'Entahlah..., kok saya merasa jurus kebal sejengkal yang dimainkan Pinandihita berbeda dengan yang saya mainkan. Dan lihatlah......, jurus itu menjadi indah tiada terkira serta tiada celah pertahanan yang bolong. Apa yang salah bila kita yang memainkan...', jawabnya pada Dewi Sekar Seruni.
'Mungkin ada jurus pamungkas yang belum Guru ajarkan kepada kita', jawab Dewi Sekar Seruni sekenanya.
'Agh..., mungkin itu yang membedakan', timpal Dewi Rempah Wangi sambil menonton kembali pertarungan.
Kembali ke arena pertarungan. Menyadari jurus-jurusnya tidak pernah menemui sasaran, pemuda itu menjadi gelap mata. Dikerahkan semua jurus andalannya untuk menyerang Pinandihita. Namun tanpa sepengetahuan dia, gurunya yang sedang bertarung tiba-tiba berkelebat menuju kearahnya. Dia kaget dengan ulah nekat muridnya dan sekaligus heran kenapa muridnya belum bisa mengalahkan bocah itu. Sambil menotok beberapa titik di bagian tubuh muridnya, ia berkata: 'Murid dungu..., sudah dibilang jangan pake jurus pamungkas, masih saja bengal. Tenaga dalammu belum sempurna untuk  memainkan jurus pamungkas itu, untung lawan tandingmu masih bocah bau kencur!!'.
Pertarungan seketika terhenti. Kini semuanya memandang ke arah Pinandihita dan Guru pemuda itu.
'Hadeh..., apes deh Pinandihita, maksud hati membantu yang lemah, kini malah nambah runyam urusan', celetuk Din Brodin yang didengar oleh Senopati Elang Biru.
'Santai aja Din, Pinandihita gak bakal lari kok. Meskipun dia seorang bocah namun saya lihat dia bukanlah sebocah pengecut....', jawab Elang Biru.
Dan benar saja apa yang diperbincangkan oleh senopati elang biru.
'Bocah kurang ajar ......, gatal benar tanganmu sampai berani ikut campur urusanku!', Bentak pendekar tua itu.
'Saya bersedia menerima hukuman dari tuan yang hebat', jawab Pinandihita dengan tegang.
Sebelum pendekar tua itu mejawab terdengar sebuah suara merdu dari mulut mungil pendekar remaja berjubah: 'Guru, tolonglah bocah itu..., dia sudah menyelamatkanku dari tangan jahat murid pendekar tua itu'.