"Tentu, aku pasti akan mendarat dengan selamat nanti. Aku sengaja telepon kamu sebelum terbang karena teringat wajahmu."
Bibirku mengukir senyum singkat untuknya. Ternyata rasa ini masih sama. Saling merindukan walaupun harus berjauhan.
"Maaf selama empat hari ke depan aku tak bisa mengangkat teleponmu."
"Aku tahu itu tapi aku akan tetap menghubungimu setelah penerbanganku nanti. Dan ingat---"
"Akan selalu kubawakan bunga itu untukmu," potongku segera.
"Dan ada satu lagi janji kita. Bertemu di bandara Lombok lima hari ke depan," sahutnya
Kami pun saling tertawa, menertawakan sebuah janji yang kami buat layaknya anak kecil yang selalu saling menagih untuk dipenuhi. Diriku semakin tak sabar untuk segera menuntaskan pendakian ini dan bertemu dengan pujaan hatiku, Sofia.
Aku dan kelompokku kini mulai mendaki Gunung Rinjani melalui jalur Sembalun. Jalur ini selain ramai oleh pendaki lain, juga mudah untukku mendapatkan bunga itu. Sepanjang perjalanan mataku tak lepas dari sekeliling untuk menemukannya.Â
Sayang aku sama sekali tidak melihat bunga itu. Aku menghembuskan nafas kesal. Hanya karena aku datang saat musim kemarau bunga itu tak mau tumbuh dan mekar. Rasanya lucu.
"Kawan-kawan ayo lebih semangat lagi sebentar kita sampai," teriak Tio yang berada di ujung.
Aku tersenyum getir, "sepertinya tak ada bunga itu di sini." Gumamku pelan.