Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Hoaks Melarang Penggunaan Kantong Plastik

17 Agustus 2019   22:40 Diperbarui: 17 Agustus 2019   23:06 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kantong plastik multiguna dan bukan PSP. Sumber: Pribadi

Berita palsu atau berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya (wikipedia)

Sejak kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq: Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) awal tahun 2016. Telah muncul issu plastik yang berkepanjangan sampai sekarang.

Issu plastik tersebut telah melahirkan berbagai kegiatan spontan atau pencitraan yang diduga keras hanya ingin menutup masalah KPB-KPTG yang mendapat resistensi dari masyarakat. Karena dana-dana hasil penjualan kantong plastik tersebut oleh retail anggota dan bukan anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) tidak jelas dipakai untuk apa. Siapa yang diuntungkan ?

Konon KPB dianggap penjualan biasa. Padahal dasar dari kebijakan KPB, senyatanya dari Surat Edaran (SE) KPB No: S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, yang diberlakukan sejak tanggal 21 Februari 2016 dan sampai saat ini APRINDO melalui anggota dan bukan anggota APRINDO menjual kantong plastik bermerek toko retail.

Sementara sangat jelas dalam Surat Edaran KPB yang terbit pada bulan Pebruari 2016, dana KPB itu seharusnya dimanfaatkan kembali kepada pengelolaan atau edukasi perubahan paradigma kelola sampah dan lingkungan. Termasuk membangun suprastruktur dan infrastruktur pengelolaan dan pengolahan sampah.

Bukan pemerintah cq: KLHK hanya memberi kesempatan atau ruang kepada ritel untuk mengutip uang di masyarakat untuk selanjutnya dijadikan sebagai sumber pendapatan - profit center - dari ritel anggota APRINDO dan bukan anggota APRINDO.

Terlebih retail menjual kantong plastik dengan disertai nama retail yang tertera pada kantong plastik. Artinya retail menjual sekaligus masyarakat dibebankan untuk membayar biaya promosinya. Hal ini merupakan atau dapat diduga sebagai pungutan liar yang harus segera diaudit investigasi oleh penegak hukum.

Dampak dari issu plastik, KPB yang seakan ingin dialihkan dasarnya secara tidak langsung dari Kebijakan KLHK berpindah menjadi sebuah kebijakan dasar otonomi dari pemda. Maka sejak Maret 2016 muncul Perwali Banjarmasin No. 18 Tahun 2016 Tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Secara perlahan muncul kebijakan yang sama dari beberapa daerah, seperti Ambon, Balikpapan, Denpasar, Bogor, Bali dll.

Pemda-pemda tersebut tentu berani mengeluarkan kebijakan pelarangan, karena juga mendapat dukungan tambahan atau amunisi dari KLHK selain SE KPB yang terbit sebelumnya. Dimana Direktorat Pengelolaan Sampah PSLB3 KLHK telah melakukan Lokakarya Strategi Pemerintah Daerah dalam Pengurangan Sampah Kantong Plastik di Banjarmasin (15-16/04/2018) dengan mengundang beberapa stakeholder dan pemda kabupaten dan kota.

"Banyak orang memahami solusi lingkungan dengan berpikir dan bertindak linear dalam produksi dan penggunaan produk berbasis organik. Sama saja sesat dalam sikapi permasalahan dan solusi sampah"

Keliru Memaknai Ramah Lingkungan

Bila ditelisik secara teliti dasar dari pemda yang mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik. Yaitu dari pasal demi pasal itu terjadi tumpang tindih. Seperti Perwali Banjarmasin No. 18 Tahun 2016, pada Pasal 13 menyebut bahwa setiap pelaku usaha dan penyedia kantong plastik wajib mengupayakan kantong plastik atau kantong alternatif lain yang ramah lingkungan bagi kegiatan usaha diluar retail, toko modern dan minimarket.

Pasal 13 tersebut, seakan memberi ruang terjadi potensi penjualan tas yang di klaim ramah lingkungan dengan cara memaksa penjualan kantong plastiknya yang bermerek toko retail. Pasal 13 ini pula bertentangan dengan Pasal 14 ayat (1) point "b" dan point "d". Hampir seluruh Perwali, Perbup dan Pergub tentang kantong plastik ini sungguh bermasalah dan saling tumpang tindih.

Memang kalau dicermati perwali, perbup dan pergub yang terbit tersebut, dapat diduga keras sumbernya berasal dari arahan KLHK. Hal ini sangat sulit terbantahkan karena mempunyai alibi secara tersurat atau dejure. Termasuk secara depakto oknum-oknum elit KLHK sangat mendukung pelarang kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik.

KLHK juga mendapat support dari lintas kementerian dan berbagai lembaga swadaya dan pemerhati sampah dan lingkungan untuk mendukung pemda-pemda dalam mengeluarkan kebijakan yang diduga hanya menguntungkan kelompok tertentu. Termasuk para toko retail yang dengan bebasnya mengutip uang konsumennya tanpa rasa berdosa dan melanggar aturan.

Kebijakan yang sangat bertolak belakang, satu sisi menjual dan dilain sisi melarang penggunaan kantong plastik. Pemerintah pusat ditengarai akan mendorong 60 kota agar mengeluarkan kebijakan pelarangan kantong plastik tersebut. Selanjutnya akan dijadikan dasar mengeluarkan sebuah kebijakan menteri LHK dalam melarang penggunaan kantong plastik dll. Sungguh sebuah rencana yang akan menjadi bumerang terhadap penerbitnya.

Sungguh strategi ini sangat merugikan masyarakat (pemakai kantong plastik) dan industri yang tentu akan berakibat pada pengurangan produksi dan penjualan serta berdampak pada tenaga kerja. Termasuk sama saja Pemda-pemda menyuruh retail melalui APRINDO untuk melanggar aturan service penjualan.

Dalam KUH Perdata Pasal 612 dan 1320 dimana penjual atau pedagang diwajibkan menyerahkan barang jualannya kepada pembeli (baca: konsumen) secara nyata yang berarti barang jualan dari retail disertai dengan wadah berupa kantong belanja.

Sebenarnya pemerintah pusat dan pemda yang mengeluarkan kebijakan yang mis regulasi atau bertentangan dengan perundangan yang berlaku diatasnya. Juga diduga pada oknum birokrasi leading sektor tersebut melanggar UU. No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Sebenarnya para korban kebijakan semu atau penulis sebut hoax ini dapat digugat oleh masyarakat atas kekeliruan oknum birokrasi dalam menjalankan perundangan yang berlaku.

Sangat tersesatlah pemerintah dan pemda menyikapi kantong plastik yang di klaim tidak ramah lingkungan. Sementara sampai hari ini, tidak ada satupun jenis kantong plastik yang ramah lingkungan. Kantong plastik yang di klaim sebagai ramah lingkungan itu sama saja berita atau informasi hoax alias bohong.

Sementara muncul gerakan-gerakan parsial lintas kementerian, lembaga-lembaga swadaya didukung para perusahaan sponsor yang masih berpikiran keliru tentang substansi ramah lingkungan yang bertentangan dengan regulasi persampahan. Apakah perusahaan sponsor ikut pula membiarkan untuk menumpang menikmati kekeliruan tersebut ?

Bila dianalisa lebih dalam dan cermat, terjadi pemanfaatan ruang semu "pencitraan" untuk meraup keuntungan sekaligus pendekatan pada perusahaan sponsor dibalik issu plastik yang berkepanjangan. Masih saja banyak elit-elit kementerian dengan gagahnya memproklamirkan diri sebagai pahlawan penyelamat bumi dengan cara melarang penggunaan produk kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik.

Kebijakan pelarangan kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik yang merujuk atau diklaim tidak ramah lingkungan oleh oknum birokrasi dan perusahaan kompetitor plastik konvensional, itu sebenarnya menjadi penumpang gelap saja dari dugaan penyalahgunaan dana KPB-KPTG. Sebenarnya kebijakan itu bisa dikategorikan sebagai kebijakan hoax atau kebijakan pembohongan publik.

Diharapkan penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dampak dari issu plastik ini. Terlalu banyak dana-dana rakyat melalui APBN/D dan dana-dana CSR raib tanpa makna. Termasuk dana KPB-KPTG. Hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu saja dengan atas nama penyelamatan bumi dan laut nusantara Indonesia dari sampah plastik.

Singapore, 17 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun