Pak Jokowi dan Pak LBP sangat perlu ketahui karena nanti dipermalukan sama PT. PLN. Karena justru Menteri LHK belum menjalankan pasal-pasal tersebut dengan benar dan bertanggung jawab. Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar seharusnya menengahi masalah ini, bukan malah membiarkan terjadi polemik berkepanjangan ditingkat elit.
Tentu akan berdampak negatif ke KLHK bila muncul kebenaran dikemudian hari. Begitu pula Menteri LHK, janganlah hanya menerima info yang sifatnya asal ibu senang dari stafnya yang mengurus sampah. Ada masalah besar yang mungkin Menteri LHK belum mengetahuinya.
Coba Presiden Jokowi, Menkomaritim dan Menteri LHK turunkan intelijen atau mata-mata untuk mendeteksi problem dasar persampahan yang berkepanjangan tanpa solusi sejak Pak Jokowi sebagai Presiden di periode pertama bersama Jusuf Kalla sampai sekarang di periode kedua bersama KH. Ma'ruf Amin.
Dasar Perpres PLTSa Bermasalah
Peraturan Presiden (PERPRES) No. 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik di 12 Kota itu merupakan "reinkarnasi" dari Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, Dan Kota Makassar.
Perpres 18 Tahun 2016 itu telah dicabut Mahkamah Agung (MA) pada ahir tahun 2016 atas gugatan masyarakat sipil dan beberapa LSM di Indonesia karena melanggar perundang-undangan atau kebijakan dalam dan luar negeri yang berlaku. Hal inilah yang menjadi kendala besar yang harus diperhatikan oleh Jokowi LBP dan Nurbaya.Â
Khususnya KLHK janganlah memaksa keadaan ini atas nama keinginan semu menata kebersihan atau masalah sampah di depan Jokowi dan LBP. Presiden Jokowi bisa malu akibat Menteri LHK tidak tanggap mencermati kegagalan kerja kementeriannya dalam mengurus sampah.
Bukti ambisius atau memaksanya pihak KLHK terhadap PLTSa, sampai menerbitkan Permen LH tentang pedoman tipping fee atas operasionalisasi PLTSa. Sementara Permen LH ini belum mengikat untuk dijadikan dasar adanya kesiapan dana atau pembayaran tipping fee maximal Rp. 500 ribu/ton, karena hanya bersifat rekomendasi saja dari KLHK untuk pemda yang akan membangun PLTSa ke Kementerian Keuangan. Jadi bisa disimpulkan bahwa Permen LH tsb hanya bumbu pemanis yang tidak manis.
Seandainya pemerintah cq: KLHK memang ingin serius menyiapkan dana segar berupa tipping fee, seharusnya bukan Permen LH yang dikeluarkan. Tapi KLHK menfasilitasi penerbitan sebuah surat keputusan bersama (SKB) lintas menteri yang berkompeten, termasuk melibatkan Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri ESDM.Â
Perlu diketahui pula oleh Presiden Jokowi dan jajarannya, bahwa selama ini belum ada PLTSa yang melakukan operasional dalam menghasilkan listrik, jadi apa yang mau dibeli PLN ?. Termasuk PLTSa Merah Putih Bantargebang Bekasi, walau itu sudah diresmikan pemakaiannya pada bulan Maret 2019 yang lalu dan sampai hari ini belum mengeluarkan listrik sama sekali.
Malah sesungguhnya pihak aparat penegak hukum (APH) dari KPK, Polisi atau Jaksa perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan (lidik/sidik) atas masalah pembangunan PLTSa ini yang tidak kunjung beroperasi mengeluarkan listrik setelah memakai atau menelan uang rakyat miliaran rupiah atas pembangunannya.