Belum sampai dua bulan, Presiden Jokowi merombak Kemendikbud lewat Peraturan Presiden (Perpres). Perpres pertama dikeluarkan pada 24 Oktober 2019 yaitu Perpres No. 72 Tahun 2019 tentang Kemendikbud. Nah, pada 16 Desember 2019, Perpres itu diubah dengan Perpres No. 82 Tahun 2019 tentang Kemendikbud.Â
Baca juga: Belum 2 Bulan Jokowi Rombak Perpres Kemendikbud?
Berkaca pada perombakan Perpres tentang Kemendikbud tersebut, sebaiknya Jokowi ikut pula merombak Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Jaktranas Sampah dan memasukkan Kementerian Pertanian yang tidak dimasukkan dalam Perpres Jaktranas Sampah. Padahal Menteri Pertanian sangat penting terlibat dalam urusan sampah.Â
Sangat mengherankan kinerja para kementerian di Kabinet Presiden Jokowi ini. Begitu banyak ahli yang bekerja di lingkaran menteri dan staf presiden. Tapi begitu lemahnya kinerja mereka dalam membuat kebijakan. Terlalu sarat kepentingan kelompok, tanpa mendahulukan kepentingan umum.
Apa memang tidak ada tim konseptor handal dan team tank analisa masalah atau solusi agar rancangan aturan ditelaah dengan baik lalu disetujui dan ditanda tangani Presiden Jokowi?
Parahnya pula hampir tidak ada sosialisasi publik sebelum regulasi tersebut diterbitkan atau dimasukkan dalam lembaran negara atau lembaran daerah.
Memalukanlah negeri sebesar Indonesia yang memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) handal, tapi kinerja kementerian dan lembaga kepresidenan sangat lamah dan tidak berwibawa dengan seenaknya saja gonta-ganti kebijakan. Belum lagi dihitung kerugian uang negara atau uang rakyat dalam menerbitkan regulasi.
Hal itu makin aneh ketika kejengkelan presiden justru tak dibarengi dengan strategi pemerintah untuk memperbaiki ekonomi Tanah Air, kabinet Jokowi hanya gencar membuat wacana tanpa eksekusi nyata.Â
Paling prihatin di 18 Kementerian dan Lembaga (Perpres Jaktranas Sampah) yang ikut menangani sampah seakan tak punya cara dan strategi membalikkan keadaan pengelolaan sampah yang nyungsep atau darurat menjadi lebih kondusif dan positif.
Khususnya dalam menyiasati solusi sampah yang hanya berwacana tanpa solusi kreatif dalam kurun waktu 3-4 tahun yang lalu sampai sekarang.Â
Dampak negatif atas pelaksanaan regulasi yang di"labil"kan tersebut dalam sektor persampahan, beberapa Gubernur, Bupati dan Walikota yang menerbitkan kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP). Kebijakan yang sangat keliru dan merugikan banyak pihak, tapi pemerintah pusat malah membiarkan saja, Ada apa?Â
Sepertinya sarat permainan spekulatif politik perdagangan yang sifatnya diduga korup. Harusnya kebijakannya bukan melarang penggunaan produk PSP, tapi sampahnya dikelola agar memperoleh manfaat untuk menjadi bahan baku produksi berikutnya atau menjadi produk berkelanjutan. Â