Mohon tunggu...
Hasan Ali Murtadha
Hasan Ali Murtadha Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Univeritas Bakrie

Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Satu Atap, Dua Narasi: Bagaimana Media Membangun Realitas yang Bertolak Belakang

8 Januari 2025   09:18 Diperbarui: 8 Januari 2025   09:18 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Framing ini bukan cuma soal apa yang diceritakan, tapi juga bagaimana cerita itu disampaikan. Menurut teori framing Robert N. Entman, ada empat elemen penting: mendefinisikan masalah (define problems), menentukan siapa yang salah atau bertanggung jawab (diagnose causes), memberikan penilaian moral (make moral judgments), dan merekomendasikan solusi (treatment recommendations). Elemen-elemen ini adalah alat yang digunakan media untuk memandu cara kita berpikir tentang suatu isu.

CNBC Indonesia memilih untuk membingkai isu BBM dengan cara yang positif terhadap pemerintah. Misalnya, dalam berita berjudul "Pertamina Tahan Harga BBM Jelang Pemilu, Ini Kata Erick Thohir", masalah utamanya didefinisikan sebagai tantangan global untuk menjaga harga BBM tetap stabil. Siapa yang bertanggung jawab? Pemerintah dan Pertamina diposisikan sebagai pahlawan yang berhasil menghadapi tantangan ini. Penilaian moralnya juga jelas: pemerintah dianggap proaktif dan peduli pada rakyat. Solusinya? CNBC menyarankan agar kebijakan stabilisasi harga BBM ini terus dilanjutkan demi kesejahteraan rakyat.

Gaya pemberitaan seperti ini bikin pemerintah terlihat hebat, seolah-olah mereka adalah pelindung rakyat di tengah "badai" ekonomi dunia. Narasi ini cocok banget dengan audiens CNBC: pelaku bisnis, investor, dan orang-orang yang peduli dengan stabilitas ekonomi.

Sebaliknya, CNN Indonesia mengambil sudut pandang yang lebih kritis. Dalam berita seperti "Mengenal Pertalite, BBM Wong Cilik yang Pembeliannya Akan Dibatasi", masalahnya didefinisikan sebagai ancaman bagi masyarakat kecil. Kebijakan pembatasan BBM ini dianggap membebani rakyat yang sudah kesulitan. Pemerintah? Mereka diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Penilaian moralnya? Kebijakan ini dinilai tidak adil dan kurang sensitif terhadap kondisi sosial. Solusi yang ditawarkan CNN adalah subsidi energi yang lebih inklusif dan berpihak pada rakyat kecil.

Dengan framing seperti ini, CNN menggambarkan pemerintah bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai pihak yang kurang peduli pada kebutuhan rakyat biasa. Ini sesuai dengan audiens CNN yang lebih luas, termasuk masyarakat kecil yang langsung merasakan dampak kebijakan BBM. Framing itu kayak kemasan produk. Isi ceritanya mungkin sama, tapi cara dikemasnya bisa bikin kita melihatnya dengan cara berbeda. CNBC mengemas kebijakan BBM sebagai cerita sukses pemerintah, sementara CNN mengemasnya sebagai cerita tentang ketidakadilan. Hasilnya, kita sebagai pembaca bisa punya pemahaman yang berbeda tergantung berita mana yang kita baca. Maka dari itu

Media itu punya kuasa besar untuk menciptakan realitas. Dua media di bawah satu grup yang sama bisa saja menyajikan dua versi realitas yang berbeda. Itu sebabnya kita perlu membaca berita dengan kritis. Jangan langsung percaya satu sisi cerita, tapi coba lihat dari berbagai sudut pandang. Karena di balik setiap berita, ada framing yang sengaja dirancang untuk memengaruhi cara kita berpikir.

Mengapa Narasi Berbeda Ini Muncul?

Kalau kita bicara soal kenapa dua media yang berada di bawah satu grup perusahaan bisa menyajikan berita yang isinya bertolak belakang, jawabannya ada di strategi masing-masing media. Walaupun secara struktur organisasi mereka "bersaudara," tetapi tujuan, audiens, dan pendekatan editorialnya sangat berbeda. Inilah yang menciptakan dua realitas yang sama sekali tidak serupa.

Pertama, mari kita lihat audiens mereka. CNBC Indonesia menyasar pelaku bisnis, investor, dan orang-orang yang lebih peduli pada stabilitas ekonomi dan peluang investasi. Dengan audiens seperti itu, mereka memilih untuk membingkai berita dengan nada yang lebih optimis. Narasi tentang keberhasilan pemerintah menjaga stabilitas harga BBM atau inovasi energi selalu menjadi prioritas mereka. Sebaliknya, CNN Indonesia lebih banyak bicara pada audiens umum---kelompok masyarakat yang sehari-harinya bergulat dengan dampak langsung kebijakan, seperti kenaikan harga atau pembatasan akses BBM bersubsidi. Karena itu, CNN lebih sering mengangkat kritik dan menyoroti sisi negatif kebijakan pemerintah. Narasi seperti ini lebih relevan bagi pembaca mereka yang cenderung mencari isu sosial yang menyentuh kehidupan sehari-hari.

Selain audiens, kepentingan ekonomi juga berperan besar. CNBC Indonesia punya hubungan erat dengan dunia bisnis dan pasar keuangan. Karena itu, mereka memiliki insentif untuk menyampaikan berita yang "menenangkan" pasar. Pemberitaan mereka sering kali dirancang untuk mempertahankan optimisme pelaku bisnis, sekaligus membangun kepercayaan terhadap pemerintah yang dianggap mampu menjaga stabilitas. Di sisi lain, CNN Indonesia tidak terlalu terikat dengan pasar keuangan. Mereka punya kebebasan lebih untuk mengangkat kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah tanpa khawatir menurunkan sentimen pasar.

Ideologi editorial juga menjadi alasan penting di balik perbedaan ini. CNBC Indonesia lebih condong pada pandangan pro-ekonomi pasar. Mereka sering mengutamakan narasi keberhasilan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan cenderung meminimalkan kritik sosial. Sedangkan CNN Indonesia lebih fokus pada isu-isu keadilan sosial. Mereka memiliki kecenderungan untuk menyuarakan keresahan masyarakat kecil yang mungkin diabaikan oleh kebijakan pemerintah. Dengan pendekatan ini, CNN lebih sering menyampaikan kritik terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun