Mohon tunggu...
Haslina Nora Urfina
Haslina Nora Urfina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Ilmu Hubungan Internasional/Universitas Jember

Lebih suka melakukan hal yang diminati dan totalitas mengerjakannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiongkok Melalui Kebijakan Made in China 2025: Negara yang Masih Menerapkan Merkantilisme

13 Maret 2023   09:40 Diperbarui: 13 Maret 2023   09:45 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merkantilisme adalah sebuah teori ekonomi yang muncul pada abad ke-16 dan ke-17 di Eropa. Teori ini menganggap bahwa kekayaan suatu negara dapat diukur dari jumlah emas dan perak yang dimilikinya. Dasar merkantilisme adalah meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar negara dapat mengumpulkan lebih banyak emas dan perak. Hal ini dilakukan dengan cara mempromosikan industri nasional, memberikan subsidi kepada eksportir, dan memberlakukan tarif impor yang tinggi.

Penerapan merkantilisme telah terbukti berhasil pada masa itu. Namun, teori ini tidak selalu relevan dan efektif dalam era modern. Merkantilisme juga menimbulkan berbagai konflik perdagangan antarnegara. Beberapa negara bahkan mengambil tindakan proteksionis untuk melindungi industri nasionalnya.

Salah satu contoh negara yang menerapkan prinsip merkantilisme adalah Tiongkok. Negara ini telah mempraktikkan merkantilisme sejak abad ke-17 dengan cara membatasi impor dan meningkatkan ekspor. Tiongkok melakukan ekspansi wilayah untuk menguasai sumber daya alam dan memperkuat perekonomiannya. Kebijakan ini terbukti berhasil dalam jangka waktu yang lama dan membuat Tiongkok menjadi salah satu negara paling makmur di dunia.

Namun, kebijakan merkantilisme Tiongkok juga menimbulkan beberapa masalah. Beberapa negara menganggap bahwa Tiongkok tidak adil dalam perdagangan internasional dan telah melakukan dumping (penjualan produk dengan harga lebih murah dari harga pasar) untuk menguasai pasar global. Selain itu, Tiongkok juga melakukan subsidi terhadap industri tertentu untuk mendorong ekspor. Hal ini dianggap melanggar aturan perdagangan internasional.

Tiongkok telah menerapkan kebijakan Made in China 2025 sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Kebijakan ini diluncurkan pada tahun 2015 dan bertujuan untuk menjadikan Tiongkok sebagai pemimpin teknologi global dalam beberapa sektor utama, seperti robotika, kendaraan listrik, dan teknologi informasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Tiongkok memberikan dukungan keuangan dan kebijakan lainnya kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam industri-industri tersebut. Selain itu, Tiongkok juga mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan mengembangkan teknologi domestik. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri Tiongkok dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Kebijakan Made in China 2025 memiliki beberapa kekuatan dan kekurangan dalam penerapannya. Berikut adalah analisisnya.

Kekuatan:

1. Meningkatkan daya saing industri nasional: Dengan mendorong pengembangan teknologi domestik, Tiongkok dapat meningkatkan daya saing industri nasionalnya. Hal ini dapat membantu negara mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing dan meningkatkan kemandirian ekonomi.

2. Meningkatkan inovasi dan penelitian: Kebijakan Made in China 2025 memberikan dukungan keuangan dan kebijakan lainnya kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sektor teknologi. Hal ini dapat mendorong inovasi dan penelitian di Tiongkok, sehingga negara dapat mengembangkan teknologi yang lebih canggih dan unggul.

3. Mengurangi pengangguran: Kebijakan Made in China 2025 dapat membantu mengurangi pengangguran di Tiongkok dengan menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang berkembang. Hal ini dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.

4. Meningkatkan daya beli masyarakat: Dengan mengembangkan industri di Tiongkok, negara dapat meningkatkan produksi produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kekurangan:

1. Tidak adil dalam perdagangan internasional: Kebijakan Made in China 2025 dianggap sebagai upaya Tiongkok untuk menguasai pasar global dengan cara yang tidak adil. Negara-negara lain menganggap bahwa Tiongkok melakukan dumping dan memberikan subsidi terhadap industri tertentu untuk mendorong ekspor.

2. Menimbulkan konflik perdagangan: Kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Tiongkok dapat menimbulkan konflik perdagangan dengan negara lain. Beberapa negara bahkan mengambil tindakan proteksionis untuk melindungi industri nasionalnya dari persaingan yang tidak seimbang.

3. Terlalu bergantung pada teknologi domestik: Dalam upayanya untuk mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing, Tiongkok mungkin terlalu bergantung pada teknologi domestik yang belum matang. Hal ini dapat menghambat kemajuan industri nasional dan mengurangi daya saing di pasar global.

4. Berisiko terhadap kerahasiaan teknologi: Dalam upayanya untuk mengembangkan teknologi domestik, Tiongkok mungkin memperoleh teknologi asing dengan cara yang tidak sah. Hal ini dapat menimbulkan masalah kerahasiaan teknologi dan menimbulkan konflik dengan negara asal teknologi tersebut.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa merkantilisme adalah sebuah teori ekonomi yang memiliki dasar meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar negara dapat mengumpulkan lebih banyak emas dan perak. Tiongkok telah menerapkan merkantilisme sejak abad ke-17 dan berhasil menjadi salah satu negara paling makmur di dunia. Namun, kebijakan merkantilisme Tiongkok juga menimbulkan beberapa masalah, seperti tindakan dumping dan subsidi terhadap industri tertentu.

Kebijakan Made in China 2025 diluncurkan pada tahun 2015 sebagai upaya Tiongkok untuk meningkatkan daya saing industri nasionalnya dengan mengembangkan teknologi dan inovasi domestik. Kebijakan ini telah mendapatkan banyak kritik dari negara-negara lain karena dianggap sebagai upaya Tiongkok untuk menguasai pasar global dengan cara yang tidak adil.

Meskipun demikian, kebijakan Made in China 2025 juga memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kemandirian ekonomi, mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang berkembang. Namun, Tiongkok juga perlu memperhatikan kekurangan kebijakan ini, seperti risiko terhadap kerahasiaan teknologi dan bergantung pada teknologi domestik yang belum matang.

Sebagai negara berkembang dengan perekonomian terbesar di dunia, Tiongkok memiliki banyak potensi untuk menjadi pemimpin dalam industri teknologi. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, Tiongkok perlu menerapkan kebijakan yang adil dan menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain di pasar global.

Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, tidak ada satu negara pun yang dapat memenangkan persaingan secara sendirian. Tiongkok perlu bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mencapai tujuannya dalam industri teknologi. Negara ini perlu membuka diri terhadap inovasi dan teknologi asing, dan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain dalam hal perdagangan, investasi, dan inovasi.

Dalam mengembangkan kebijakan ekonomi, Tiongkok perlu mempertimbangkan efeknya terhadap negara-negara lain dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil adalah adil bagi semua pihak. Negara ini juga perlu meningkatkan transparansi dalam penerapan kebijakan ekonominya dan membuka diri terhadap saran dan kritik dari negara-negara lain.

Dalam kesimpulannya, kebijakan Made in China 2025 memiliki potensi untuk meningkatkan daya saing industri nasional Tiongkok dan mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan masalah, seperti tindakan dumping dan risiko terhadap kerahasiaan teknologi. Oleh karena itu, Tiongkok perlu memperhatikan kekurangan kebijakan ini dan berusaha untuk bekerja sama dengan negara-negara lain dalam mencapai tujuan ekonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun