Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Haru Biru Cukai Kantong Plastik dan Solusinya

26 April 2018   04:10 Diperbarui: 26 April 2018   11:51 2691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cukai Kantong Plastik (Sinar Harapan)

Mengamati rencana pemerintah (Presiden dan DPR) dalam kebijakan pengenaan cukai kantong plastik yang telah menargetkan peraturan pemerintah (PP) terbit pada Mei 2018. Serta menyimak pemberitaan media, juga diskusi ringan dengan pejabat elit kementerian, asosiasi, LSM, dunia industri, pengelola sampah dan masyarakat lainnya.

Penulis merasa perlu menyikapi agar tidak terjadi tumpang tindih yang berkepanjangan akibat pemahaman yang keliru atas rencana kebijakan "cukai kemasan plastik" tersebut.

Telah dilaksanakan rapat koordinasi pembahasan rencana kebijakan pengenaan cukai terhadap kemasan plastik pada tanggal 10 Januari 2018 di Ruang Rapat Serayu Lantai 3 Gedung Ali Wardhana -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Beberapa kementerian yang ikut membahas masalah ini adalah: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Keuangan sepertinya telah sepakat untuk mengusulkan dan melanjutkan pembahasan rencana kebijakan cukai kantong plastik ke DPR-RI. 

Memperhatikan dengan seksama atas dasar pemerintah untuk menerapkan cukai kemasan plastik untuk atas nama (alasan) pengendalian sampah plastik dan mendorong industri plastik ramah lingkungan juga menambah sumber pendapatan negara sangatlah keliru karena berpedoman pada kebijakan yang gagal Surat Edaran (SE) KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar (KPB). 

Sebuah tindakan mati akal, mengatasnamakan penyelamatan lingkungan tapi dengan mengorbankan isi lingkungan itu (industri dan konsumen). Sebuah solusi mati langkah, tapi memaksakan diri melangkah. Hanya karena keangkuhan dan kelalaian berpikir dan bertindak bijak untuk menghargai setiap pendapat masyarakat yang muncul.

Demi memuluskan rencana kepentingan kelompok tertentu. Kami sangat yakin Kemenkeu termasuk DPR-RI mendapat informasi yang tidak berimbang dari KLHK atas eksistensi KPB.

Tindakan semacam ini merupakan fakta kehabisan akal dan kreativitas "oknum" pemerintah, khususnya KLHK sudah tidak mampu mengurus "kebijakan" sampah hasil sisa produk dan Kemenkeu juga tidak mampu mencari terobosan sumber pendapatan negara. Padahal regulasi sangat jelas dan runtun mengatur mekanisme solutif untuk diaplikasi dengan benar dan bertanggung jawab.

Bukan tanggung menjawab saja yang selama ini dipertontonkan serta diperdengarkan. Pastinya lintas menteri telah mengakui bahwa KPB merupakan kebijakan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Berarti sangat jelas dugaan terbukti adanya abuse of power.

"Stop Cukai Kemasan Plastik dengan menerapkan Solusi KPB yang telah kami berikan pada KLHK No. Surat 11/GIF/I/2017 tanggal 16 Januari 2017, yaitu sebuah solusi "kemasan plastik" dengan fungsi ganda atau solusi pro rakyat, pro industri dan EPR sebagai sumber pendapatan yang resmi, bukan korupsi". Asrul Hoesein (Direktur Green Indonesia Foundation Jakarta).

Namun dapat diduga bahwa inisiatif cukai kemasan plastik ini berasal dari KLHK dan secara linear Kementerian Keuangan tentu tidak keberatan. Walau out put dari cukai itu akan dijadikan biaya pengelolaan sampah plastik, ini aneh lagi karena khusus sampah plastik (bila dicerna dan diamati) dapat berpotensi korupsi "gratifikasi" berjamaah di kemudian hari.

Ini sangat jelas merupakan alasan yang sangat tidak tepat. KLHK membuat alasan pembenar untuk mengantisipasi sorotan tajam atas dugaan abuse of power (penyalalahgunaan wewenang) terhadap Kebijakan Surat Edaran (SE) KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang sudah diakui bersalah itu.

Hanya merupakan alasan untuk mengganti praktik pemungutan kantong plastik berbayar oleh retailer (Rp.200-4500/lbr) sejak bulan Februari 2016 dan sebagian besar berhenti di tahun yang sama, namun masih ada beberapa toko ritel dan pasar modern yang menjalankan kebijakan KPB yang salah itu dan tidak berdasar hukum yang benar.

Bila cukai kemasan ini dijalankan oleh pemerintah dengan dasar gagalnya SE KLHK berarti kebijakan KPB yang lalu itu bukan untuk atas nama penyelamatan lingkungan tapi lebih merupakan atau diduga sebuah rencana berujung terjadinya gratifikasi untuk meraup dana rakyat melalui KPB (memperkaya diri dan kelompok tertentu).

Ilustrasi Struk Kantong Plastik Berbayar Ritel (dok pribadi)
Ilustrasi Struk Kantong Plastik Berbayar Ritel (dok pribadi)
Bila penerapan cukai kemasan plastik ini terjadi, maka sangat jelas tindakan itu diluar rel atau melanggar regulasi. Bukankah kebijakan ini akan merugikan masyarakat, akan terjadi dampak kenaikan harga barang dll, atas adanya penerapan cukai kemasan plastik.

Sementara alasan utama cukai ini hanya untuk mengurangi sampah plastik. Di mana akal sehat di parkir, sampah ingin dikurangi tapi industrinya yang dihambat atau produk yang dikurangi dengan cara pengenaan cukai. Urusan industri dan urusan sampah masing-masing punya regulasi, serta kementerian jalankan tupoksi masing-masing saja.

Jadi seharusnya kedua kementerian ini tetap melakukan aktivitasnya tanpa saling mengganggu begitupun pada Kementerian Perindustrian. Hal ini beberapa kali penulis sampaikan dalam pertemuan resmi dengan pemerintah atau stakeholder persampahan.

Sejak dua tahun (2016-2018), KLHK sangat tergerus waktu dan pikirannya untuk mengurus sampah plastik yang volumenya hanya max 15% dari 20% total sampah anorganik. Sangat penuh tanda tanya. Belakangan kementerian lain ikut serta mengurus sampah. Sampah sangat seksi rupanya.

KLHK sangat antusias mendukung setiap gerakan atau kampanye plastik secara semu. Berbagai gerakan kebersihan atau pungut plastik, larangan atau diet penggunaan plastik, aksi aspal mix plastik dll yang dilakukan secara insidentil demi hebohnya sampah plastik ini. Sengaja dihebohkan agar terjadi ketakutan massif pada masyarakat. Muncullah selebriti berlabel "peduli lingkungan" dalam kampanye plastik yang sungguh tidak memahami masalah.

Aneh bin ajaib karena merupakan tindakan yang keliru besar, dengan prinsip mengurangi sampah dengan cara mengurangi produk atau pemakaian. Oknum seperti ini sangat tidak memahami Pasal 19 UU. Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Juga bertolak belakang dengan kemajuan peradaban atau meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat (peningkatan ekonomi).

Para stakeholder juru kampanye segera bertobat untuk kembali ke regulasi sampah. Baca regulasi baru kampanye. Karena semua gerakan Anda itu pasti lumpuh dan berpotensi pidana (koruptif) dengan alibi ikut bersama-sama. Hentikan bodohi rakyat, Ingat sampah yang dikurangi bukan produknya, sekali lagi bukan produk dikurangi dengan berbagai cara dan wacana. Hentikan bohongi rakyat dengan prasa "terurai" karena senyatanya sampah harus dikelola, bukan dibuang ditanah.

Termasuk rencana cukai kemasan plastik ini. Seharusnya KLHK bersikap jujur dan konsisten jalankan regulasi agar pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia juga ikut serta melaksakan pengelolaan sampah yang benar, bukan mengada-adakan masalah. Tapi harap tegakkan kebenaran.

Jangan anggap kami semua dengan rakyat lalai untuk mengawasi setiap gerak-langkah oknum-oknum pemerintah dan pemda serta pengusaha dan LSM/NGO yang menjadi mitra pendukungnya.

Karena plastiklah sehingga pemerintah melupakan sampah organik yang begitu besar volumenya (70%) dan potensinya di Indonesia. Sesungguhnya plastik sangat mudah di kelola. Tidak perlu heboh dan dihebohkan.

Semua ini diduga keras bahwa hanya untuk mem-backup Kebijakan SE Dirjen PSLB3 agar tidak terbuka kepermukaan atas penyalahgunaan wewenang yang berpotensi terjadinya gratifikasi (kebetulan penulis yang menyorot tajam masalah ini).

KLHK juga sampai hari ini belum mempertanggungjawabkan SE KPB. Walau telah diberikan sebuah solusi beserta SOPnya (Baca: Surat Green Indonesia Foundation No. 11/GIF/I/2017 tertanggal 16 Januari 2017 Perihal Realisasi Dana Kantong Plastik Berbayar) yang sangat patut dipertimbangan, namun dilacikan saja oleh oknum-oknum di KLHK.

Ingat bahwa SE KPB diduga keras terjadi abuse of power yang berpotensi gratifikasi (koruptif). Waspadalah masalah ini, kasus dugaan korupsi kedaluwarsa selama 18 tahun. Jangan sampai sudah nanti sudah pensiun dan renta masuk hotel prodeo.

Rekomendasi dan Saran:

Sebelum Komisi XI DPR-RI dan kementerian terkait atau lebih khusus KLHK dan Kemenkeu mengambil kebijakan strategis, agar kembali membaca dan ejawantah baik-baik regulasi sampah. Jangan keliru sikapi regulasi. Begitu pula Kemenkeu berkreasilah untuk menemukan sumber pendapatan negara yang valid, bukan yang bodong seperti cukai kantong plastik. Kelola sampah sesuai UUPS sangat berpotensi mendatangkan PAD baru.

Cukai kantong plastik ini dasarnya rapuh. Kenapa Kemenkeu cq: Direktorat Bea Cukai memprosesnya karena ada info yang terputus. Itu sangat dipastikan.

Lintas menteri dan para pendukungnya keliru besar menyikapi masalah sampah. Justru sebaiknya segera berpikir taktis, cerdas dan jujur untuk menjalankan regulasi sampah dengan benar agar bisa tercipta sumber pendapatan baru bagi daerah dan negara, bukan dengan cukai plastik tapi dengan SOP KPB "Solusi Green Indonesia Foundation".

Tidak usah segan dan malu mengakui kekurangan dan kesalahan serta akuilah kelebihan orang lain yang terdzalimi. Semoga dipahami agar rakyat dan industri tidak jadi korban keserakahan kekuasaan.

Berita Terkait:

  1. Pemerintah Targetkan Aturan Cukai Plastik Terbit Mei 2018
  2. Tantangan dan Peluang Koperasi dalam Pengelolaan Bank Sampah
  3. Aneh Menteri Pertanian Tidak Dilibatkan Dalam Jaktranas Sampah
  4. "Sampah" Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi
  5. Menyingkap Tabir Regulasi Sampah Indonesia
  6. Catatan untuk Menteri LHK tentang Regulasi Sampah
  7. Ketika Isu "Sampah" Mendadak Seksi di Kabinet Jokowi
  8. Strategi Stop Sampah ke Laut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun