Mohon tunggu...
Haryo WB
Haryo WB Mohon Tunggu... Penulis - Sinau Bareng
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis merangsang refleksi, jadi jika kamu tidak bisa mereflesikan sesuatu untuk ditulis, tetaplah mencoba untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Teori Konspirasi dan Makam Illuminati di Cirebon

8 Desember 2021   21:37 Diperbarui: 8 Desember 2021   21:45 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JEJAK ILLUMINATI: Warga menunjukkan makam Belanda yang berada di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Palimanan, Kabupaten Cirebon. Foto: Dian AS

Thomas Jefferson justru punya pandangan lain. Dalam sepucuk suratnya kepada James Madison, ia mengatakan bahwa Weishaupt adalah seorang filantropis yang baik. Alih-alih membubarkan peran agama, imbuhnya, ia justru memulihkan sifat alami agama yang penuh dengan moralitas sekaligus mengajarkan pada manusia tentang cara-cara mengatur diri sendiri dengan hadirnya kebebasan.

Dalam sebuah buku yang lebih mirip pamflet berjudul Kurze Rechtfertigung meiner Absichten (1787), Weishaupt sempat menjawab berbagai tudingan publik terhadapnya: 

"Illuminati berencana mendidik para anggotanya di tingkat kemanusiaan dan moralitas (mendasarkan ajaran pada supremasi akal, tidak memaksakan orang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan). Jika posisi-posisi penting dalam politik bisa diraih, hal itu tentu akan mempermudah jalannya misi kami."


Posisi saya? 

Saat itu, suasana cukup terik dengan jarak tempuh sekisar 17 km dari pusat kota Cirebon menuju Palimanan. Pagi itu, saya berangkat dengan sepeda motor, terpekur di jok yang gelap. Mungkin mengingat ujung diskusi perkara liputan makam-makam kuno peninggalan Belanda.

Tepat di jalan Agus Salim, Palimanan Timur, saya disambut gapura 'Selamat Datang di Kawasan Pabrik Gula Gempol'. Sesaat kemudian, sesuai informasi yang diterima, di lokasi itu terdapat kuburan-kuburan Belanda. Tepatnya di belakang SD Negeri Gempol, saya pun menghentikan sepeda motor.

"Di sinilah kuburan-kuburan Belanda itu, mas," kata Raka, seseorang yang menunjukkan kepada saya.

Semula terkejut melihat barisan liar semak belukar dan gundukan ranting-ranting pohon yang menjalar di tanah. Tak ada satu petunjuk pun yang membuktikan bahwa tempat tersebut adalah kawasan pemakaman Belanda.

"Hati-hati, Mas, tempat itu angker," seloroh ibu May, penjual jajanan di samping SD Negeri Gempol.

Namun, karena didorong rasa ingin tahu, biasanya tradisi makam-makam Belanda seringkali meninggalkan lambang, simbol dan prasasti. Saya pun menyisir perlahan memasuki gapura kompleks pemakaman Belanda tersebut.

Dengan menggunakan parang, mencerai berai barisan liar belukar. Satu per satu, makam-makam Belanda mulai tampak di permukaan. Susunan nisan yang sudah rusak, beberapa bagian makam roboh, dan beberapa masih tertimbun tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun