap pemangku kepentingan persampahan yang katanya memberi edukasi tapi nyata itu adalah bersubstansi pembodohan atau pembohongan publik saja. Karena tidak ada kolaborasi efektif para pihak, makanya hanya terjadi edukasi yang subyektif.

Mungkin karena dianggap si pemulung sampah atau yang mengurus kerja sampah ini dianggap bodoh, dianggap sebuah pekerjaan hina. Bisa jadi pula para elit dan pengusaha berpikir bahwa semua orang dianggap terpaksa jadi pekerja pemulung sampah karena tidak dapat pekerjaan lain.

Baca Juga: Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia

Pekerja Sampah Butuh Kejujuran Birokrasi

Mas Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Diharap segera masuk ke ruang pekerja sampah, tapi harus jujur dan jangan seperti yang lain hanya pencitraan pada Presiden Jokowi. 

Agar sahabat-sahabat kita yang selama ini mengurus dan/atau bekerja sebagai pemulung atau pekerja sampah bisa mendapat pendidikan dan pengajaran. Bukan hanya sekedar seremoni atas nama perlindungan dan/atau cinta bumi. 

Dalam mengambil sebuah kebijakan, tentu Mas Nadiem selaku Mendikbud perlu mendapat tambahan informasi atau second opinion. Selain info dari koleganya Dr. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), agar terjadi pertimbangan informasi untuk tidak salah kebijakan.

Baca Juga: Lingkaran Setan Solusi Sampah Plastik Indonesia

Sejarah Kelam Tata Kelola Sampah

Begini Mas Nadiem, babak baru pengelolaan sampah di Indonesia dimulai sejak 12 tahun lalu, saat Presiden ke-6 SBY yang didampingi Wapres Jusuf Kalla (SBY-JK) menerbitkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun