Pertama:Â Kementerian Pertanian dan Kementerian LHK, harus keluar dari paradigma lama untuk mewujudkan:
Kedua:Â Melanjutkan Program 1000 Desa Organik (2014-2019) yang telah ditinggalkan oleh menteri pertanian pendahulunya dan tambahan 1.000 Desa Organik lagi hingga tahun 2024.
Ketiga:Â Segera lakukan kolaborasi antara Penyuluh Pertanian Lapang dengan Pengelola Bank Sampah untuk mencerdaskan dan memampukan petani dalam produksi pupuk organik secara mandiri.
Keempat:Â Stop produksi dan subsidi pupuk organik oleh PT. Pupuk Indonesia (Holding) dalam bentuk natura, mereka bukan ahli bidang organik kecuali pupuk kimia saja.
Kelima: Dana subsidi pupuk organik konversi kepada sarana prasarana olah sampah organik, serahkan pada masing-masing kabupaten dan kota untuk mengelolanya, lalu pemerintah pusat perkuat dengan pendampingan atau monitoring dan evaluasi.
Lintas K/L dan lebih khusus Kementan dan KLHK seharusnya memiliki program bersama yaitu "Pertanian Terpadu Bebas Sampah" (Integrated Farming Zero Waste) yang tentu dengan kolaborasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Koperasi dan UKM. Agar bisa tercapai Indonesia Bersih, Sehat dan Sejahtera.
Target produksi dan supplier subsidi pupuk organik dari masa ke masa tidak pernah tercapai termasuk produksinya tidak bermutu, karena produsennya diduga tidak punya kompetensi serta kualitasnya tidak memenuhi standar SNI Pupuk Organik. Akibatnya paradigma petani terhadap pupuk organik sangat jelek. Padahal pupuk organik dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan hasil produksi petani. Maka beranilah jujur pada rakyat, kita pasti bisa.
Makassar, 23 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H