Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Meninggalkan sebuah Ruang

8 Mei 2015   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:14 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sekuel 'Naga Sakti Memutari Bumi', diceritakan pertarungan satu lawan satu antara Pinandihita vs Kepala Predator hutan rimba Dandaksa. Duel itu berlangsung seru dan menegangkan pendukung kedua belah pihak. Duel itu pada akhirnya dimenangkan oleh Pinandihita. Gerombolan predator itu bubar semuanya dan semaunya. Sedangkan dari pihak sang Prabu terlihat santai meneruskan perjalanan menuju goa persembunyian mereka.

'ini hutan kok gak ada habis-habisnya...., Pepohonan besar dan lebat, sinar mentari gak bisa nembus, rumput tinggi dan jalan setapak melulu...., ini hutan ato lorong sih?', keluh Din Brodin pada Elang Biru.

'Hehehe... tenang aja din, sebentar lagi nyampek kok', jawab Elang Biru dengan santai



'Perasaan..., sedari tadi senopati jawabnya gitu mulu...', sahut din brodin.

Maksud hati Din Brodin adalah mengisi kesunyian selama perjalanan dengan memancing pembicaraan dengan Elang Biru, agar lelah penat serta capek menguap bersama perbincangan santai. Namun  yang  terjadi Senopati Elang Biru malah mengangkat tangan kanannya, tanda agar rombongan berhenti.

'Tidakkah gusti prabu mendengar ada suara denting senjata tajam beradu?', Elang Biru menjawab penasaran para rombongan.

'iya, saya mendengarnya...., senopati sebaiknya kau lihat siapa yang bertarung', katanya pada Elang Biru dan serta merta dia berkelebat menuju arah suara itu.

'ini hutan apa yaaa?, kok isinya pertarungan mulu.....', guman din brodin.

Tak lama kemudian, 'Gusti, ada pertarungan antar 2 pendekar', lapor Elang Biru.

'Apakah sebaiknya ndak usah ikut campur Gusti prabu?, urusan kita belum selesai', usul din brodin menyela pembicaraan.

'ada benarnya juga kamu din..., sebaiknya kita cari tahu identitas mereka, jangan-jangan salah satu dari mereka berniat mengejar kita', kata sang Prabu.

'Baiklah sang Prabu, saya dan Pinandihita akan menuju kesana', jawab Elang Biru.

'Saya ikut....', tiba-tiba saja Dewi Sekar Panjalu melontarkan keinginannya. Ayahanda dan Ibu Suri terkaget-kaget mendengar anaknya ingin ikut. Namun  mereka menganggap itu adalah sebuah kewajaran. Tapi tidak dengan kedua kakaknya yang cukup paham perasaan adiknya kepada Pinandihita.

'Biar saya menemani adinda, Ayahanda Prabu....', pinta Dewi Rempah Wangi.

Setelah berfikir sejenak, akhirnya sang Prabu berkata: 'Kita tunda sejenak perjalanan kita, sebaiknya semuanya menuju ke tempat pertarungan itu untuk keselamatan bersama'.

Pertarungan itu memang berlangsung seru. Seorang pendekar wanita yang sudah berumur dan mengenakan jubah panjang dan kerudung bergerak dengan gesitnya menghindari serangan lawannya. Disisi lain, seorang pendekar remaja yang juga berpakaian serupa terlihat bertarung dengan sengit melawan seorang pemuda. Keduanya adalah murid dari kedua pendekar itu.

Pertarungan antar murid itu terlihat berat sebelah. Sang pemuda bisa mendesak pendekar remaja putri itu karena menang kanuragan dan pengalaman. Hal itu yang membuat gurunya terlihat agak resah dengan situasi yang dialami muridnya. Untuk membantu, sangat tidak mungkin karena serangan dari guru pemuda itu mengalir dan mengepung semua geraknya.

Pada saat yang sangat kritis, tanpa disangka-sangka oleh semuanya, Pinandihita berkelebat untuk melerai pertarungan itu. Sang prabu bermaksud untuk mencegah, namun terlambat. Pinandihita sudah terlanjur diserang oleh pendekar muda itu.

'Bocah bau kencur tak tahu diri, ikut campur urusan orang dewasa aja!', umpat pendekar muda itu sambil menyerang dengan ganas.

'Maaf pendekar muda....., tiada gunanya engkau bertarung dengan bocah kencur sepertiku, lebih baik kita hentikan saja!', jawab Pinandihita.

'Bocah tengik, sudah ikut campur, malah mau lepas tangan pula!!!. Bila kau memang bocah tulen, hadapi saja jurus-jurusku sampai salah satu dari kita terjengkang atau terkapar....', kata pendekar muda itu sambil terus mencecar Pinandihita dengan jurus-jurus mautnya.

Berbeda dengan sang Prabu, Dewi Sekar Panjalu yang melihat remaja yang ditaksirnya membantu pendekar remaja berjubah dan berkerudung itu mempunyai pemikiran yang lain.

'Ayunda..., kok Pinandihita main nyelonong aja bantuin cewek itu?', katanya kepada Dewi Rempah Wangi.

'Kan gak papa adinda...., namanya juga membantu', jawab Dewi Rempah Wangi.

'Tapi kannnn.....', Dewi Sekar Panjalu tidak melanjutkan obrolannya. Ayundanya, Dewi Rempah Wangi yang paham perasaan adindanya kemudian menggenggam erat tangan adindanya, 'Sepertinya dia sedikit cemas dan cemburu......', gumamnya dalam hati.

Pendekar remaja putri dengan jubah dan kerudung itu memang terlihat elok dan sedap dipandang mata. Dan pastinya roman wajah dan semampai tubuhnya juga tidak kalah menarik bila dibandingkan dengan sekar kedaton seperti Dewi Sekar Panjalu.

Pendekar muda yang menjadi lawan Pinandihita ternyata melancarkan jurus-jurus kanuragan yang didasarkan pada sifat tanah. Bagi Pinandihita, jurus kanuragan elemen tanah sudah bukan barang baru baginya. Lewat gemblengan Begawan Sokalima, dia sudah menguasai jurus 'kebal sejengkal', sebuah kanuragan yang didasarkan pada sifat elemen tanah. Dan berkat jurus itu pula, dia sudah menjadi bocah tanpa tanding untuk pendekar seusianya. Tidak sampai sepeminuman Kopi pahit, Pinandihita sudah berhasil mendesak pemuda itu. Pemuda itupun akhirnya bersalto menjauhkan diri dari arena sambil mencabut pedangnya.

'Bocah keparat..!, sekarang rasakan tajamnya pedang pusaka ini', kata pendekar muda sambil mencecar tubuh Pinandihita.

Dengan menggunakan jurus kebal sejengkal, cecaran ganas dan super cepat pedang pemuda itu menjadi tidak berarti. Tubuhnya bergerak mengikuti ke arah mana pedang itu bergerak tanpa merasa tertekan. Seperti sepasang penari balet. Itu hanya salah satu kehebatan jurusnya. Kehebatan lainnya adalah lawannya selalu merasa bahwa senjatanya akan mengenai tubuh lawannya, namun kenyataannya tidak. Jarak senjata dengan tubuh pinandihita selalu sejengkal. Itulah kenapa jurus itu dikenal dengan jurus 'kebal sejengkal'.

Semua rombongan sri baginda terkagum-kagum menonton jurus-jurus yang diperagakan oleh Pinandihita. Bahkan ketiga putrinyapun, yang notabene murid begawan sokalima dan juga diajari jurus yang sama terlihat melongo menyaksikan keindahan gerak kanuragan Pinandihita.

'Adinda Sekar Seruni......, apakah guru begawan memberikan pelajaran khusus pada Pinandihita?', tanya Dewi Rempah Wangi untuk menutupi rasa penasarannya.

'Hmmm....., Setahu saya tidak!. Malah dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mencari dedaunan dan akar tumbuhan obat di hutan dekat padepokan...., ada apa Ayunda?', tanya Dewi Sekar Seruni yang juga sebenarnya heran dengan keindahan gerak jurus kebal sejengkal.

'Entahlah..., kok saya merasa jurus kebal sejengkal yang dimainkan Pinandihita berbeda dengan yang saya mainkan. Dan lihatlah......, jurus itu menjadi indah tiada terkira serta tiada celah pertahanan yang bolong. Apa yang salah bila kita yang memainkan...', jawabnya pada Dewi Sekar Seruni.

'Mungkin ada jurus pamungkas yang belum Guru ajarkan kepada kita', jawab Dewi Sekar Seruni sekenanya.

'Agh..., mungkin itu yang membedakan', timpal Dewi Rempah Wangi sambil menonton kembali pertarungan.

Kembali ke arena pertarungan. Menyadari jurus-jurusnya tidak pernah menemui sasaran, pemuda itu menjadi gelap mata. Dikerahkan semua jurus andalannya untuk menyerang Pinandihita. Namun tanpa sepengetahuan dia, gurunya yang sedang bertarung tiba-tiba berkelebat menuju kearahnya. Dia kaget dengan ulah nekat muridnya dan sekaligus heran kenapa muridnya belum bisa mengalahkan bocah itu. Sambil menotok beberapa titik di bagian tubuh muridnya, ia berkata: 'Murid dungu..., sudah dibilang jangan pake jurus pamungkas, masih saja bengal. Tenaga dalammu belum sempurna untuk  memainkan jurus pamungkas itu, untung lawan tandingmu masih bocah bau kencur!!'.

Pertarungan seketika terhenti. Kini semuanya memandang ke arah Pinandihita dan Guru pemuda itu.

'Hadeh..., apes deh Pinandihita, maksud hati membantu yang lemah, kini malah nambah runyam urusan', celetuk Din Brodin yang didengar oleh Senopati Elang Biru.

'Santai aja Din, Pinandihita gak bakal lari kok. Meskipun dia seorang bocah namun saya lihat dia bukanlah sebocah pengecut....', jawab Elang Biru.

Dan benar saja apa yang diperbincangkan oleh senopati elang biru.

'Bocah kurang ajar ......, gatal benar tanganmu sampai berani ikut campur urusanku!', Bentak pendekar tua itu.

'Saya bersedia menerima hukuman dari tuan yang hebat', jawab Pinandihita dengan tegang.

Sebelum pendekar tua itu mejawab terdengar sebuah suara merdu dari mulut mungil pendekar remaja berjubah: 'Guru, tolonglah bocah itu..., dia sudah menyelamatkanku dari tangan jahat murid pendekar tua itu'.

'Baguslah kalau begitu! sekarang pekerjaan makin mudah. Sekali tepuk tiga lalat langsung melayang.....hahahaha', terdengar lantang dan pongah reaksi pendekar tua itu.

'Pendekar berjubah, jangan kau turun membantu. Biar saya tanggung semua perbuatanku', jawab Pinandihita.

'Bocah sombong, sudah bosan hidup kau rupanya, sekarang terimalah ajalmu', bentak pendekar tua sambil melancarkan serangan.

Pinandihita yang sudah siap sedia langsung menghadapi serangan itu dengan jurus kebal sejengkal. Namun sekarang dia menjadi kecele. Jurus kebal sejengkal menuntut penguasaan tenaga dalam yang seimbang atau diatas lawannya. Bila tidak dipenuhi syarat itu, maka jurus kebal sejengkal hanya menjadi sebuah jurus kosong belaka. Karena kalah tingkat dalam hal penguasaan tenaga dalam, maka tidak sampai sepuluh jurus saja dia sudah terdesak dan dikurung oleh jurus-jurus pendekar tua itu. Masih beruntung dia bisa bergerak cepat berkat kanuragan yang diajarkan oleh Pendekar Sakti Rajawali Timur. Dalam keadaan terdesak hebat, tiba-tiba saja ada deru angin tenaga dalam yang membantunya, sehingga ia bebas dari maut.

'Pinandihita bocah gemblung....., coba kau perhatikan gerakanku, begini ini caranya menghadapi pendekar tua sinting ini', tegur Pendekar Pujangga Sakti yang termasuk salah seorang pendekar yang dulu memperebutkan pinandihita untuk dijadikan murid.

'Terima kasih guru', jawab Pinandihita sambil bersoja..

'Pinandihita, lihatlah bagaimana jurus 'Sastra Pena' yang sudah saya ajarkan padamu bisa mengalahkan jurus-jurus andalan pendekar tua sinting ini', kata pendekar Pujangga Sakti.

Pertarungan kembali berlanjut dan menjadi lebih seru. kini pertarungan terlihat seimbang. Tanpa berkedip Pinandihita memperhatikan bagaimana gurunya memainkan jurus Sastra Pena. Jurus ini memang sengaja diciptakan oleh gurunya adalah untuk menandingi lawan-lawan Pinandihita yang mempunyai penguasaan tenaga dalam lebih.

Dan apa yang dilihatnya sesuai dengan yang diucapkan gurunya. Pendekar tua sinting itu kemudian menjadi kelabakan menghadapi jurus-jurus gurunya. Setiap gerakan yang tadinya terlihat susah dihadapi oleh Pinandihita, kini terlihat mudah sekali. Dan akhirnya, pendekar tua sinting itupun berkelebat sambil menyambar muridnya. 'Pujangga sakti, kau tunggulah pembalasanku kelak...', teriak pendekar tua sinting itu.

Suasana hutan kembali tenang. Semua yang menonton pertarungan tadi, keluar dari tempat persembunyian. Pinandihita terlihat bersoja dan sungkem pada gurunya. Yang diikuti oleh pendekar wanita berjubah kerudung yang mengucapkan terima kasih pada Pinandihita dan gurunya.

'Sang Prabu, saya harus membawa Pinandihita dulu. Dalam waktu kurang dari seminggu, saya akan kembalikan dia ke tempat ini', kata pendekar Pujangga Sakti.

'Baiklah pendekar, terima kasih atas bantuanmu', jawab sang Prabu.

Merekapun kemudian berkelebat meninggalkan rombongan sang Prabu dan pendekar wanita berjubah beserta muridnya. Namun bagi Dewi Sekar Panjalu dan murid pendekar wanita berjubah kerudung, Pinandihita telah meninggalkan sebuah ruang dalam bathin mereka.

Bersambung.....:)


Ps: cerita hiburan ini 100% fiksi dan semoga bermanfaat..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun