Mohon tunggu...
Hasbi Aswar
Hasbi Aswar Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Penggiat kajian politik internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik

Heboh 5 Indikator Penceramah Radikal: Pandangan Reflektif

8 Maret 2022   22:19 Diperbarui: 13 Maret 2022   16:56 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (Nampaknya track record kekuasaan selama ini akan membuat isu ini mental di masyarakat. Wajar Ketika muncul narasi bahwa ini adalah pengalihan isu dari isu wadas, isu pemindahan ibu kota negara, Isu kelangkaan minyak goreng dll)

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. 

 

Malah yang selama ini banyak dikritik adalah dimana sikap komitmen negara terhadap Pancasila saat menjadikan Indonesia tergantung pada kepentingan ekonomi politik Asing -- Aseng yang membawa kekayaan alam yang luar biasa besar bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia. Wajar juga Ketika mulai muncul tanya, di mana Pancasila.

Negara yang sudah sangat sekuler yang berdampak pada moralitas rusak, kriminalitas tinggi, merebaknya PSK, LGBT, dan kekerasan seksual. Semua karena hak -- hak asasi manusia sudah ditafsirkan sangat liberal sehingga tidak beradab.

Persatuan juga dipertanyakan di saat kekuasaan membiarkan masyarakat saling hantam untuk membela kepentingan politik masing -- masing. Celakanya, kelompok yang pro-penguasa yang terlihat selalu diuntungkan.

Wajar juga muncul pertanyaan, ideologi apa yang dijalankan kekuasaan. Tentunya bukan khilafah transnasional, tapi liberalisme transnasional. Fair enough..kan.

Memang apa salahnya diskusi ideologi..selama produktif silahkan saja. Bukannya, membangun negara itu adalah proses tanpa akhir. Gagasan harus selalu hidup. Menutup proses itu, menjadi cikal bakal runtuhnya sebuah bangsa termasuk peradaban.

Katanya, Pancasila ideologi terbuka. Masa nasionalisme, sosialisme, dan liberalisme saja yang boleh diadopsi. Ajaran syariah Islam dianggap berbahaya. Tidak fairlah...

 

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ini bukan hanya dikalangan Muslim saja. Kalangan Kristen juga beda -- beda dan saling mengkafirkan. Salah menyalahkan, kafir mengkafirkan kan wajar toh. Jika keyakinan beda -- beda. Orang Muslim tdk akan marah jika dikatakan masuk neraka dan kafir oleh orang Nasrani dan yahudi. Begitupun sebaliknya. Ini persoalan biasa saja...Beda ideologi pun sama, saling menyalahkan.

Yang jadi problem kalau mengkafirkan dan melakukan persekusi. Tapi ini kan sudah jadi mafhum semua orang. Peraturan undang -- undang jg sudah mengatur ini bukan.

Yang banyak orang khawatir, kalau negara "mengkafirkan" oposisi dengan bahasa -- bahasa stigmatisasi hanya karena mereka kritis. Terma kafirnya pasti beda..misal, radikal, ekstrimis, intoleran dll.

Ini kan bahaya, mengecap orang macam2 apalagi di luar pengadilan. Dampaknya memecah belah masyarakat. Dan membuka ruang bagi para preman melakukan main hakim sendiri. Mari berkaca lah ke India hari -- hari terakhir ini.

Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.

Lah, memang pemimpin menjamin dipercaya 100% masyarakat. Jejak digital katanya kejam. Kita masih ingatkan komitmen negara terhadap demokrasi, tapi hasil riset menunjukkan malah menjatuhkan derajat demokrasi. Para pejabat bicara Hoaks tentang pandemi. Penguasa yang bilang jaga protocol Kesehatan, mereka juga yang bikin keramaian. Belum bicara mengenai kesejahteraan, kualitas pendidikan, lapangan kerja, proyek infrastruktur rugi dan utang yang menggunung.

Terkuaknya jaringan oligarki para pejabat dan keluarganya semakin membuat masyarakat geram terhadap kekuasaan. Terus, siapa yang menanamkan sikap anti pemerintahan yang sah kalau begitu.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). 

 

Intoleran itu juga adalah orang -- orang yang berbeda pandangan direpresi atau diintimidasi menggunakan aparat -- apparat keamanan. Ini bukan hanya kelompok atau tokoh Islam saja. Tapi rencana pengalihan tanah -- tanah masyarakat menjadi lahan industry juga rakyatnya banyak yang diintimidasi jika menolak.

Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

Di kalangan muslim memang ada, tapi pendekatannya kekeluargaan lah. Ngapain ini diangkat -- diangkat, di blow up, dibuat propaganda seolah -- olah isu akut. Saya yakin banyak keluarga muslim yang beda beda manhaj, dari NU, Muhammadiah sampai salafi. Termasuk keluarga kami juga begitu. Tapi kita saling respek saja. Tidak menjelek2an apalagi mengucilkan.

Cuman kalau negara yang membuat narasi2 seperti diatas. Ini meresahkan dan memecah belah masyarakat. Dampaknya, persekusi, dan akan menjadi spiral kekerasan yang tidak akan berakhir.

Apakah isu ini yang akan diarusutamakan ?...padahal banyak kerjaan paling riil dan darurat yg negara harus segera turun tangan.

Kita paham ya, kalau ini sebenarnya ditujukan ke umat Islam. Berikanlah ke NU, Muhammadiah, MUI dan ormas -- ormas yang ada di MUI itu. Saya yakin mereka yang paham dakwah dengan mauidzah hasanah. Mereka yang paham fiqh perbedaan mazhab dll. Bagian negara adalah mengamankan kerusuhan atau potensi kriminalitas saja.


KECUALI MEMANG NEGARA MENGAMBIL UNTUNG DARI PROYEK RADIKALISME INI...

JIKA DEMIKIAN, TERUS SIAPA YANG RADIKAL & ANTI PANCASILA?.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun