Ini sangat jelas merupakan alasan yang sangat tidak tepat. KLHK membuat alasan pembenar untuk mengantisipasi sorotan tajam atas dugaan abuse of power (penyalalahgunaan wewenang) terhadap Kebijakan Surat Edaran (SE) KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang sudah diakui bersalah itu.
Hanya merupakan alasan untuk mengganti praktik pemungutan kantong plastik berbayar oleh retailer (Rp.200-4500/lbr) sejak bulan Februari 2016 dan sebagian besar berhenti di tahun yang sama, namun masih ada beberapa toko ritel dan pasar modern yang menjalankan kebijakan KPB yang salah itu dan tidak berdasar hukum yang benar.
Bila cukai kemasan ini dijalankan oleh pemerintah dengan dasar gagalnya SE KLHK berarti kebijakan KPB yang lalu itu bukan untuk atas nama penyelamatan lingkungan tapi lebih merupakan atau diduga sebuah rencana berujung terjadinya gratifikasi untuk meraup dana rakyat melalui KPB (memperkaya diri dan kelompok tertentu).
Sementara alasan utama cukai ini hanya untuk mengurangi sampah plastik. Di mana akal sehat di parkir, sampah ingin dikurangi tapi industrinya yang dihambat atau produk yang dikurangi dengan cara pengenaan cukai. Urusan industri dan urusan sampah masing-masing punya regulasi, serta kementerian jalankan tupoksi masing-masing saja.
Jadi seharusnya kedua kementerian ini tetap melakukan aktivitasnya tanpa saling mengganggu begitupun pada Kementerian Perindustrian. Hal ini beberapa kali penulis sampaikan dalam pertemuan resmi dengan pemerintah atau stakeholder persampahan.
Sejak dua tahun (2016-2018), KLHK sangat tergerus waktu dan pikirannya untuk mengurus sampah plastik yang volumenya hanya max 15% dari 20% total sampah anorganik. Sangat penuh tanda tanya. Belakangan kementerian lain ikut serta mengurus sampah. Sampah sangat seksi rupanya.
KLHK sangat antusias mendukung setiap gerakan atau kampanye plastik secara semu. Berbagai gerakan kebersihan atau pungut plastik, larangan atau diet penggunaan plastik, aksi aspal mix plastik dll yang dilakukan secara insidentil demi hebohnya sampah plastik ini. Sengaja dihebohkan agar terjadi ketakutan massif pada masyarakat. Muncullah selebriti berlabel "peduli lingkungan" dalam kampanye plastik yang sungguh tidak memahami masalah.
Aneh bin ajaib karena merupakan tindakan yang keliru besar, dengan prinsip mengurangi sampah dengan cara mengurangi produk atau pemakaian. Oknum seperti ini sangat tidak memahami Pasal 19 UU. Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Juga bertolak belakang dengan kemajuan peradaban atau meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat (peningkatan ekonomi).
Para stakeholder juru kampanye segera bertobat untuk kembali ke regulasi sampah. Baca regulasi baru kampanye. Karena semua gerakan Anda itu pasti lumpuh dan berpotensi pidana (koruptif) dengan alibi ikut bersama-sama. Hentikan bodohi rakyat, Ingat sampah yang dikurangi bukan produknya, sekali lagi bukan produk dikurangi dengan berbagai cara dan wacana. Hentikan bohongi rakyat dengan prasa "terurai" karena senyatanya sampah harus dikelola, bukan dibuang ditanah.
Termasuk rencana cukai kemasan plastik ini. Seharusnya KLHK bersikap jujur dan konsisten jalankan regulasi agar pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia juga ikut serta melaksakan pengelolaan sampah yang benar, bukan mengada-adakan masalah. Tapi harap tegakkan kebenaran.