4. Meningkatkan daya beli masyarakat: Dengan mengembangkan industri di Tiongkok, negara dapat meningkatkan produksi produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kekurangan:
1. Tidak adil dalam perdagangan internasional: Kebijakan Made in China 2025 dianggap sebagai upaya Tiongkok untuk menguasai pasar global dengan cara yang tidak adil. Negara-negara lain menganggap bahwa Tiongkok melakukan dumping dan memberikan subsidi terhadap industri tertentu untuk mendorong ekspor.
2. Menimbulkan konflik perdagangan: Kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Tiongkok dapat menimbulkan konflik perdagangan dengan negara lain. Beberapa negara bahkan mengambil tindakan proteksionis untuk melindungi industri nasionalnya dari persaingan yang tidak seimbang.
3. Terlalu bergantung pada teknologi domestik: Dalam upayanya untuk mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing, Tiongkok mungkin terlalu bergantung pada teknologi domestik yang belum matang. Hal ini dapat menghambat kemajuan industri nasional dan mengurangi daya saing di pasar global.
4. Berisiko terhadap kerahasiaan teknologi: Dalam upayanya untuk mengembangkan teknologi domestik, Tiongkok mungkin memperoleh teknologi asing dengan cara yang tidak sah. Hal ini dapat menimbulkan masalah kerahasiaan teknologi dan menimbulkan konflik dengan negara asal teknologi tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa merkantilisme adalah sebuah teori ekonomi yang memiliki dasar meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar negara dapat mengumpulkan lebih banyak emas dan perak. Tiongkok telah menerapkan merkantilisme sejak abad ke-17 dan berhasil menjadi salah satu negara paling makmur di dunia. Namun, kebijakan merkantilisme Tiongkok juga menimbulkan beberapa masalah, seperti tindakan dumping dan subsidi terhadap industri tertentu.
Kebijakan Made in China 2025 diluncurkan pada tahun 2015 sebagai upaya Tiongkok untuk meningkatkan daya saing industri nasionalnya dengan mengembangkan teknologi dan inovasi domestik. Kebijakan ini telah mendapatkan banyak kritik dari negara-negara lain karena dianggap sebagai upaya Tiongkok untuk menguasai pasar global dengan cara yang tidak adil.
Meskipun demikian, kebijakan Made in China 2025 juga memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan kemandirian ekonomi, mengurangi ketergantungan pada impor teknologi asing, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang berkembang. Namun, Tiongkok juga perlu memperhatikan kekurangan kebijakan ini, seperti risiko terhadap kerahasiaan teknologi dan bergantung pada teknologi domestik yang belum matang.
Sebagai negara berkembang dengan perekonomian terbesar di dunia, Tiongkok memiliki banyak potensi untuk menjadi pemimpin dalam industri teknologi. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, Tiongkok perlu menerapkan kebijakan yang adil dan menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain di pasar global.
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, tidak ada satu negara pun yang dapat memenangkan persaingan secara sendirian. Tiongkok perlu bekerja sama dengan negara-negara lain untuk mencapai tujuannya dalam industri teknologi. Negara ini perlu membuka diri terhadap inovasi dan teknologi asing, dan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain dalam hal perdagangan, investasi, dan inovasi.