Ada sesuatu yang menyebar sama cepatnya dengan virus di masa pandemi ini. Ia adalah teori konspirasi. Kepercayaan terhadap konspirasi merupakan kecenderungan yang manusiawi. Setiap zaman memiliki teori konspirasinya. Setiap masyarakat dan kelompok memiliki juru bicaranya. Hanya saja, hari-hari ini kepercayaan semacam ini tak lagi sekadar menjengkelkan. Sebelumnya, kita bisa mengesampingkan mereka yang sedikit-sedikit mengira ada kongkalikong elite global di balik kesuraman hidup mereka.
Mengapa masih ada orang yang percaya teori konspirasi?
Menurut sebuah penelitian dalam jurnal Current Directions in Psychological Science, alasan-alasan tersebut dapat dirangkum menjadi tiga motif berikut:
- Keinginan untuk paham dan mengetahui secara pasti. Manusia secara alamiah ingin memahami penjelasan dari suatu hal atau peristiwa. Namun, orang cenderung mencari jawaban yang cepat, bukan jawaban dari penelitian ilmiah yang sulit dicerna dan bisa berubah bila ada penelitian baru. Jawaban cepat itu belum tentu benar, tapi memberikan rasa nyaman dan kesannya sangat menyeluruh.
- Keinginan untuk memegang kendali dan merasa aman. Selain senang bertanya, manusia juga senang memegang kendali atas hidupnya. Inilah yang membuat Anda merasa aman, stabil, dan tenang menjalani kehidupan sehari-hari. Pada kasus ini, kendali yang Anda cari berbentuk informasi. Teori konspirasi membuat orang-orang yang memercayainya merasa aman dan punya kendali. Fenomena ini biasanya lebih kentara ketika teori konspirasi tersebut berkaitan dengan hal-hal yang mengancam kesejahteraan diri.
- Keinginan untuk terlihat positif. Â Penelitian menunjukkan bahwa orang yang merasa terpinggirkan atau tidak dianggap cenderung percaya pada teori konspirasi. Ini disebabkan karena mereka ingin memiliki peran dalam masyarakat dan ingin terlihat positif bagi orang lain.Citra positif seseorang biasanya berasal dari perannya, entah dalam bentuk pekerjaan, hubungan sosial, dan lain-lain. Ketika Anda tahu bahwa Anda bisa memberikan sesuatu (termasuk informasi) kepada orang lain, Anda merasa lebih bahagia dan berguna. Sebaliknya, Anda tidak merasakan ini bila opini Anda tidak pernah didengar, misalnya karena Anda tidak bekerja atau dianggap tidak tahu apa-apa. Ketika Anda menemukan teori konspirasi dan menyebarkannya, Anda merasa memiliki pengetahuan baru. Anda pun menggali lebih dalam tentang teori konspirasi yang Anda temukan, contohnya teori bahwa bumi itu datar. Namun, Anda tidak mengimbanginya dengan fakta-fakta dari sumber ilmiah karena Anda sudah telanjur percaya pada teori konspirasi tersebut.
Kamu percaya teori konspirasi?Â
Para teori konspirasi itu hanya sekumpulan orang-orang yang berimajinasi. Tapi sayangnya, "KAMI" 100% sadar dan masih setia dengan julukan pemercaya teori konspirasi. Usaha yang bagus untuk merubah pemikiran dan menghilangkan prasangka tapi sayangnya tidak mempan.
Bagaimana saya menanggapinya?
Teori konspirasi tetap hidup. Di era modern, ketertarikan terhadap Illuminati dimulai ketika novelis Robert Shea dan Robert Anton Wilson menerbitkan novel The Illuminatus! Trilogy yang menempatkan gerakan Illuminati sebagai konspirator utama dan memengaruhi berbagai keputusan penting yang menentukan jalannya peradaban dunia. Para penulis lain seperti Mark Dice, David Icke, Texe Marrs, Ryan Burke, Jri Lina, dan Morgan Gricar berpendapat bahwa Illuminati Bavaria terus bertahan. Barangkali, novel yang paling populer mengangkat konspirasi di sekitar Illuminati adalah Foucault's Pendulum karya Umberto Eco yang terbit pada 1988, dan Angels and Demons karya Dan Brown yang terbit pertama kali tahun 2000.
Meskipun tidak menggunakan sumber-sumber dan metode sejarah yang solid dalam penulisannya, namun novel-novel itu sukses mewariskan kesan misterius dalam Illuminati.Â
Selain itu, teori konspirasi di sekitar Illuminati diperkuat oleh Myron Fagan--tokoh penting dalam gerakan teori konspirasi--yang berusaha mencari bukti-bukti yang mengaitkan banyak peristiwa penting dalam sejarah dunia dengan Illuminati. Sebelum meninggal pada 1972, ia serius menggarap penelitian ekstensif. Beberapa di antaranya seperti Pertempuran Inggris-Prancis di Waterloo, Revolusi Prancis, hingga peristiwa pembunuhan presiden AS John F. Kennedy: semua dicari benang merah keterkaitannya dengan Illuminati.
Kesan misterius Illuminati juga menghasilkan banyak perbedaan dalam menilai sikap serta tujuan kegiatan gerakan itu. Augustin Barruel melihatnya secara negatif. Meski Barruel menganggap Weishaupt mengutamakan kesetaraan dan kebebasan serta kemerdekaan individu di atas kepentingan lain, ia menilai tujuan ini lebih banyak membahayakan ketimbang menguntungkan publik. Sementara John Robison (pengarang buku Proofs of a Conspiracy) bahkan melihat misi Illuminati sebagai sebuah persekongkolan jahat.Â
Thomas Jefferson justru punya pandangan lain. Dalam sepucuk suratnya kepada James Madison, ia mengatakan bahwa Weishaupt adalah seorang filantropis yang baik. Alih-alih membubarkan peran agama, imbuhnya, ia justru memulihkan sifat alami agama yang penuh dengan moralitas sekaligus mengajarkan pada manusia tentang cara-cara mengatur diri sendiri dengan hadirnya kebebasan.
Dalam sebuah buku yang lebih mirip pamflet berjudul Kurze Rechtfertigung meiner Absichten (1787), Weishaupt sempat menjawab berbagai tudingan publik terhadapnya:Â
"Illuminati berencana mendidik para anggotanya di tingkat kemanusiaan dan moralitas (mendasarkan ajaran pada supremasi akal, tidak memaksakan orang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan). Jika posisi-posisi penting dalam politik bisa diraih, hal itu tentu akan mempermudah jalannya misi kami."
Posisi saya?Â
Saat itu, suasana cukup terik dengan jarak tempuh sekisar 17 km dari pusat kota Cirebon menuju Palimanan. Pagi itu, saya berangkat dengan sepeda motor, terpekur di jok yang gelap. Mungkin mengingat ujung diskusi perkara liputan makam-makam kuno peninggalan Belanda.
Tepat di jalan Agus Salim, Palimanan Timur, saya disambut gapura 'Selamat Datang di Kawasan Pabrik Gula Gempol'. Sesaat kemudian, sesuai informasi yang diterima, di lokasi itu terdapat kuburan-kuburan Belanda. Tepatnya di belakang SD Negeri Gempol, saya pun menghentikan sepeda motor.
"Di sinilah kuburan-kuburan Belanda itu, mas," kata Raka, seseorang yang menunjukkan kepada saya.
Semula terkejut melihat barisan liar semak belukar dan gundukan ranting-ranting pohon yang menjalar di tanah. Tak ada satu petunjuk pun yang membuktikan bahwa tempat tersebut adalah kawasan pemakaman Belanda.
"Hati-hati, Mas, tempat itu angker," seloroh ibu May, penjual jajanan di samping SD Negeri Gempol.
Namun, karena didorong rasa ingin tahu, biasanya tradisi makam-makam Belanda seringkali meninggalkan lambang, simbol dan prasasti. Saya pun menyisir perlahan memasuki gapura kompleks pemakaman Belanda tersebut.
Dengan menggunakan parang, mencerai berai barisan liar belukar. Satu per satu, makam-makam Belanda mulai tampak di permukaan. Susunan nisan yang sudah rusak, beberapa bagian makam roboh, dan beberapa masih tertimbun tanah.
"Dulu, makam ini, ada patung wanita seperti Bunda Maria," ungkap Raka sambil membersihkan akar-akar liar yang menutupi makam, berbentuk tugu. Dia memastikan bahwa di atas tugu itu ada patung Bunda Maria. "Ada orang jahil, patung itu sudah hilang," imbuhnya.
Sejenak, mengamati perlahan kompleks tersebut, teringat Museum Prasasti, Jalan Tanah Abang I No. 1 Jakarta Pusat. Sebuah museum, yang lebih tepat jika dikatakan sebagai kawasan pemakaman para tokoh penting petinggi Belanda atau orang Eropa pada masa kolonial.
Makam-makam kuno itu ditandai dengan koleksi prasasti nisan karya seni masa lampau sebanyak 1.372 makam yang terbuat dari batu alam, marmer, dan perunggu.
Berangkat dari kesan itu saya pun kembali mengayunkan parang untuk memotong rumput-rumput dan membersihkan lumut di badan makam. Hanya untuk untuk memastikan nama dan tanggal kapan mereka tinggal di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Sampai jelang tengah hari, saya menemukan kurang lebih empat makam. Namun, belum juga menemukan informasi berarti terkait keberadaan makam-makam tersebut. Selain nisan dari marmer ataupun batu alam, yang telah hilang diduga dicuri orang.
Nyaris, saya putus asa untuk mengungkap makam-makam Belanda tersebut. Tiba-tiba, perhatian tergoda pada sebuah makam yang tertimbun sampah dan pohon pisang yang roboh.
Makam itu sedikit sulit dijangkau karena keberadaannya dikelilingi pohon-pohon yang tumbuh liar. Saya pun memutuskan untuk mengulang menuju makam tersebut.
Degup jantung tak beraturan, dan selayang saya terdiam, menyaksikan makam itu yang bergaya illuminati. Saya pun mencoba membesut lumut-lumut yang menempel.
Berbekal buku Codex Magica, Secret Signs, Mysterious, and Hidden Codex of the Illuminati karya Texe Marrs jejak itu mulai terungkap.
"Mereka ada di mana-mana. Cerdik menyamar. Tayang di TV, terselip di berbagai majalah, dan bersembunyi di biro periklanan yang berpengaruh. Terkadang keberadaan mereka tidak kentara atau tanpa disadari," kata Texe Marrs.
Dugaan purnawirawan perwira karir USAF ini, bisa saja jadi benar. Tanpa disadari.
Terakhir, saya tidak meremehkan teori konspirasi, namun juga tidak menolak keraguan kepada teori konspirasi. Dasar utama yang diyakini adalah fakta dan penyelidikan serta analisa dan diskusi berkelanjutan, serta terbuka terhadap kritikan demi mencapai hasil analisa yang mendekati kebenaran. Karena sangat sulit dalam menemukan kebenaran sejati di dunia bukan? Kemudian, dalam perjalanan mencari kebenaran sejati yang kita coba dekati tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H