Setelah plastik oxo yang juga didukung lintas menteri keteteran memainkan perannya selama bertahun-tahun bersama para entertainernya atau juru kampanye dari berbagai pihak.
Sekarang KLHK dan lintas menteri mendorong lagi produk kemasan yang berbahan kertas, konon katanya 100 % berbahan baku kertas tanpa unsur plastik dalam produksinya. Semua berbahan baku organik kayu.
Tapi produk ini juga tidak ramah lingkungan, karena harus babat hutan dulu. Disamping harga produknya mahal dan pasti konsumen alias rakyat yang dibebankan. Hanya dengan alasan mudah terurai, sudah dijadikan alasan solusi sampah. Padahal bukan demikian cara pandang dalam solusi sampah.
Baca Juga:Â Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR
Paling mengherankan dan menghawatirkan sikap KLHK yang selalu memacu dan mendorong pengurangan dan/atau pelarangan penggunaan produk plastik di masyarakat dalam mengantisipasi sampah.
Pada berita di agrofarm.co.id "Produsen Dipacu Kurangi Sampah Plastik" sepertinya Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik (USO) kurang memahami strategi mengatasi sampah, tanpa harus mematikan atau menyingkirkan produk lainnya.
KLHK dan kementerian serta institusi lainnya tidak boleh berpihak pada produk kelompok usaha tertentu demi menyingkirkan produk plastik dalam mengurai masalah sampah.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga jangan diam para industri daur ulang diserang mati-matian oleh sesama industri. Harusnya Kemenperin memanggil para pengelola industri untuk duduk bersama. Kalau terjadi perang produk seperti itu, semuanya akan rugi.
Jangan mau diobok-obok oleh KLHK hanya karena tidak memahami tata cara kelola sampah, atau diduga ada kepentingan lain dibalik ambisiusnya KLHK menyuarakan "ramah lingkungan" alias "mudah terurai", semuanya ini tidak benar adanya.
Menang jadi arang kalah jadi abu, pepatah itu yang bisa diberikan pada lintas menteri, industri dan asosiasi serta seluruh pengikut setianya. Bila kekeliruan dan kebodohan ini tidak dihentikan. Mungkin aparat penegak hukum yang harus menghentikannya.
Penulis tidak habis pikir, cara apa lagi yang bisa diberikan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) sampah, sehingga bisa sadar dan kembali pada jalan yang benar. Sangat jelas dan runtun pedoman kelola sampah dalam regulasi.