Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Covid-19 Membawa Pesan Restorasi Hubungan Ketuhanan dan Kemanusiaan

17 April 2020   22:59 Diperbarui: 18 April 2020   02:14 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Cuci tangan untuk jauhi kegiatan Kotor. Gramedia Surabaya (17/4). Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka, dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi." (Al-Quran: An-Nisa [4]: 79).

Sesungguhnya pandemi Covid-19 dipastikan akan membawa berkah atau merupakan ujian bagi yang beriman dan bertaqwa, tapi akan menjadi peringatan dan cobaan (aib atau bala) bagi yang berdosa, agar segera berubah kearah yang benar dalam hidup kehidupan.

Sudah pasti wabah penyakit atau musibah lainnya sebagai bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia, alam dan segala isinya. Berbagai cara Tuhan menyampaikan pesannya pada manusia sebagai khalifah di muka bumi. Wabah Covid-19 bukanlah aib yang perlu dihindari, tapi hadapi dan petik hikmahnya.

Ketika Tuhan memberikan manfaat (kebaikan) atau suatu mudhorot (musibah) pada seseorang atau pada sebuah kaum, tentunya hal ini mengandung hikmah yang agung di dalamnya bagi orang-orang yang berpikir. 

Baca Juga: Alam Eliminasi Paripurna Kehidupan Melalui Covid-19

Untuk itu kita harus selalu berhusnuzhon (berprasangka baik) terhadap segala sesuatu yang telah Tuhan tetapkan kepada para hamba-Nya agar kita termasuk orang-orang yang beruntung.

Sesungguhnya pandemi Covid-19 yang bisa disebut musibah yang menimpa dunia, telah terdata dan disebutkan dalam pemberitaan minggu terakhir ini bahwa sekitar 213 Negara terpapar covid-19.

Penulis sangat menyakini (beberapa tulisan sudah terposting di Kompasiana), lebih merupakan cara Tuhan untuk merehabilitasi manusia yang hidup hedonis dan tidak saling peduli terhadap nilai kemanusiaan dan ketuhanan itu sendiri.

Karena dunia ini dihuni oleh sebagian besar umat beragama Islam, maka yang pasti pandemi Covid-19 pasti masih bermukim dan melewati bulan Suci Ramadhan. Karena pada bulan puasa inilah puncak ujian "restorasi" dalam beragama dan kemanusiaan atau ujian hidup kehidupan melalui Covid-19.

Pesan utama dibalik pandemi Covid-19 dengan amanat atau perintah sikap dengan "Jaga Jarak Aman" atau "diRumahAja" atau "Cuci Tangan", semua menjadi satu makna saja secara psikis dan fakta bahwa "Jauhi atau hindari berbuat kesalahan"

Pemerintah dan alim ulama harus memberi pemahaman dan sosialisasi yang benar tentang Covid-19. Baik secara fisik kesehatan maupun psikis terhadap makna sebuah bencana yang diturunkan Tuhan Ymk.

Baca Juga: Produsen Masker atau APD "Wajib" Mengelola Sampah atau Limbah B3-nya

Keliru Penanganan Terdampak Covid-19

Dalam pemulasaraan jenazah pasien virus corona atau COVID-19. Khususnya dalam penanganan mayat di rumah sakit sampai pada pemakaman. Agar mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Saat ini sangat terkesan di "dramatisir" kondisinya.

Sangat mencekam dan tidak manusiawi. Apalagi menghadapi keluarga yang ditinggalkan sangat sedih melihatnya dengan cara perlakuan "dipaksa" memisahkan mereka tanpa harus bisa mendekati mayat dan menghadiri atau mengantar ke pemakaman.

Padahal terjadi situasi perpisahan terahir di bumi dengan si korban dan juga menurut si ahlinya, bahwa virus Corona sudah ikut mati bersama si korbannya. Apanya yang bermasalah ???

Kondisi "pemisahan" tersebut sangatlah tidak masuk akal, sepertinya rasa itu sudah hilang karena ketakutan mendekati mayat. Malah akan memperburuk keadaan menghadapi Covid-19 bila cara pemerintah sendiri yang terlalu berlebihan menyikapinya.

Termasuk kondisi ini berdampak negatif, antara lain terhadap perawat dan dokter yang menangani pasien terdampak Covid-19 di jauhi warga, malah ada perawat diusir dari kost tempat tinggalnya. Karena tentu dianggap atau bisa sebagai curir atau pembawa Covid-19. 

Baca Juga: Perppu Covid-19 "Digugat" Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi oleh Kelompok Masyarakat

Paling serem, terjadi penolakan pemakaman dimana-mana. dan banyak kejadian aneh lainnya dalam menyikapi keadaan ini. Sudah hilang rasa kemanusiaan.  

Setop pelarangan pemakaman di wilayah mereka, ini yang bisa disebut perbuatan aib. Bukan pandemi Covid-19 yang aib. Tapi cara menyikapinya yang tidak agamis serta tidak berperikemanusiaan.

Mestinya jangan terlalu dramatisir, pastinya pemulasaran jenazah dirumah sakit ikuti prosedur WHO, yang harus dibungkus ekstra rapat, lalu masuk dalam peti dengan di disinfektan.

"Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti, sampai pun duri yang menusuknya, melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya." (Riwayat Bukhari No. 5641 dan Muslim no. 2573)

Kenapa mesti berlebihan takutnya, bukankah semua ini sudah diatur oleh Tuhan. Perlu diketahui bahwa kematian itu bukan karena penyakit. Tapi itu sudah merupakan takdir atau ajalnya tiba, sehingga Sang Pencipta Tuhan Ymk memanggilnya.

Baca Juga: Kenapa Corona Tidak Melirik Orang Gila ?

Pemakaman jenazah harus dilakukan oleh petugas terlatih dengan menggunakan alat pelindung diri (APD). Bila terpaksa, bisa saja diizinkan kepada masyarakat biasa.

Ketakutan berlebihan atas Covid-19 ini adalah sebuah drama tanpa peri kemanusiaan. Juga virus covid-19 tidak akan bisa merusak dan mencemari tanah dan sumber air atau pada lingkungan pemakaman.

Jangan ketakutan itu dibuat berlebihan, sampai dunia ini seperti mau kiamat saja hadapi Corona. Sampai keluarga dilarang melihatnya atau menghadiri pemakaman. Hal ini sebuah kebodohan yang luar biasa. Jangan menolak

Kenapa ?

Karena semua itu diakibatkan atau pesan yang tersampaikan secara tersirat pada perlakuan saat menghadapi mayat mulai saat perawatan di rumah sakit kondisi dibuat berlebihan. Seperti mengawal seorang terorisme.

Baca Juga: Si Corona Tamu Terhormat Tanpa Pilih Kasih

Seharusnya seluruh manusia, terlebih kepada pemerintah dan pemda, memaknai Covid-19 ini bukan hanya tentang kesehatan (fisik) atas diri saja, seakan membentuk opini bahwa virus itu beterbangan dan lainnya. Tapi lebih pada siar hikmah positif terhadap Covid-19, atau secara psikis.

Begitu mahalnya sebuah kehidupan pada orang yang punya niat jahat agar bisa hidup bertahan tanpa harus berbohong. Karena harus menciptakan skenario pembodohan. Semua ini harus dihindari dalam masa pandemi Covid-19. 

Semoga dugaan dramatisir itu, bukan untuk menjadi bahan pancingan atau bancakan bisnis atau penganggaran yang berlebihan. 

Menyikapi Covid-19 tergantung si manusia yang sudah dilengkapi akal. Siapa yang memaknai secara makro Virus Corona itu berdasar pada "kemanusiaan dan ketuhanan" maka akan menjadi manusia sempurna dan pemenang atau sebagai penakluk si Corona.

Baca Juga: Jauhkan Si Corona dengan Syukuri Keberadaannya

Satu catatan penting dalam tulisan ini. Karena Covid-19, terjadi angka penurunan signifikan atau drastis turun pada tingkat kejahatan. Berarti Corona membawa berkah bukan aib. Baik saat ini maupun yang akan datang.

Begitu juga banyak aktifitas usaha rumahan yang tiba-tiba ketiban rezeki, termasuk dalam pengelolaan sampah dan penyiapan APD, dan kebutuhan lainnya. Tuhan memperlihatkan positif-negatif terhadap hadirnya Covid-19 agar manusia berpikir.

Musibah merupakan ujian untuk meninggikan derajat seorang hamba. Hal ini biasa terjadi pada para nabi maupun rasul. Mereka mendapat musibah, dimaksudkan selain untuk meninggikan derajat, juga memperbesar pahala. Selain itu, juga sebagai teladan bagi yang lainnya untuk bersabar.

Surabaya, 17 April 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun